Kenaikan Tarif Tol Secara Berkala, Sudah Terencana?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kenaikan Tarif Tol Secara Berkala, Sudah Terencana?

Riskah Iskandar

Kontributor Suara Inqilabi

 

Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) mengumumkan rencana kenaikan tarif untuk 13 ruas jalan tol pada Kuartal I-2024. Kenaikan tarif tol akan dilakukan setelah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) jelas Munir selaku kepala BPJT.

Daftar ruas tol yang akan mengalami kenaikan tarif mencakup diantaranya, Jalan Tol Surabaya-Gresik, Jalan Tol Kertosono-Mojokerto, Jalan Tol Bali-Mandara, Jalan Tol Serpong-Cinere, Jalan Tol Ciawi-Sukabumi, Jalan Tol Pasuruan-Probolinggo, Jalan Tol Makassar Seksi 4, Jalan Tol Dalam Kota Jakarta, Jalan Tol Gempol-Pandaan, Jalan Tol Surabaya-Mojokerto, Jalan Tol Cikampek-Palimanan (Cipali), Jalan Tol Cibitung-Cilincing Seksi 1, Jalan Tol Integrasi Jakarta-Tangerang dan Tangerang-Merak. (Kompas.tv, 16/1/24)

Kenaikan tarif tol yang rutin dilakukan setiap 2 tahun sekali merupakan penyesuain tarif tol yang sudah ditetapkan berdasarkan UU Jalan No. 2 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Di dalam Pasal 48 Ayat 3 tertulis bahwa evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan SPM jalan tol. (Kompas.com, 15/1/24)

Dalam artikel Republika.co.id dengan judul “Kenapa Tarif Tol Naik Setiap 2 Tahun?”. Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan jalan tol merupakan tulang punggung sistem transportasi Indonesia, yang mampu mengefesienkan perjalanan dan mendorong perkembangan sektor ekonomi. Maka dari itu untuk menjaga keberlanjutan jalan tol, penyesuain tarif tol adalah sesuatu yang lumrah yang tidak bisa di hindari. Agus juga menilai penyesuain tarif tol ini adalah cara kritis untuk menjaga keseimbangan antar pembiayaan operational, pemeliharaan kualitas jalan tol dan memastikan Iklim investasi yang kondusif. (Republika.co.id)

Kenaikan atau penyesuain tarif tol dikatakan “penyesuaian” seolah-olah berkonotasi “terpaksa”, tak ada pilihan, ditambah aturan main terkait kenaikan tarif tol yang sudah termaktub (ditetapkan) dalam UU Jalan dengan dalih pengaruh laju inflasi dan evaluasi terhadap pemenuhan SPM jalan tol. Semua pasti sepakat bahwa yang dapat menikmati infrastruktur ini tidak semua kalangan dikarenakan tarif yang tidak murah, mengingat pengelolahnya bukan pemerintah, namun diserahkan ke swasta.

Kerjasama antara Pemerintah dan pihak swasta atau yang biasa disebut KPS dilakukan karena keterbatasan dana baik APBD maupun APBN, sedangkan disisi lain terdapat kebutuhan akan peningkatan pelayanan infrastruktur maka diperlukan kerjasama atau partisipasi dari swasta untuk dapat membantu pemerintah dalam peningkatan pelayaan infrastruktur. (kompasiana,31/12/15)

Selain KPS (Kerjasama Pemerintah dengan Swasta) pemerintah juga menerapkan konsep good governance. Dalam penerapan Konsep good governance sendiri dibutuhkan kerjasama yang baik antara tiga aktor utamanya, yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil. Artinya dalam konsep ini pemerintah harus membuat kebijakan yang sesuai dengan kemauan swasta.

Inilah gambran rusaknya sistem kapitalisme dimana keuntungan menjadi standar pelayanan public maupun kepada rakyat, termaksud Kerjasama dengan pemerintah setiap investasi yang mereka tanamkan harus menghasilkan keuntungan.

Jadi jangan heran kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui UU No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 2005 tentang jalan tol, penyesuai tarif tol dilakukan secara berkala tiap dua tahun sekali, sudah sangat terencana. Dan kalau kita telisik lebih dalam lagi alasan penyesuain tarif tol sebagai bentuk pengevaluasian terhadap pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) artinya cukup melakukan pelayanan yang standar saja, tidak perlu pelayanan yang maksimal atau full service.

Inilah gambaran nyata sistem demokrasi kapitalisme dimana Pemerintah hanya bertindak sebagai regulator yang sangat abai dalam mengurusi rakyatnya. Tidak heran segala bentuk layanan publik seperti jalanan pun di komersialisasi, karena sudah tabiatnya, standar pelayanan publik tergantung dari keuntungan yang didapatkan. Sistem yang melahirkan aturan yang berasaskan manfaat dan mudharat, bukan berlandaskan halal haram.

Tentu ini sangat berbeda dalam Islam, Islam memandang bahwa infarstruktur khususnya Jalan adalah kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi, dan tanggung jawab negara adalah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik itu infrastruktur seperti jalanan, Pendidikan, Kesehatan hingga sandang pangan. Inilah bentuk ri’ayah syuunil ummah mengurusi umat secara terus menerus. Dan semua bentuk kebutuhan rakyat didapatkan secara cuma-cuma atau gratis.

Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadist diatas menjelaskan bahwa seorang pemimpin atau kepala negara harus senantiasa menjaga dan memenuhi apa-apa saja yang menjadi kebutuhan rakyatnya, bukan malah diserahkan kepada pihak lain seperti swasta apalagi menjadikan rakyat sebagai objek bisnis. Hal ini dikarenakan pemerintah betul-betul memimpin karena keimanan atau Aqidah Islam. Pemerintah sadar betul bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT.

Maka dari kenaikan atau penyesuai tarif tol ini bukan semata-mata untuk memenuhi kesejahteraan rakyat, lebih dari itu. Kenaikan tarif tol ini mengindikasin bahwa negara ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dari rakyatnya, bahkan dalam hal traportasi publik.

Wallahu a’lam bish-shawab

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *