Kemandirian Pangan Bisakah Terwujud

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Agung Andayani

 

Harga-harga bahan pangan melambung bahkan ada bahan pangan yang langka dipasar. Kenaikan harga pangan ini bukan pertama kali ini saja. Hal ini telah membuat rakyat semakin bertambah berat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Ditambah lagi dalam kondisi pandemi dan resesi ekonomi. Yang sangat berdampak pada keluarga. Seperti dapat mempengaruhi kesehatan anak-anak, tumbuh kembang fisiknya dan mentalnya.

 

Kenaikan harga pangan ini tak lepas dari kebijakan pemerintah yang ikut turut ambil bagian. Yaitu UU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintahan Joko Widodo dan disahkan DPR RI pada 5 Oktober lalu. Tentunya dapat berpotensi membawa Indonesia terjebak dalam kebiasaan impor produk pertanian. Henry Saragih Ketua Umum Serikat Petani (SPI) Indonesia mengatakan pelonggaran impor pangan tampak jelas dalam revisi UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan). tirto.id

 

UU Cipta Kerja menghapus frasa pasal 30 ayat (1) beleid itu yang berbunyi: “setiap orang dilarang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah.” Dalam UU Cipta Kerja versi 812 halaman, pasal 30 ayat (1) diubah menjadi: “Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor dengan tetap melindungi kepentingan petani.” Frasa “mengutamakan produksi pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional” dalam pasal 15 juga ikut dihapus. tirto.id

 

Bagaimana bisa UU yang disahkan tidak memihak kepada rakyat. Sebaliknya memihak pada kepentingan segelintir orang (aseng dan asing). Negeri yang tanahnya luas dan subur namun mayoritas pemenuhan bahan pangannya tergantung kepada importir. Dari mulai beras, kedelai, gula, bawang putih dan lainnya. Pelan tapi pasti lama kelamaan bangsa ini dapat bergantung sepenuhnya kebutuhan bahan pangan kepada bangsa lain. Negeri ini seperti digiring untuk dikuasai para kapital.

 

Impor bahan pangan yang ugal-ugalan sangat berdampak pada harga bahan pangan. Harga bisa dipernainnkan dan  ujungnya pada kemandirian bangsa bisa terancam. Inilah buah hasil penerapan sistem buatan manusia sistem kapitalis.

 

Adakah alternatif sistem lain? Jawabnya, ada. Yaitu sistem yang berasal dari wahyu Ilahi yakni sistem Islam. Islam tidak hanya sekedar agama namun juga sebagai idiologi. Yang memiliki peraturan dalam menyelesaikan semua problematika kehidupan.

 

Sisten pemerintahan Islam/khilafah akan  menghentikan ketergantungan impor bahan pangan dan mewujudkan kemandirian pangan. Karena pemenuhan kebutuhan pangan merupakan kewajiban bagi khilafah dan pendistribusiannya harus sampai ke tingkat individu.

 

Urusan pangan tidak bisa diremehkan. Maka negara akan mencurahkan perhatiannya dengan memberi subsidi besar bagi para petani agar mereka dapat memproduksi pangan, biaya produksi ringan, dan keuntungan bisa besar. Dan tentunya berkaitan erat dengan lahan pertanian, alat produksi, dan petani itu sendiri.

 

Oleh karena itu sisten pemerintahan Islam/khilafah akan mengambil kebijakan jika negara mau menerapkan sistem Islam. Yaitu langkah pertama akan menghentikan impor, berdayakan sektor pertanian. Tidak bisa dipungkiri menjamurnya industri-industri telah menggeser lahan pertanian beralih fungsi dan banyak para petani pun yang beralih profesinya. Akibatnya negeri ini banyak kehilangan lahan pertanian dan pengelolanya/petani.

 

Selanjutnya khilafah mengambil kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian serta  kebijakan distribusi pangan yang adil dan merata. Intensifikasi dilakukan dengan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia. Diiringi dengan memberikan modal bagi siapa saja yang tidak mampu dan pengembangan Iptek pertanian.  Adapun ekstensifikasi dapat dilakukan dengan membuka lahan-lahan baru dan menghidupkan tanah mati (mengelola tanah siap untuk ditanamin).

 

Agar distribusi pangan sampai kepada setiap ke per kepala. Maka khilafah akan melarang penimbunan barang dan permainan harga di pasar. Dengan larangan ini maka stabilitas harga pangan akan terjaga dan dimastikan tidak adanya kelangkaan barang akibat menimbun barang. Sehingga kebutuhan pangan per kepala setiap keluarga akan terpenuhi.

Waallahu a’lam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *