Kerumunan di Tanah Abang Menurunkan Kepercayaan Publik

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh  : Fitria Yuniwandari

 

Sungguh membingungkan, di tengah perbincangan tentang larangan mudik 2021 telah terjadi  kerumunan di Pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat yang disesaki pengunjung pada Minggu, 3 Mei 2021. Lebih parah lagi  Rata-rata para pengunjung datang untuk berburu baju baru jelang Lebaran Idul Fitri 2021. Bahkan, Polda Metro Jaya turun tangan mengatasi kerumunan yang terjadi di Pusat Grosir Pasar Tanah Abang itu, karena tidak terkendali kerumunan yang terjadi.

Hal ini memicu cibiran dari masyarakat terkait kebijakan pemerintah tentang larangan mudik pada tahun 2021. Bagaimana tidak, pemerintah menetapkan larangan mudik agar mampu mencegah penularan covid 19 ternyata tidak diimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang lain. Misalnya, menutup tempat pariwisata dan tempat-tempat yang berpotensi terjadi kerumunan. Pemerintah hanya melarang mudik, bukan melarang rekreasi atau berlibur, dan bukan pula melarang berburu baju lebaran. Bahkan. Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta masyarakat tetap menyambut lebaran dengan penuh sukacita dan dengan tetap melaksanakan kegiatan belanja menjelang lebaran seperti membeli baju baru harus tetap berjalan. Tujuannya agar kegiatan ekonomi tetap berjalan.

Sebenarnya, apakah esensi dari kebijakan larangan mudik tersebut? Jokowi, mengatakan kebijakan pelarangan mudik ini diputuskan setelah melalui berbagai macam pertimbangan. Pertimbangan pertama adalah, terjadinya peningkatan tren kasus COVID-19 pasca empat kali libur panjang di tahun 2020. Apakah membuka tempat pariwisata dan perbelanjaan tidak akan menambah peningkatan kasus covid? Ketua satgas penangan covid 19, Doni Munardo menyatakan, “sejumlah aktivitas yang menciptakan kerumunan hampir pasti bisa menimbulkan penularan, menulari dan tertular satu sama lainnya”. Tempat perbelanjaan dan pariwisata adalah tempat yang sangat berpeluang terjadi kerumunan, apalagi pada saat liburan. Karena mudik dilarang, jadi tempat yang menjadi sasaran masyarakat adalah pariwisata dengan alasan refreshing. Jika memang begini adanya, dimana letak pemerintah serius menekan jumlah penularan covid 19?

Bupati Sumenep, Achmad Fauzi mengatakan, pembukaan tempat-tempat wisata tersebut akan dilakukan secara serentak pada H+1 Hari Raya Idul Fitri karena keinginan masyarakat dan untuk pemulihan ekonomi di sektor pariwisata. Bahkan di semua daerah melakukan kebijakan yang sama dan alasan yang sama, yaitu demi mendokrak ekonomi. Dari sini bisa dilihat bahwa pemerintah lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi dibandingan keselamatan rakyat. Maknanya, pemerintah lebih sayang kepada kapitalis dari pada raykatnya sendiri. Padahal seharusnya sebagai negara melindungi nyawa rakyat adalah hokum tertinggi. Akan tetapi, demokrasi-kapitalis memaksa pemerintah lebih memilih menyelematkan ekonomi daripada rakyat.

Hal ini menyebabkan kepercayaan publik kepada pemerintah kian tergerus karena disebabkan sistem yang diterapkan saat ini, yaitu sistem demokrasi-kapitalis. Karena itu, jika hendak kembali meraih kepercayaan publik, maka pemerintah harus berani untuk memilih sistem selain demokrasi. Agar pengelolaan urusan kehidupan umat ini sesuai fitrah, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa, serta memperhatikan tingkat kecukupan ekonominya hingga tingkat kebutuhan masing-masing individu masyarakat.

Tentu saja, sistem tersebut adalah sistem Islam, dengan format negara Khilafah Islamiah. Sistem inilah satu-satunya yang berasal dari Sang Khalik, sehingga dapat dipastikan mampu mengatasi seluruh problematik berikut mengelola berbagai urusan dalam kehidupan. Karena Dia-lah Yang Maha Mengetahui. Demikianlah, keseriusan penguasa mengurusi rakyat di era pandemi ini, benar-benar harus mencapai standar ikhtiar tertinggi disertai tawakkal terbaik, dalam pengaturan seluruh urusan kehidupan.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *