KDRT Kembali Berulang, Bukti Buruknya Fungsi Pelindung Keluarga

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

KDRT Kembali Berulang, Bukti Buruknya Fungsi Pelindung Keluarga

Dwi Oktaviani Tamara

(Generasi Peduli Umat)

Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali terjadi. Sebagaimana kisah memilukan yang terjadi di Depok seorang istri mantan Perwira Brimob, mengalami KDRT sejak tahun 2020. Sang suami melakukan KDRT berulang kali hingga kejadian pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat. Akibat dari perlakuan sang suami korban mengalami sejumlah luka, yang meliputi memar pada wajah, dada, dan punggung, serta lecet pada kepala dan tangan. Tak hanya itu korban juga mengalami pendarahan dan keguruan akibat perlakuan sang suami (Kompas.com 21/03/2024).

Rapuhnya ketahanan keluarga

Maraknya KDRT yang terjadi saat ini jelas menunjukkan rapuhnya ketahanan keluarga. Kurangnya ketahanan keluarga membuat ketahanan tersebut menjadi terkoyak dan tidak kokoh lagi, alhasil KDRT kian terjadi. Sejatinya ada beberapa faktor penyebab KDRT terjadi seperti perselingkuhan, persoalan ekonomi, campur tangan pihak ketiga, perbedaan prinsip hidup, dan terjerat judi. Namun yang menjadi benang merahnya adalah hilangnya fungsi perlindungan dalam keluarga. Fungsi perlindungan dalam keluarga yakni seorang ayah tidak berjalan dengan baik, seharusnya laki-laki menjadi orang yang paling utama untuk melindungi keluarga justru dengan teganya melakukan tindak kekerasan pada keluarga yang seharusnya dia jaga dan lindungi.

Sejatinya permasalahan KDRT yang sedang terjadi karena adanya sistem sekularisme yang telah mendominasi cara pandang manusia. Alhasil dapat mempengaruhi sikap dan cara pandang mereka termasuk dalam hubungan keluarga. Sistem ini pun berhasil menghilangkan rasa kasih sayang dalam keluarga. Padahal dengan adanya kasih sayang, tentu saja fungsi perlindungan dalam keluarga dapat terwujud. Sehingga perempuan dan anak-anak merasa aman dan tenang karena adanya seorang pelindung mereka.

Namun justru fungsi perlindungan sat ini nyaris hilang. Sosok seorang ayah, anak laki-laki, dan kakek, yang seharusnya menjadi pelindung justru melakukan kekerasan pada anggota keluarganya sendiri. Maraknya KDRT juga menunjukkan mandulnya UU P-KDRT, padahal UU ini sudah 20 tahun disahkan sejak 2004. Nyatanya keberadaan UU P-KDRT gagal mencegah kasus KDRT, malah jumlahnya makin banyak. Sepanjang 2022, kasus KDRT mencapai 5.526 kasus.

Ini sudah jelas, dengan tingginya kasus kdrt yang terjadi telah tampak bahwa negara gagal memberikan jaminan keamanan di dalam rumah tangga. Tentu saja karena negara saat ini menerapkan sistem yang sekularisme liberalisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem ini pun selalu memuja kebebasan sehingga dengan penerapan sistem sekuler inilah manusia berbuat semaunya tanpa adanya tuntunan agama. Islam adalah agama yang sempurna yang di turunkan oleh Allah SWT, untuk menyelesaikan persoalan KDRT hanya dengan menerapkan sistem Islam kaffah di bawah naungan khilafah.

Dalam Islam keluarga memiliki bangunan yang kokoh dan tidak mudah goyah. Dengan adanya perlindungan di dalam rumah tangga, tentu saja mewujudkan rasa tenang dan aman bagi generasi yang dilahirkan. Hal ini tentu saja menjadi bekal penting untuk mewujudkan generasi Islam yang cemerlang di masa depan nanti. Dalam Islam, negara menjamin fungsi keluarga melalui berbagai sistem, salah satunya sistem pendidikan, dengan adanya sistem pendidikan Islam dapat menerapkan kepribadian yang baik menjadi sosok yang bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sehingga tidak menyakiti dan menzalimi kepada keluarga.

Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Bertakwalah kalian semua kepada Allah, dan takutlah kalian dari perbuatan zalim, karena sesungguhnya kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Islam juga mengatur perekonomian, sehingga mewujudkan kesejahteraan terhadap tiap-tiap individu dan dapat mencegah terjadinya KDRT karena persoalan ekonomi. Negara juga wajib mengatur media sosial dan melakukan pemblokiran terhadap konten-konten yang tidak mendatangkan kebaikan dan situs pornografi dan pornoaksi, dan berbagai bentuk kejahatan lainnya, negara akan mencegah tayangan tersebut.

Dalam aspek negara, negara memiliki lembaga pengadilan sehingga memberikan sanksi yang adil bagi pelaku. Seperti kasus melukai tubuh hingga membunuh berlaku, hukum kisos dan sanksi terberat adalah kematian bagi pelaku pembunuhan yang disengaja. Dengan adanya sanksi tegas, tentu akan mewujudkan efek jera terhadap pelaku sehingga orang tidak mudah melukai orang lain apalagi sampai membunuh. Demikianlah indahnya gambaran keluarga dalam sistem Islam jika diterapkan di seluruh penjuru dunia, sehingga jauh dari praktek kekerasan.

Wallahu ‘alam bis shawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *