Komersialisasi Jalan Tol, Bukti Penguasa Adalah Pengusaha

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Komersialisasi Jalan Tol, Bukti Penguasa Adalah Pengusaha

Marlina

 Kontributor Suara Inqilabi

 

Kebijakan pemerintah yang amat menyakitkan masyarakat datang lagi. Awal tahun ini saja, tarif jalan tol direncanakan akan naik kembali dengan istilah penyesuain tarif tol.

Aturan main terkait penyesuaian tarif tol sudah ditetapkan dalam UU Jalan No. 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Di dalam Pasal 48 Ayat 3 tertulis bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan SPM jalan tol (Kompas.com, 15/01/2024).

Beberapa ruas tol yang akan mengalami kenaikan di awal tahun ini ada sekitar 13, yaitu Tol Surabaya-Gresik, Tol Kertosono-Mojokerto, Tol Bali-Mandara, Tol Serpong-Cinere, Tol Ciawi-Sukabumi, Tol Pasuruan-Probolinggo, Tol Makassar Seksi 4, Tol Dalam Kota Jakarta (Cawang-Tomang-Pluit dan Cawang-Tanjung Priok-Ancol Timur-Jembatan Tiga/Pluit), Tol Gempol – Pandaan, Tol Surabaya-Mojokerto, Tol Cikampek-Palimanan (Cipali), Tol Cibitung-Cilincing Seksi 1, dan Tol Integrasi Jakarta-Tangerang dan Tangerang-Merak (Tomang-Tangerang Barat-Cikupa).

Selain 13 ruas jalan tol tersebut, empat ruas Jalan Tol Trans Sumatra juga akan mengalami kenaikan tahun ini, seperti Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung, Tol Palembang-Indralaya, Tol Pekanbaru-Dumai, dan Tol Sigli-Banda Aceh. (Bisnis Indonesia, 12/01/2024).

Kenaikan tarif tol ini sudah jelas akan semakin meyengsarakan masyarakat, Ketika jalan untuk transportasi masyarakat dikenakan biaya, itu sudah menjadi beban. Apalagi tarifnya dinaikkan, akan makin bertambahlah beban masyarakat. Sebagaimana dikeluhkan oleh sopir-sopir truk pengangkut logistik, biasanya kalau keluar tol Palembang bayar Rp525 ribu, sekarang sudah Rp550 ribu, Imbas kenaikan tarif tol jelas akan dirasakan masyarakat secara umum, khususnya pada berbagai harga barang yang akan mengalami peningkatan. Dapat dipastikan beban masyarakat makin bertambah.

Mirisnya, Jalan tol akan selalu mengalami kenaikan secara berkala karena pemerintah mengklaim bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan amanat UU sebagaimana yang tertera pada UU 38/2004 tentang Jalan dan PP 15/2005 tentang Jalan Tol dengan perubahan terakhir pada PP 17/2021. (https://pu.go.id/berita/penyesuaian-tarif-tol-merupakan-amanat-uu)

Pemerintah maupun perusahaan swasta sebagai operator jalan tol sama-sama menggunakan diksi “penyesuaian tarif”. Mereka beralasan bahwa kenaikan tarif tol memang suatu kesengajaan yang dilakukan sebagai wujud kepastian pengembalian investasi sesuai dengan business plan. Siapa pun yang akan membangun jalan tol, sudah mengetahui tarif ini dari awal. Selain itu, sudah ada kepastian kenaikan tarif bagi investor, yakni setiap dua tahun akan ada penyesuaian sesuai inflasi.

Hal ini menunjukan bahwa jalan tol merupakan ladang bisnis menguntungkan bagi pengusaha. Sudah jamak diketahui, dalam membangun jalan tol, pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta. Mereka (perusahaan asing/swasta) menanamkan investasi pada proyek yang menjanjikan tersebut. Ini mereka lakukan sesuai dengan konsep kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS) atau saat ini disebut kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).

Meskipun masyarakat umum tidak menyetujui kenaikan tarif tol karena beban hidup mereka akan makin meningkat, mereka tidak berwenang untuk mengubah aturan yang telah dibuat dan disahkan. Akhirnya, masyarakatlah yang menjadi korban.

Begitulah sistem kehidupan kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, telah mengizinkan negara menyerahkan tanggung jawab tata kelola layanan publik kepada korporasi swasta/operator, termasuk pembangunan infrastruktur jalan umum. Tabiat buruk kapitalisme menyebabkan pemerintah hanya berorientasi pada kelangsungan bisnis para korporasi (operator), bukan masyarakat. Bukannya memperhatikan masyarakat yang membutuhkan infrastruktur jalan yang bebas biaya, negara malah memberikan berbagai kemudahan kepada operator jalan tol.

Selama sistem kapitalisme diberlakukan di negeri ini, selama itu pula tarif tol akan terus naik dan sudah pasti akan membuat masyarakat semakin susah karena pemerintah sebagai penguasa malah berperan sebagai pengusaha.

Mereka akan mengutamakan dan mempertahankan investor daripada rakyat karena dengan banyaknya investor akan semakin banyak pula keuntungan yang didapatkan. Dengan itu pemerintahan dianggap telah berhasil menjalankan laju perekonomian dan mudah menjalankan sistem pemerintahannya. Padahal kebutuhan masyarakat masih banyak yang belum terpenuhi. Hak rakyat untuk mendapatkan sarana transportasi aman, murah dan terjangkau semakin sulit. Masyarakat sudah paham, jika jalan tol naik maka kebutuhan pokok akan ikut naik karena berpengaruh pada ongkos distribusi barang.

Dengan demikian, kita tidak bisa berharap bahwa kesejahteraan akan didapatkan dalam sistem kapitalis saat ini. Negara yang mempunyai kewajiban melayani rakyat dalam memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan, infrastruktur dan lalai justru akan abai dengan pengurusannya karena sibuk dengan posisisnya sebagai pelaku bisnis.

Hal ini berbeda sekali dengan pengaturan masyarakat dalam Islam. Fungsi negara dalam Islam adalah pelayan rakyat. Negara akan maksimal dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Karena jika tidak terpenuhi alias lalai maka pemimpin akan berdosa di hadapan Allah Swt.

Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pembangunan infrastruktur jalan bertujuan untuk kemaslahatan publik sebagai realisasi tanggung jawab penguasa dalam pelayanan kepada publik. Tidak ada biaya yang harus dibebankan kepada publik alias gratis.

Untuk alasan apa pun, pemimpin dalam Islam tidak dibenarkan menyerahkan tanggung jawab tata kelola pelayanan publik kepada swasta/korporasi, termasuk pengelolaan infrastruktur jalan umum.

Karena tujuan utama pembangunan infrastruktur adalah untuk kemaslahatan masyarakat umum bukan untuk kemaslahatan swasta atau korporasi, maka jalan umum tidak boleh dikelola swasta/korporasi yang mencari keuntungan sehingga orang yang tidak mampu membayar tidak boleh melintas di jalan. Hal semacam ini sangat dilarang di dalam Islam.

Pada dasarnya, masyarakat menginginkan jalan yang mudah dan cepat untuk mencapai tujuannya, agar segala aktivitas mereka dapat terlaksana dengan baik tanpa dibebani berbagai pembayaran yang memberatkan. Hal ini tidak mungkin terjadi di dalam sistem kapitalisme yang berorientasi mencari keuntungan materi semata, bukan memberi kemudahan dan bukan melayani publik.

Dengan demikian, negara harus segera beralih dari sistem kehidupan kapitalisme yang selalu membuat kesusahan, ke sistem yang memberikan kemudahan dan kesejahteraan, yaitu sistem kehidupan Islam.

Wallahu a’lam bish showab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *