Oleh: Rahmi Surainah, M.Pd, (Warga Kutai Barat, Kalimantan Timur)
Pemerintah menargetkan konstruksi IKN baru bisa dimulai akhir 2020. Harmonisasi penyusunan payung hukum guna memuluskan niatan tersebut pun terus dikebut. Pemerintah optimis segala perencanaan bisa segera rampung dengan mempersiapkan aspek legal atau dasar hukum pemindahan ibu kota negara (IKN). Targetnya, rancangan undang-undang (RUU) IKN rampung pada 2020. Selanjutnya, pembangunan dimulai semester akhir di tahun yang sama.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut B. Pandjaitan menuturkan, segala perencanaan tengah dipersiapan secara matang. Ia menegaskan, seluruhnya bisa dirampungkan dalam waktu setahun. Luhut menargetkan, pembangunan bakal rampung selama tiga tahun. Sehingga, pemerintahan bisa segera diboyong ke sana.
Ditemui dalam kesempatan yang sama, Menteri PPN- Bappenas Soeharso Manoarfa mengaku tengah ngebut untuk menyelesaikan Peraturan Perundang-undangan yang melekat pada Persiapan, Pemindahan dan Pembangunan IKN. Baik itu harmonisasi peraturan presiden (perpres) maupun undang-undang perpindahan IKN.
“Selama ini mungkin (aturan perpindahan, red) masih terdapat di beberapa UU, namun nanti akan kita tarik menjadi satu UU tersendiri dengan proses atau mekanisme Omnibus Law,” ujarnya. Sementara perpres akan digunakan untuk landasan pembentukan badan otoritas.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menambahkan, pembahasan omnibus law sekarang terus berjalan. Ia menargetkan, pembahasannya selesai sebelum reses DPR pada Desember 2019 nanti. (https://kaltim.prokal.co/read/news/363578-pembangunan-ikn-baru-ditargetkan-akhir-2020.html)
Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa juga mengungkapkan, dalam UU IKN yang baru, akan diputuskan beberapa hal penting. Salah satunya, definisi ibu kota negara juga menyangkut proses penamaan IKN yang baru di Kaltim dan skema pembiayaan. RUU IKN diharapkan bisa masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020.
RUU IKN juga bisa menjadi contoh penerapan ide omnibus law. Itu disampaikan pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie saat menjadi narasumber tunggal di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Jimly mengatakan, sangat urgen memasukkan RUU IKN menjadi prolegnas prioritas. Sebab, UU IKN dibutuhkan sebagai dasar hukum untuk memulai langkah konstitusional pemindahan ibu kota. Baik dalam penetapan anggaran APBN maupun pemindahan secara fisik. ”Sekaligus bisa menjadi pilot project dalam penerapan omnibus law seperti yang diminta Pak Presiden,” papar Jimly.
Pembahasan RUU IKN harus diikuti dengan perbaikan atau revisi sejumlah UU sekaligus. Menurut Jimly, sedikitnya ada 40 UU terkait yang disederhanakan. Yakni, menyangkut kementerian, lembaga, atau komisi-komisi negara yang menyebut kedudukan di ibu kota negara. Termasuk UU Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). ”Pasal dalam UU yang menyebut ’berkedudukan di ibu kota negara’ harus ikut diselaraskan. Agar tidak tumpang-tindih dan saling bertentangan dengan UU IKN,” paparnya.
UU IKN yang baru, kata Jimly, juga harus menjawab di mana kedudukan lembaga-lembaga negara. Prioritas utama yang dipindah adalah istana presiden, istana wapres, serta kantor-kantor lembaga tinggi negara seperti MPR, DPR, DPD, Mabes Polri, dan Mabes TNI. ’’Apakah cukup dibatasi hanya pada pusat-pusat pemerintahan tertentu. Ini semua harus dibahas serius oleh pemerintah bersama-sama DPR,” jelasnya.
https://kaltim.prokal.co/read/news/363780-awal-tahun-draf-ruu-rampung-akhir-tahun-groundbreaking-di-ikn.html
Kebut Omnibus Law Bukti Kerusakan Demokrasi
Kata omnibus law berasal dari bahasa latin, artinya UU untuk semua. Latbel munculnya rencana omnibus law untuk IKN diawali dari pidato Jokowi pada 22 Oktober 2019 tentang upaya mempercepat pembuatan payung hukum yang mencakup berbagai aspek cukup dalam satu UU terpadu. Untuk waktu dekat RUU Omnibus tentang IKN bisa menjadi pilot projek dan merupakan terobosan baru dalam proses pembuatan per-UU-an di negara Demokrasi ini.
Sebenarnya omnibus law menuai pro kontra. Pakar hukum yang sepakat menganggap omnibus law sebagai penyederhanaan legislasi dan kodifikasi adminstrasi (Prof Dr Jimly Asshiddiqie, SH). Sedangkan yang kontra menurut Feri Amsara dosen Univ Andalas dan Direkrut PUSako, omnibus law sebagai kitab UU yang mempermudah investasi (Feri Amsara).
Memang kalau dikritisi lebih tajam rencana omnibus law merupakan UU atau kebijakan yang seakan memaksakan demi mencapai tujuan dalam waktu cepat dan singkat serta mencegah UU yang sebelumnya ada atau UU yang terkesan menghalangi. Yang diuntungkan dalam UU tersebut jelas kepentingan investor swasta/ asing dan syahwat kekuasaan.
Pemerintah seakan tidak mau menyia-nyiakan waktunya selama menjabat dengan percepatan proyek IKN ini. Mungkin kalau perlu pemerintah pun akan memperpanjang masa jabatannya agar proyek IKN tetap ada dan terus berjalan. Entah berapa janji atau kerja sama yang sudah pemerintah sepakati dengan asing demi IKN baru. Tanpa melibatkan rakyat dan memprioritas kedaulatan negara pemerintah seakan maju terus dengan slogan jangan alergi dengan investasi.
Atas nama investasi melalui proyek IKN dengan dibuatnya payung hukum omnibus law pemerintah seakan membiarkan penjajah/ para kapitalis menguasai SDA secara legal. Eksploitasi dan liberalisasi SDA, termasuk alih fungsi lahan dalam proyek pembangunan IKN pun akan semakin “menggila”.
Omnibus law untuk kebut proyek IKN sebenarnya hanya menguntungkan segelintir orang, yakni para pemilik modal yang memberi utang berupa kerja sama atau investasi. Sedangkan rakyat Indonesia kembali menjadi tumbal dari keserakahan para kapitalis si pemilik modal.
Inilah yang terjadi dalam negara demokrasi, UU dibuat berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan penguasa. UU dibuat mengatasnamakan rakyat dan untuk kepentingan rakyat pada faktanya hanya memuluskan kepentingan para kapitalis (UU pesanan).
UU dalam Islam
Kata UU dalam Islam memang merupakan istilah asing yang digunakan untuk menyebut segala hal yang ditetapkan oleh penguasa agar dijalankan oleh masyarakat. UU didefinisikan sebagai “seperangkat aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan memiliki kekuatan yang mengikat rakyat dan mengatur hubungan antar mereka”. (dalam buku Peraturan Hidup dalam Islam, An-Nabhani: 143)
Tidak ada larangan untuk menggunakan istilah UU, namun yang dimaksud istilah Islam adalah hukum syara’ yang dilegalisasikan Khalifah. UU dalam Islam sumbernya berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, lahir melalui ijtihad para Mujtahid. Kedaulatan hanya milik Syara’ dan Khalifah akan melegalisasikan UU tersebut.
Sesuatu yang disusun berdasarkan metode kodifikasi hukum tidak dapat dijadikan rujukan dan sandaran dalam pengambilan hukum sebab salah satu bentuk penyerupaan terhadap perundang-undangan Barat. Apalagi Omnibus Law yang memang merupakan produk buatan manusia berdasarkan kepentingan tertentu, lahir dari sistem kapitalis sekuler dari aspek akidah termasuk Syirik besar. UU tersebut tidak mengakui Allah satu-satunya pembuat hukum tetapi justru menyaingi Sang Pembuat Hukum dengan membiarkan orang kafir menguasai SDA melalui proyek IKN.
Omnibus Law membuktikan semakin durhakanya manusia yang tidak mengakui Allah Al-Kholiq Al-Mudabbir. Padahal, Allah Sang pembuat hukum, manusia harus taat dengan aturan Allah. Haram bagi manusia untuk membuat hukum atau UU. Hukum adalah milik Allah, manusia tidak berhak membuat hukum.
Sejatinya, Omnibus Law sebagai payung hukum IKN adalah produk UU yang semakin mengokohkan cengkeraman penjajahan asing (neoimperalisme) di negeri kaum muslim maka hukumnya haram. Oleh karena itu, kaum muslim harus sadar akan bahaya pindah IKN yang semakin memperkokoh penjajahan dan liberalisme.
Wallahu’alam…