Kepercayaan Publik terhadap Parpol dan DPR Rendah: Buah dari Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kepercayaan Publik terhadap Parpol dan DPR Rendah: Buah dari Sistem Kapitalisme

 

Oleh Sulistiana, S. Farm.

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Dilansir dari JAKARTA, KOMPAS.com Peneliti utama indicator utama Indonesia Burhanudin Muhtadi membeberkan bahwa kepercayaan public terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan partai poliitik masih rendah.

Dalam survey indicator politik Indonesia masyarakat yang cukup percaya pada DPR dalam survei Indikator terkini mencapai 61,4 persen , yang sangat percaya 7,1 persen dan kurang percaya 26,6 persen. Dewan Perwakilan Rakyat berada di urutan kedua terbawah dalam tingat kepercayaan public terhadap lembaga sedangkan terhadap partai poliik menjadi yang paling rendah diantara lembaga lainnya. Burhanudin menyampaikan hanya 6,6 persen masyarakat yang sangat percaya terhadap partai politik , sedangkan yang cukup percaya 58,7 persen dan kurang percaya 29,5 persen.

Munculnya ketidakpercayaan terhadap parpol dan DPR sudah menjadi konsekuensi logis sebab realita parpol dan DPR yang digadang-gadang sebagai wakil aspirasi rakyat justru tidak membela kepentingan rakyat.

Sudah banyak bukti mengenai hal ini diantaranya kebijakan UU Ciptaker yang begitu kontroversial, rakyat telah bertahun-tahun melakukan penolakan sejak masih nenjadi Rancangan Undang-Undang. Rancangan Undang-Undang ini pun mendapat kritik terkait substansinya dan proses pengajuannya, namun faktanya DPR tetap melegalkan RUU ini menjadi Undang-undang. Bahkan sangat kentara anggota Dewan yang diklaim sebagai wakil rakyat justru hanya menjalankan amanah sebagai petugas partai.

Belum lagi parpol saat ini hanya pendulang suara saat pemilu padahal tugas mereka seharusnya mendidik kesadaran politik umat. Public bisa melihat banyak parpol yang massif melakukan rekrutmen dengan kaderisasi politikus instan agar partai politiknya masuk kualifikasi KPU, alhasil politikus yang ada bukan karena kapabilitasnya mlainkan modal dan popularitasnya.

Inilah konsekuesi penerapan sistem sekularisme demokrasi, sebuah sistem yang menegasikan aturan Allah SWT dalam kehidupan manusia yang justru memberikan kedaulatan hokum di tangan manusia. Sangat berbeda dengan sistem sistem Negara Islam yang merupakan sistm pemerintahan Rasulullah Saw, keberadaanya sistem ini adaklah bentuk praktis dari penerapan Syariat Islam oleh sebuah negara.

Islam diturunkan Allah sebagai sistem kehidupan manusia maka syariat didalamnya begitu meneyeluruh dan sempurna yang harus ditaati oleh semua pihak baik oleh raykat maupun pemerintah.

Hanya saja perlu dipahami Sistem dnegara Islam bukan negara malaikat yang tanpa cacat, sistem islam dalam Daulah Basyariyyah adalah negara yang dijalankan oleh manusia, dimana Potensi pemyimpangan dan kekeliruan sudah pasti ada. Untuk itu syariat telah mengatur rakyat maupun pemerintah menjalankan perannya masing-masing sehingga syariat Islam tetap ada di muka bumi ini. Dari sisi negara, syariat telah menetapkan bahwa negara adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam menetapkan, meneraokan, dan mengawasi jalannya pemerintahan agar sesuai dengan Syariat Islam.

Hal ini terlihat dari slah satu pilar negara Islam yang dijelaskan dalam sebuah buku Bunga Rampai Pemikiran Intelektual Muslim seputar Syariah dan Sistm negara Islam, pilar tersebut adalah “Hanya Khil4fah saja yang berhak melegislasikan hokum-hukum syariat dan melegilasi UUD dan segenap UU”.

Dimana makna pilar ini berkaitan dengan Intelektual wewenang Negara Islam dalam mengatur undang-undang yang berlaku. Dalam sistem negara Islam kedaulatan hukum berada di tangan Syariat, sedangkan pemimpin negara hanya pelaksana saja. Kerena itu tugas pemimpn negara sebatas melislasikan hukum Syara’ menjadi undang-undang umum dan bersifat mengikat.

Hal ini didasarkan pada Ijma’ sahabat yang melahirkan kaidah syar’iah yang termasyhur Amrul Imam yarfa’ul khilaf, perintam imam menghilangkan perbedaan pendapat juga ada kaidah syar’iah lain yang tak kalah masyhur ‘’lIl iman an yuhditsa minal aqdhiyati bi qadri maa yahdustu min musykilat’’ yang artinya Imam berhak memutuskan baru sejalan dengan persoalan-persoalan baru yang terjadi. Inilah yang membedakan produk hukum sistem negara Islam denga demokrasi.

Dalam sistem negara Islam hukum bersumber dari Al-qu;an dan As sunah yang ditetapkan oleh pemimpin negara sedangkan dalam demokrasi hukum berdasarkan kesepakatn bersama sesuai kepentingan pihak tertentu. Inilah yang meneybabkan perpecahan dn ketidakpuasan antara rakyat dengan pemerintah.

Meski hak legalisasi hukum ada di tangan pemimpun negara namun rakyat juga memiliki peran dalam proses berjalannya negara agar tetap dalam koridor syariat. Syariat menetapkan bahwa wajib ada amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukan oleh partai politik, Majelis Ummah dan segenap warga negara sistem negara Islam. Perintah ini merupakan bentuk chek and balance berjalannya pemerintahan Islam.

Tugas utama partai poltik dalam sisrtem negara Islam adalah mendidik kesadaran umat Islam, selain itu juga melakukan control dan muhassabah terhadap negara agar selalu menerapkan Syariat Islam di dalam negeri maupun kebijakan-kebujakan di luar negeri.

Jika pemerintahan Islam melakukan penyimpangan-penyimpangan maka partai politik akan melakukan koreksi dan muhasabah terhadap negara bahkan ia akan mengerahkan kekuatan rakyat untuk melalukan koreksi dan muhassabah penguasa. Hanya saja meski partai politik melalukan koreksi dan muhassabah, mereka tidak menjadikan diri mereka sebagai kekuatan oposisi yang menentang kebijakan negara atau mendudukan diri mereka sebagai pendukung kebijakan negara.

Parpol hanya melakukan koreksi ketika negara atau pepmimpin negara melakukan pemyimpangan terhadap hukum syariat. Begitu pula Majelis Ummat sebagai tempat aspirasi warga negara islam, hak anggota majelis umat dari perwakilan warga Muslim ialah menyampaikan kebutuhan warga dan mengoreksi kebijakan negara sedangkan anggotanya dari perwakilan warga kafir dzimmi ialah menyampaikan apakah kebujakan negara yang berlaku bagi mereka membawa keadilan atau mendzalimi mereka, bahkan Syariat telah menetapkan Mahkamah Madzalim yang aka menuntaskan perkara angara rakyat dengan negara.

Hal ini semua wajib dilakukan agar Islam terus menerus ada dan diterapkan dalam kehidupan sehingga keadilan yang dijanjikan oleh Allah SWT dapat terwujud. Seperti inilah mekanisme check and balance antara peguasa dalam negara Islam dan warga negaranya. Sudah seharusnya kita bersama-sama berjuang untuk menerapkan Syaruat Islam dalam bentuk negara Islam.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *