Ketidakadilan Dipertontonkan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Agung Andayani

 

Ungkapan “hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas” tidak hanya sekedar ungkapan. Namun telah menggambarkan kondisi ketidakadilan di negeri ini.
Bisa kita saksikan kasus Ulama Habib Rizieq yang telah dinyatakan bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dan divonis 4 tahun penjara karena dinyatakan bersalah menyebarkan berita bohong terkait hasil tes swab dalam kasus RS Ummi hingga menimbulkan keonaran. Hakim menilai perbuatan Ulama Habib Rizieq meresahkan masyarakat.

Disi lain para koruptor yang telah mencuri uang rakyat sampai ratusan juta , milyaran bahkan triliyunan dihukum ringan yang tidak membuat efek jera. Sehingga kita dapati sampai hari ini jumlah kasus korupsi semakin lama bukannya makin berkurang sebaliknya tumbuh subur.
Berdasarkan pantauan yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2019, rata-rata hukuman yang dijatuhkan pengadilan terhadap koruptor hanya 2 tahun 7 bulan pidana penjara. Bahkan, terdapat 54 terdakwa korupsi yang divonis bebas dan lepas oleh pengadilan.

Pada tahun 2021 ini bisa diperkirakan berapa banyak peningkatan jumlah kasus korupsi. Apalagi ditengah-tengah pelemahan KPK. Dan sampai saat ini hasil pantauan ICW masi relevan.Setelah ditelusuri pasal yang digunakan untuk mengadili Ulama Habib Rizieq merupakan pasal warisan kolonial Belanda. Semestinya pasal tersebut tak lagi digunakan karena dianggap berbeda konteks. Koordinator Forum Rakyat,

Lieus Sungkharisma, Jumat (25/6) memberikan pernyataan bahwa “Bagaimana mungkin seorang yang hanya didakwa menyebarkan kebohongan melalui YouTube dan menyebabkan keonaran, divonis lebih berat dari kebanyakan vonis terhadap koruptor,
Keonaran apa yang sudah terjadi disebabkan oleh tes swab Habib Rizieq itu?”. Sekali lagi ketidakadilan dipertontonkan dan diumbar di dalam sistem sekuler demokrasi yang telah diterapkan didalam negeri.

Para Ulama, politikus, mahasiswa dan rakyat yang kritis pada penguasa divonis dengan hukuman tidak masuk nalar. Sementara pelaku kejahatan perampok harta rakyat, koruptor malah bisa bebas dari jerat hukuman.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *