Keadilan Penegakan Hukum Sekuler Dipertanyakan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Atika Marsalya (Aktivis Dakwah)

 

Kabar viral sering kali mencuri perhatian publik. Kali ini tagar #PercumaLaporPolisi sempat memuncaki perbincangan di dunia maya. Hal ini adalah buntut dari penghentian penyelidikan kasus dugaan bapak memperkosa tiga anaknya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono, mempertanyakan data dari munculnya tagar tersebut. Menurutnya, pelaporan dari masyarakat selalu ditindaklanjuti oleh kepolisian. “Banyak diabaikan ya datanya dari mana dulu. Yang jelas apabila setiap laporan masyarakat yang menginginkan pelayanan kepolisian di bidang penegakan hukum, pasti akan ditindaklanjuti,” kata Rusdi di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (nasional.okezone.com, 8/10/2021).

Tagar #PercumaLaporPolisi yang sempat viral tersebut pun direspon oleh psikolog forensik Reza Indragiri Amriel dalam keterangan tertulis, ia mengatakan “Ajakan untuk tidak melapor ke polisi, betapa pun dilatari kekecewaan mendalam dan itu manusiawi, tidak sepatutnya diteruskan,” (Medcom.id, 9 Oktober 2021). Reza menegaskan pelaporan ke polisi sangat diperlukan. Hal itu agar kinerja polisi dapat ditakar berbasis data pada periode tertentu.

Namun rakyat sudah terlanjur kecewa, pada akhirnya media sosial menjadi wadah aspirasi baru untuk merespons keadilan hukum di negeri ini, seperti kasus pelecehan seksual di KPI beberapa waktu lalu. Setelah viral, baru aparat bergerak cepat.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat tidak puas dengan penegakan hukum di negara ini. Peneliti LSI Dewi Arum mengatakan, dalam survei tersebut yang menilai tidak puas terhadap penegakan hukum di Indonesia, cakupannya merata di semua lapisan masyarakat. “Temuan ini menggambarkan rendahnya wibawa hukum di mata publik,” kata Dewi Arum di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (7/4/2013).

Kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum menjadi salah satu instrumen penting dalam mengukur kualitas layanan lembaga penegak hukum. Selain itu, sebagai indikator sejauh mana penerapan penegakan hukum yang adil.

Jika masyarakat sudah kehilangan kepercayaan kepada penegak hukum, keadilan bisa jadi sudah menjadi barang langka di negeri ini. hilangnya kepercayaan akan beriringan dengan hilangnya rasa aman bagi masyarakat. Karena sejatinya, lembaga penegak hukumlah yang berkewajiban memberikan rasa aman bagi rakyat.

Hukum Sekuler Lemah dari Asasnya

Kekecewaan masyarakat pada penegakan hukum di negeri ini tidak terlepas dari sistem kehidupan yang melahirkan produk hukum tersebut. Sistem kehidupan yang kini diadopsi dan diterapkan di tanah air serta negeri-negeri muslim lainnya adalah sistem sekuler. Ia merupakan buah pikir manusia yang menuntut adanya pemisahan agama dari kehidupan.

Banyaknya peradilan dalam sistem sekuler, tidak lepas dari filosofi hukum yang dianutnya. Filosofi sistem hukum sekuler ini bersumber pada teori iltizam. Teori yang menjadi pijakan sistem hukum Prancis, Jerman, Italia dan hampir semua negara Eropa. Dari teori ini, kemudian lahir hukum pidana dan hukum perdata, dan hukum-hukum yang lain.

Hukum sekuler kaidahnya mengikuti pikiran manusia yang berpotensi berubah-ubah, standarnya adalah manfaat yang rentan terjebak kepentingan, dan mudah dimanipulasi. Sistem sekuler meminggirkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Alhasil, masyarakat yang terbentuk darinya tidak menjadikan agama (Islam) sebagai panduan dalam beramal. Keyakinan adanya hisab dari setiap aktivitas selama hidup di dunia pun perlahan memudar. Sekularisme telah mengikis keimanan itu hingga kriminalitas meningkat dengan aneka jenis kejahatan dan kebengisannya.

Dengan demikian, terjawab sudah mengapa kasus pemerkosaan ayah terhadap tiga anak kandungnya dihentikan. Semua karena diterapkannya sistem sekuler yang melahirkan produk hukum yang sekuler, minim kesadaran hubungan antara manusia dengan Penciptanya. Begitu lemah dan rapuhnya sistem ini sehingga tidak mampu melindungi dan menjamin rasa aman bagi manusia.

Keunggulan Hukum Islam

Berbeda dengan Islam. Islam tidak mengenal teori iltizam. Hukum Islam yang diterapkan di tengah masyarakat adalah satu. Keputusan pengadilan di dalam Islam juga bersifat mengikat, tidak bisa dibatalkan oleh siapapun. Karena itu, Islam tidak mengenal peradilan banding, PK, dan sebagainya.

Keadilan hukum Islam sudah terbukti dalam penerapannya. Inilah sejumlah keunggulan sistem Islam dibanding hukum sekuler. Pertama, dari aspek kaidah hukum, hukum Islam bersandar pada aturan Allah Swt. sebagaimana firman Allah Swt, hak otoritas dalam membuat hukum hanyalah Allah Swt sebagaimana yang termaktub dalam firman-Nya “…menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”(Qs. Al-An’am: 57).

Kedua, pada aspek penegak hukumnya, Islam akan membekali setiap warga dengan ketakwaan di segala aspek kehidupan, yakni rasa takut yang besar kepada Allah Swt., bahwa setiap amal perbuatan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Penerapan sistem Islam secara kafah akan membentuk masyarakat Islam yang khas. Dengan begitu, dapat meminimalisasi segala maksiat karena dorongan iman dan takwa setiap individunya.

Negara wajib mewujudkan suasana iman ini dengan penegakan supremasi hukum yang tegas bagi setiap pelanggar maksiat. Cukuplah seorang Syuraih menjadi role model bagi para penegak hukum di negeri ini. Ia seorang hakim yang adil. Meski penanganan kasusnya berkaitan dengan penguasa saat itu, ia tetap menegakkan hukum sesuai pandangan syariat Islam. Keteladanan ini lahir dari sistem Islam yang terterapkan kala itu, sistem yang dalam ajaran Islam disebut Khilafah.

Ketiga, fasilitas merupakan sarana dalam proses penegakan hukum. Khilafah memfasilitasi layanan pengaduan, pelayanan, dan perlindungan bagi setiap warga yang merasa terancam nyawa, harta, dan haknya. Islam mengenal tiga bentuk peradilan, yaitu Qadhi Khushumat (menyelesaikan masalah sengketa baik muamalah atau uqubat); Qadhi Hisbah (menyelesaikan pelanggaran yang membahayakan hak masyarakat); dan Qadhi Mazhalim (menghilangkan kezaliman negara terhadap orang yang di bawah wilayah kekuasaannya). Meski ada pembagian tugas dan fungsi, semua hukum yang dijalankan satu, yaitu hukum Islam saja.

Keadilan dan rasa aman akan dapat terealisasi hanya dengan penegakan hukum Islam. Dengan begitu, tingkat kepatuhan rakyat kepada hukum akan berjalan secara optimal. Semua orang di negara Khilafah memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *