Kapitalisasi Kampus Pencetak Mahasiswa Buruh Korporasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)

 

Penerimaan mahasiswa baru di negeri ini selalu menimbulkan gegap gempita. Sebab pada jenjang selepas sekolah menengah atas inilah tumpuan harapan generasi pembaharu negeri. Perguruan tinggi negeri tetap menjadi favorit pilihan. Kalaupun belum lolos maka masih banyak perguruan tinggi swasta yang tersebar di seantero wilayah.

Sayangnya, tak semua pemuda mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Selain ketatnya seleksi bagi perguruan tinggi negeri, pun tingginya biaya menjadi faktor utama. Biasanya yang diprediksi sulit mendapatkan kesempatan melanjutkan jenjang sebagai mahasiswa, sejak dini sudah memilih SMK sebagai tempat menuntut ilmu. Dengan harapan selepas SMK dapat segera bekerja. Tak heran, sebab SMK memang diperuntukkan bagi siswa yang siap bekerja selepas lulus.

Namun, kondisi SMK sebagai pencetak siswa siap bekerja kini merambah ke perguruan tinggi. Lulusan perguruan tinggi disinyalir tidak sinkron dengan dunia industri era globalisasi saat ini. Sebagaimana yang dikatakan Presiden Jokowi bahwa para mahasiswa harus difasilitasi supaya mampu bersaing di pasar kerja yang terglobalisasi dan menjadi industriawan yang menciptakan lapangan kerja. (Kompas com, 27/7/2021)

Lantas bagaimana dengan Tridarma perguruan tinggi? Bukankah dengan mencetak mahasiswa sebagai pekerja industri akan mencederai Tridarma perguruan tinggi?

Mahasiswa Buruh Korporasi

Sebagaimana yang diketahui bersama, perguruan tinggi memiliki Tridarma yang merupakan tujuan yang harus dilakukan dan dicapai. Tridarma merupakan tanggung jawab seluruh elemen yang ada di perguruan tinggi mulai dari mahasiswa, dosen, dan berbagai civitas akademika yang terlibat. Tridarma perguruan tinggi terdiri dari tiga poin yakni: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh sebab itu, selayaknya perguruan tinggi melahirkan para pemuda terpelajar yang memiliki pemikiran mandiri, kreatif, dan inovatif agar dapat membangun bangsa di berbagai sektor sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. (unjkita.com, 24/2/2021)

Gagasan kurikulum industri di perguruan tinggi dapat mencederai Tridarma perguruan tinggi. Makna perguruan tinggi yang sebenarnya dapat bergeser jika kurikulum industri ini dijadikan landasan. Orientasi dunia kerja pun akan menjadi tujuan utama para mahasiswa yang menuntut ilmu di perguruan tinggi. Sehingga perguruan tinggi pun berfungsi tak lebih sebagai pencetak mahasiswa buruh korporasi yang menggerakkan roda perekonomian di negeri kapitalis.

Otomatis motivasi mahasiswa sebagai penggerak perubahan pun lambat laun akan padam. Mahasiswa kritis yang melakukan penelitian dan inovasi demi perbaikan bangsa kian pudar. Para mahasiswa hanya disibukkan dengan persiapan memasuki pangsa kerja dunia industri. Perolehan manfaat secara materi menjadi tujuan utama.

Terlebih biaya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi tidaklah sedikit. Kapitalisasi kampus membentuk pemikiran di kalangan mahasiswa dan para orang tua untuk segera bekerja setelah lulus agar dapat mengembalikan modal yang telah dikeluarkan selama kuliah. Lagi-lagi nilai materi yang menjadi prioritas.

Mahasiswa Agen Perubahan

Kondisi mahasiswa yang berorientasi pada materi tentu sangat disayangkan. Sebab semestinya di tangan para mahasiswa inilah perubahan masyarakat menuju perbaikan akan terwujud. Sehingga kebangkitan umat pun tidak hanya sekedar impian yang utopis. Segala potensi yang dimiliki mahasiswa tak seharusnya hanya dinilai dengan nominal materi.

Mahasiswa dengan kecerdasan intelektual yang dimiliki sebenarnya memiliki potensi menggiring pemikiran masyarakat pada perubahan yang hakiki. Jika potensi ini tidak diasah dan diarahkan akan menjadi tumpul. Akibatnya akan kita temui mahasiswa yang terjebak dengan kenikmatan semu duniawi yang mengukur segala sesuatu berdasarkan materi. Bahkan tak jarang yang menggebu-gebu berambisi dengan menghalalkan segala cara demi tercapainya manfaat. Alih-alih akan berimbas pada perubahan, sebaliknya para mahasiswa seperti ini akan menghambat jalan perubahan untuk kebangkitan umat.

Sistem pendidikan Islam berlaku sebaliknya. Islam mendorong para pemudanya untuk menuntut ilmu sesuai dengan minat dan kemampuan, asalkan ilmu yang dipelajari tidak bertentangan dengan Islam. Sekolah dan perguruan tinggi dibangun dengan kualitas terbaik. Semua masyarakat pun mendapatkan pendidikan secara gratis. Laboratorium pun didirikan sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan. Bukanlah sesuatu yang mengherankan, pada masa kegemilangan Islam dalam naungan Khilafah, melahirkan para ilmuwan yang menjadi cikal bakal aneka ragam penemuan di dunia.

Salah satu tokoh ilmuwan muslim yang sampai saat ini karyanya masih digunakan adalah Ibnu Sina, bapak kedokteran. Kitab Penyembuhan dan Qanun
Kedokteran (Al-Qanun fi At Tibb) atau The Canon of Medicine menjadi buku rujukan utama dunia kedokteran Eropa hingga pertengahan abad XVIII. Bahkan warisan pemikirannya masih relevan sampai saat ini, yakni dalam penanganan pandemi. Beberapa di antaranya gagasan beliau dalam menghadapi pandemi adalah tetap tenang, menghindari sentuhan fisik, menjauhi orang sakit, dan menutup pasar.

Khalifah benar-benar memberikan dukungan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan, pendidikan pada masa kekhilafahan Islam menjadi rujukan pendidikan dunia. Sayangnya, saat Islam mulai diabaikan maka kegemilangan Khilafah lambat laun meredup. Bahkan mirisnya kekuatan dunia Islam lenyap dan berganti dengan terpecah-pecahnya negeri-negeri Islam di bawah naungan penjajah. Akibatnya dunia Islam menjadi negeri yang terpuruk dan bobrok dalam semua bidang, sampai detik ini.

Harapan perubahan kondisi negeri-negeri Islam ada pada para generasi muda, utamanya para intelektual. Jika para intelektual muda ini bersatu dan melaksanakan tugasnya sebagai agen perubahan, maka kebangkitan Islam sebagaimana yang dirindukan umat akan terwujud.

Wallahu a’lam bish showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *