Oleh: Indah Yuliatik
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun, diatur oleh pemerintah daerah. Pembiayaan keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya. Hal ini diatur dalam pasal 20 UU NO. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara
Sumber yang dihimpun laman berita Magetan Today (9/3/2020). Jika tidak aral melintang, bulan ini Pemerintah kabupaten (Pemkab) Magetan akan memboyong sepeda lipat dengan harga fantastis.Bagian Umum Pemkab Magetan menyiapkan dana Rp 21 juta untuk pengadaan satu unit sepeda lipat tersebut. ” Ya, hanya 1 unit,” kata Dwi Astutik, Kepala bagian (Kabag) Umum, Pemkab Magetan, Namun, Dwi Dwi Astutik belum dapat merinci speksifikasi sepeda lipat yang akan dibeli menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran (TA) 2020 tersebut.
Pengadaan Langsung (PL) sepeda lipat seharga puluhan juta tersebut akan dilaksanakan periode Januari 2020 – Maret 2020. Sedangkan barang akan dimanfaatkan periode Maret 2020 -Desember 2020
Pemerintah daerah memiliki kewanangan dalam menyusun APBD, kemudian menetapkan APBD sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Hal ini merupakan konsekuensi dari kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pendapatan daerah pun juga harus diperoleh dari daerah seperti industri, pariwisata, pajak dan lainnya.
APBD merupakan uang yang diperoleh dari masyarakat daerah setempat. Selayaknya digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan penting masyarakat. Pos pengeluaran ini, hendaknya digunakan untuk mensejahterakan masyarakat dalam segala aspek kehidupan, seperti sarana prasarana, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Bukan digunakan untuk kepentingan yang jauh dari kebutuhan masyarakat.
Pembelian sepeda lipat dengan harga fantastis per unitnya oleh pemerintah magetan, menimbulkan tanda tanya di masyarakat. Pembelian sepeda lipat tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan kebutuhan masyarakat, yang notabene menghasilkan APBD. Sangat disayangkan jika keputusan membeli sepeda lipat ini masih berlanjut.
Penetapan pembelanjaan APBD yang tidak jelas, sering dilakukan oleh pemerintah daerah diberbagai kota. Pemerintah pusat pun juga sering dalam membelanjankan terkesan boros. APBN digunakan untuk hal-hal yang tidak mensejahterakan masyarakat. Sehingga tida ada visi dan misi yang jelas dalam pengaturan APBD dan APBN. Keuangan digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya tidak manfaat dan hanya memakmurkan para pejabat tinggi saja.
Hal ini berbeda dengan khilafah, Khilafah sangat jelas dalam mengatur pos-pos keuangan negara. Pos pengeluaran dan pos pemasukan negara sangat dipikirkan oleh khalifah. Khalifah bekerja keras dan berfikir agar pos-pos pengeluaran APBN tidak mendzalimi masyarakat. Khalifah melakukan pengaturan ini sadar akan tugasnya, yaitu mengurusi urusan masyarakat dan melayani segala kebutuhan masyarakat.
Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR Bukhari-Muslim)
Kebutuhan masyarakat yang dicukupi oleh khalifah merupakan kebutuhan-kebutuhan pokok. Meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Selain itu, negara berkewajiban menyediakan modal, lapangan pekerjaan dan sarana prasarana bagi masyarakat terutama laki-laki. Disinilah peran APBN yang dimiliki khalifah diurusi oleh baitul mal, sehingga Pos-pos pengeluaran negara benar-benar digunakan untuk kebutuhan masyarakat.