Kecurangan PPDB, Polemik Kebijakan Sistem Zonasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kecurangan PPDB, Polemik Kebijakan Sistem Zonasi

Oleh Iin

(Aktivis Muslimah Kab. Bandung)

 

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi menjadi polemik belakangan ini, setelah keluhan disampaikan oleh sejumlah pihak di daerah. Sistem zonasi PPDB sendiri merupakan jalur pendaftaran bagi siswa sesuai dengan ketentuan wilayah zonasi domisili yang ditentukan pemerintah daerah.

Seperti yg dituliskan di berita detikjabar tanggal 18 Juli 2023, Dinas Pendidikan Jawa Barat mengungkap data terkait 4.791 siswa yang melakukan kecurangan pemalsuan data dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023. Dari data yang diungkap Dinas Pendidikan Jabar, Kabupaten Bogor menjadi daerah yang siswanya paling banyak melakukan kecurangan. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Jabar Wahyu Mijaya. Wahyu mengatakan, ada tiga daerah di Jabar dengan angka kecurangan paling banyak. Selain Kabupaten Bogor, ada Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bandung di urutan kedua dan ketiga.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bakal mengevaluasi pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara menyeluruh. Termasuk di dalamnya PPDB sistem zonasi (detikjabar, 2/8/2023). Emil menyatakan bahwa pemerintah provinsi Jawa Barat di bawah kepemimpinannya tidak menoleransi para pelanggar aturan kaitannya pada pelaksanaan PPDB. Emil juga mengatakan, saat ini untuk sekitar 4.700 siswa yang diduga kedapatan melakukan kecurangan sudah dibatalkan proses PPDB-nya. Jika dugaan itu benar adanya maka akan ditindaklanjuti.

Kebijakan sistem zonasi pada mulanya bertujuan baik, yakni menghilangkan favoritisme sekolah dan penampakannya terlihat dari sarana dan prasarana yang tersedia. Dengan kebijakan zonasi, ini diharapkan dapat terminimalkan. Selain itu, dengan adanya zonasi, di samping siswa dapat menikmati layanan pendidikan secara merata, peserta didik yang jarak rumah dan sekolah berdekatan bisa menghemat biaya transportasi.

Inilah harapan semua orang tua. Namun harapan ini pupus dengan banyaknya kecurangan. Sebenarnya permasalah pokok dari semua ini adalah cara pandang masyarakat mengenai sekolah favorit yang bergengsi dan tidak favorit. Ini tidak terlepas dari paradigma pendidikan sekuler kapitalistik yang mengukur segalanya dari materi. Contohnya, sekolah favorit hanya untuk orang-orang pintar dan kaya, disertai adanya fasilitas, tunjangan, dan sarana prasarana yang bagus. Pada akhirnya, kesuksesan seorang anak diukur dari nilai materi saja.

Dengan demikian, ada orang tua yang rela menghalalkan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang fasilitasnya sudah bagus dan dikenal sebagai sekolah unggulan atau berprestasi. Ada pula yang tidak berkenan dengan sekolah yang dekat dengan rumah lantaran fasilitas penunjang belajar dinilai minim dan kurang berkembang. Sehingga banyak orang tua lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah swasta meski berbiaya mahal, ketimbang sekolah negeri yg minim sarana dan prasarananya. Ini artinya, dari aspek penyediaan fasilitas sekolah, pemerintah lalai memberikan pelayanan pendidikan secara merata.

Sedangkan menurut Islam, yang harusnya diperhatikan dalam permasalahan ini adalah mengurai pokok persoalan, yakni mengubah paradigma masyarakat tentang sekolah dan sistem yang menaunginya. Negara berperan penting dalam menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkualitas dan unggul, yaitu menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam.

Dalam pandangan Islam, visi misi sekolah ialah membentuk generasi berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan), bukan sekadar berburu nilai koginitif, mengejar gengsi dan prestise, atau membuat anak cerdas secara akademis, tetapi minus kepribadian mulia. Pandangan masyarakat perihal sekolah favorit dan tidak favorit pun akan berubah seiring diterapkannya pendidikan Islam.

Kemudian juga menyediakan infrastruktur dan fasilitas yang menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Ini adalah kewajiban negara sebagai penanggung jawab pembangun SDM yang berkualitas. Negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai, seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak perlu ada sistem zonasi. Semua sekolah diunggulkan, dan para siswa, mau sekolah di mana saja, karena fasilitasnya yang merata.

Negara juga wajib menyediakan SDM yang bermutu dan profesional, tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor dan lembaga pendidikan. Kehadiran guru yang profesional cukup berpengaruh pada kualitas sekolah di masyarakat. Mekanisme ini dapat terlaksana jika negara mengatur tata kelola pendidikan dengan cara Islam. Bukti kegemilangan pendidikan Islam sudah tercatat dalam sejarah. Islam mampu membentuk generasi cemerlang yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan cerdas tanpa mengurangi ketinggian akhlak dan kepribadian mereka.

Wallahua’lam bishshawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *