KKB Papua Berulah, Bagaimana Solusinya?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

 Oleh: Siti Ma’rufah, S.Pd. (guru)

 

Papua kembali memanas. Seperti dilansir di media surya.co.id. bahwa Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua menyandera pilot dan tiga penumpang Susi Air selama 2 jam di Kabupaten Puncak, Papua pada Jumat (12/3/2021) lalu. Salah satu faktor penyebab aksi tersebut lantaran KKB Papua merasa kecewa karena tidak mendapatkan dana desa. Menanggapi aksi kekecewaan KKB Papua tersebut, Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigras, dan Daerah Tertinggal (Wamendes PDTT), Budi Arie Setiadi mengatakan, “KKB tidak berhak menerima dana desa. Hanya warga yang berhak,” ujarnya kepada Tribunnews, Minggu (14/3/2021).  Berbeda halnya dengan komentar dari Komisi I DPR yang menilai bahwa penyanderaan tersebut menjadi bukti masih lemahnya pengawasan aparat keamanan di Papua.

Berdasarkan fakta tersebut, ada beberapa hal yang dapat disoroti, yaitu:

Pertama, terulangnya kasus kekerasan yang dilakukan oleh KKB ini menunjukkan bahwa status KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) yang diberikan kepada kelompok tersebut tidak tepat. Pasalnya, KKB kerap menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, bahkan senjata api sehingga menimbulkan efek ketakutan yang meluas di masyarakat. Jika dilandaskan pada UU nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (UU Antiterorisme) dalam pasal 1 menyebutkan,

“Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan”.

Maka seharusnya pemerintah menetapkan kelompok tersebut sebagai terorisme. Namun hal ini belum terjadi karena pemerintah masih menimbang-nimbang untuk menaikkan status kelompok tersebut menjadi terorisme. Terkesan memberi kelonggaran kepada kelompok yang sudah jelas-jelas meneror, membunuh bahkan tidak segan-segan menyatakan keinginannya untuk memisahkan diri dari NKRI. Seperti dilansir di media detiknews yang memuat pernyataan dari KKB,  “Berikan kesempatan untuk kami merdeka sendiri”.

Berbeda halnya dengan banyak kasus yang menyeret umat Islam baik secara individu atau kelompok. Pemerintah sangat tanggap dan cepat dalam memutuskan status mereka sebagai terorisme. Walaupun belum jelas terbukti bahwa mereka melakukan aksi kekerasan, teror atau pernyataan niat melepaskan diri dari Indonesia. Bahkan kaki tangan pemerintah yaitu Densus 88 tidak segan-segan melakukan kekerasan serta intimidasi jika mereka tidak mengakui apa yang dituduhkan kepada mereka. Sebagaimana dilansir di media BBC News bahwa Data Komnas HAM menyebutkan lebih dari 100 orang yang diduga terlibat kasus terorisme tewas tanpa proses pengadilan, sebagian besar dari mereka ditembak mati ketika penangkapan. Masyarakat sangat menyayangkan sikap pilih kasih pemerintah dalam kasus ini. Padahal KKB sangat mengancam keselamatan rakyat Indonesia serta kedaulatan NKRI.

Kedua, berdasarkan komentar dari Komisi I DPR yang menilai bahwa penyanderaan tersebut menjadi bukti masih lemahnya pengawasan aparat keamanan di Papua, maka hal ini telah menginterpretasikan betapa lemahnya sistem keamanan negara Indonesia. Padahal jelas disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa Pemerintahan Negara  Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Maknanya adalah negara bertanggung jawab atas keselamatan warga negara Indonesia. Maka sudah seharusnya kasus ini ditangani dengan serius hingga tuntas.

Namun mengapa pemerintah seolah-olah tidak berdaya dalam menumpas kasus KKB ini? Patut diduga kekuatan KKB yang dipersenjatahi senjata api menunjukkan adanya campur tangan asing. Faktanya banyak ditemukan bahwa KKB ini mendapatkan asupan senjata dari asing seperti Filipina bahkan Amerika Serikat. Seperti dilansir dari media viva.co.id. dan merdeka. com. Selain itu, dilansir dari mediaumat.News bahwa Amerika sebagai negara yang telah menyerahkan Papua ke tangan Indonesia ternyata memiliki ambisi terselubung yaitu mengincar kandungan emas dan mineral berharga yang sangat besar di bumi Papua. Bantuan Amerika ini tidak gratis, perusahaan tambang Freeport perlahan-lahan masuk untuk menggerus kekayaan Papua. Hal inilah yang membuat rakyat Papua saat ini menderita. Mereka hidup di wilayah yang sangat kaya raya namun mereka hidup miskin. Pemerintah Indonesia menemui jalan buntu. Satu sisi pemerintah tidak bisa mengusir Amerika dari kekuasaannya di Papua, di sisi lain hal itulah yang menjadikan Papua menderita.

Maka mau tidak mau  pemerintah harus  tegas agar KKB ini tidak semakin meluas. Bagaimanapun caranya keamanan dan keselamatan masyarakat adalah yang utama. Selain itu, Pemerintah juga harus menjamin masyarakat Papua mampu hidup layak sehingga mereka tidak merasa miris terhadap hidupnya.

Hal ini  telah dicontohkan pada masa  Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq. Di masa sepeninggal Rasulullah saw., Abu Bakar dinobatkan sebagai pengganti Rasulullah. Di saat itulah muncul benih-benih makar di kalangan kaum muslimin. Salah satunya pimpinan Musailamah al Kazab. Gerakan yang mengajak murtad dari Islam. Dengan ketegasan Khalifah Abu Bakar dan bersandar pada aturan Allah dalam QS an-Nisa ayat 141, “Allah tidak akan pernah memberikan jalan kepada kaum kafir untuk memusnahkan kaum mukmin”. Selain itu, sabda Nabi Muhammad SAW, “Siapa saja mencabut ketaatan (kepada imam/khalifah), maka dia akan menghadap Allah tanpa hujah (yang bisa mendukungnya).” (HR Muslim). Maka dalam hal ini Khalifah memutuskan untuk memerangi mereka. Tentunya setelah menasihati. Ketegasan Abu Bakar ini dapat menjadi contoh menyelesaikan kasus makar Papua sampai akar-akarnya.

Selain itu Khalifah yang bertindak mengurusi urusan umat akan berusaha menjalankan aturan Islam dengan sempurna. Dengan memenuhi seluruh kebutuhan rakyat dan memaksimalkan pengelolaan harta negara maupun umum, Khilafah akan memberikan pelayanan terbaik. Sehingga benih-benih makar atas ketidakpercayaan atau ketidakadilan bisa diminimalisir.

Wallahu ‘lam bish-Showaab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *