Kasus DBD Meningkat dan Berujung Kematian

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kasus DBD Meningkat dan Berujung Kematian

Siti Muksodah

Kontributor Suara Inqilabi

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) gencar dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Jawa Barat usai empat warganya meninggal dunia karena terinfeksi demam berdarah dengue (DBD). Selama periode Januari-Februari 2024, sebanyak 4 orang warganya meninggal dunia karena terjangkit DBD setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Bulan Januari ada 255 kasus dan Februari 137 kasus. Tahun 2023 bahkan menyebabkan empat orang meninggal dunia. Saat itu penyakit demam berdarah di Kabupaten Bogor mencapai 1.555 kasus.(Liputan.com, 25/02/2024).

Lain halnya dengan yang terjadi di Kalimantan Timur kasus positif DBD di provinsi tersebut meningkat menjadi 2.320 kasus dan tujuh orang meninggal dunia. “Meningkatnya kasus DBD di Kaltim diduga akibat curah hujan tinggi yang terjadi beberapa bulan terakhir,” kata Kepala Dinkes Kaltim Jaya Mualimin di Samarinda. Tingkat kematian akibat DBD di Kaltim saat ini sebesar 0,17 persen dengan angka kesakitan atau Incidence Rate (IR) 65,1. (news.republika.co.id, 24/03/2024).

Begitu juga di wilayah Jakarta, kasus DBD meningkat pesat dalam sebulan terakhir per 18 Maret 2024 menjadi 1.729 kasus. Sesungguhnya DBD ini bukanlah suatu penyakit baru. Akan tetapi kita tetap harus waspada terhadap penularan virus dengue yang menjadi penyebab penyakit demam berdarah melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ini. Karena beberapa wilayah di Indonesia menunjukkan tren peningkatan kasus DBD.

Perlu kita ketahui bahwa DBD adalah penyakit endemis yang banyak tersebar di wilayah tropis dan subtropis seperti Indonesia. Dengan memahami ini, pemerintah semestinya lebih serius dalam mencegah kenaikan kasus DBD yang terjadi berulang tentunya dengan tren kenaikan kasus yang berbeda-beda di setiap tahunnya.

Selama ini pencegahan penyebaran DBD yang dilakukan pemerintah masih kepada pengendalian vektor (agen virus) yang melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya. Berbagai gerakan nasional dari mulai larvasida, fogging fokus, 3M plus (menguras, menutup, mengubur/ mendaur ulang barang bekas, dan vaksinasi), juru pemantau jentik (jumantik), pemberantasan sarang nyamuk (PSN) hingga Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1). Namun kenyataannya upaya yang dilakukan masih belum cukup untuk menurunkan kasus yang terjadi akibat DBD. Justru sebaliknya kasus DBD semakin meningkat.

Faktanya kesehatan di negeri ini telah menjadi sektor jasa yang dibisniskan layaknya transaksi jual beli. Sebagai contoh, vaksin DBD sudah tersedia tetapi untuk mendapatkannya harus merogoh dompet dengan harga Rp700.000 per dosis. Pemerintah belum bisa memberikan vaksin ini secara gratis dengan alasan kapasitas produksi vaksin DBD di dalam negeri yang masih sangat terbatas dan cukup lama. Hal ini majar dalam sistem kapitalis, karena orentasi segala sesuatu dilihat dari sudut materi untuk meraih pundi-pundi cuan.

Jika dibandingkan dengan sistem kapitalis, sistem Islam sangat bertolak belakang. Karena dalam sudut pandang sistem islam negara menjadi tumpu sebagai penyelenggara sistem kesehatan dan penjamin kebutuhan dasar masyarakat. Islam memiliki mekanisme preventif dan kuratif dalam mengatasi suatu wabah atau penyakit yang tersebar di tengah masyarakat. Mulai dari memastikan kesiapan fasilitas kesehatan di seluruh wilayah dan memastikan tidak ada pungutan apa pun bagi rakyat yang ingin mendapatkan layanan kesehatan. Serta akan melakukan berbagai upaya pemberantasan sarang nyamuk bersama rakyat secara berkelanjutan. Dengan penerapan aturan islam di tengah-tengah umat dalam institusi negara kesejahteraan hidup masyarakatnya akan terjamin. Sebab aturan/kebijakan yang diambil bukan berlandaskan kata manusia akan tetapi berlandaskan Al quran dan hadits.

Wallahu’alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *