Keamanan Data, Tanggung Jawab Siapa?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Keamanan Data, Tanggung Jawab Siapa?

Ummu Syifa

Kontributor Suara Inqilabi

 

Sudah banyak terdengar kabar banyaknya kasus kebocoran data. Kalau dibiarkan akan mengakibatkan bahaya tak terkendali terjadi karena hakekatnya ini sebuah wilayah pribadi yang harus dijamin keamanannya. Siapa sebenarnya yang bertanggung jawab dalam hal ini?

Mengutip dari jpnn.com (25/1), keamanan digital dalam menghadapi Pemilu 2024 menjadi pembahasan penting dari webinar literasi digital yang digelar Ditjen Aptika Kementerian Komunikasi dan Informatika. Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus menyebut bahwa di era digital saat ini media sosial kian salah digunakan. Musababnya, kini hal tersebut menjadi tempat sarana penyebaran informasi hoaks, SARA, dan lainnya yang menyesatkan masyarakat.

Mengutip dari Katadata (28/1), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi. Salah satunya, dari dugaan kebocoran sistem informasi daftar pemilih pada November 2023 lalu. Kasus kebocoran data di negeri ini berkali-kali terjadi. Beberapa kasus dugaan kebocoran data, di antaranya pertama, kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2022. Kedua, dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023. Ketiga, dugaan kebocoran 35,9 juta data dari MyIndihome pada Juni 2023. Keempat, dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023. Kelima, dugaan kebocoran 337 juta data Kemendagri pada Juli 2023. Keenam, dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di KPU pada November 2023.

Belum lagi kasus kebocoran data pada tahun sebelumnya yang pernah diungkap seorang peretas ‘Bjorka’. Ia mengaku memiliki 1,3 miliar data dari proses registrasi SIM card dan 105 juta data penduduk dari KPU.

Akar Masalah

Suatu paraturan yang diadopsi negara saat ini masih belum mampu bertindak tegas mampu mencegah kebocoran data, terlihat dari fakta- fakta yang menimpa publik semakin menandakan jauh dari harapan. Transformasi digital haruslah diimbangi dengan kesiapan negara mencegah dan menangani hal-hal yang mungkin terjadi pada masa mendatang. Apalagi dunia siber Indonesia masih rawan dan rentan dengan kejahatan dunia digital.

Melindungi data pribadi warga merupakan tugas pokok negara. Oleh karenanya, negara wajib menjalankan tugas tersebut dengan segala daya dan upaya. Kebocoran data yang terus berulang menunjukkan lemahnya negara dalam membentuk sistem keamanan data. Beberapa di antara indikatornya adalah sebagai berikut.

Negara yang tegak dengan asas Kapitalis Sekuler saat ini terlihat dari penyedian SDM yang kurang mumpuni dan belum sepenuhnya menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya. Jika ada kebocoran data, maka ada kelemahan sistem dan kinerja ala kadarnya, serta sangsi yang kurang tegas.

Negara saat ini mempunyai keterbatasan infrastruktur, fasilitas, sarana, dan prasarana yang mendukung perlindungan data. Jika sarana dan prasarana mewujudkan sistem IT yang hebat masih terbatas dan dana belum memadai, kebocoran data akan mudah terulang kembali.

Negara hanya mewujudkan SDM yang siap bekerja bukan melahirkan ilmuan sejati yang berdedikasi untuk kemaslahatan umat tapi fokus kepada pencapaian keuntungan materi. Banyak ditemukan masyarakat yang punya keahlian dan potensi lebih tapi negara abai dari perhatian dari mulai menggaji yang kurang layak dan penyedian alat, bahan untuk menuju keberhasilan. Sehingga anak bangsa memilih untuk bekerja sesuai keinginanan sendiri, banyak pada akhirnya bekerja untuk luar negeri karena lebih dihargai dan menguntungkan.

Bagaimana Solusi Islam?

Salah satu tugas pokok negara adalah memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi setiap warganya, termasuk data pribadi. Dalam membangun sistem keamanan data yang baik, perlu untuk mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana, serta instrumen hukum yang hebat. Apa peran negara dalam hal ini, diantaranya :

Negara dalam Islam mampu mencetak SDM berkualitas dan unggul dari segala aspek melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam bukan sekadar mencetak generasi dengan ruhiyah tinggi, tetapi juga melahirkan ilmuwan, cendekiawan, dan pakar dengan keahlian di berbagai bidang secara mumpuni.

Sistem pendidikan dalam Islam akan mewujudkan pemimpin sekaligus Ilmuan yang karyanya diperuntukan untuk kemaslahatan umat manusia dan dorongan berkarya muncul dari sebuah kewajiban dan penghargaan dari negara yang luar biasa.

Kesiapan negara dalam membangun infrastruktur dan fasilitas digital demi keamanan data suatu keharusan. Dalam Islam negara mendapatkan pos pemasukan dari baitul mal yang berasal dari kekayaan milik umum yang dikelola negara seperti minyak bumi, batu bara, dan tambang lainnya. Tidak ditemukan dalam sejarah Islam negara membiarkan privatisasi seperti saat ini. Dalam Islam negara menjalankan peraturan semaksimal mungkin sebagai pencegahan hal yang tidak diinginkan dan mampu memberi hukuman kepada rakyat yang berbuat diluar batas syariat.

Hendaklah negara mampu membuat tercukupi biaya pribadi rakyatnya dengan memberikan gaji yang cukup sehingga mampu bekerja dengan profesional dan penuh tanggung jawab. Data masyarakat merupakan hal yang perlu dijaga, adanya perlindungan merupakan jaminan sebuah negara. Negara kapitalis sekuler tidak akan mampu mewujudkannya hanya negara yang menjalankan aturan Islamlah harapan kita saat ini.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *