Kapitalisasi Ibadah, Buat Jamaah Haji Menderita

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kapitalisasi Ibadah, Buat Jamaah Haji Menderita

 

Oleh: Aulia Rahmah

Kelompok Penulis Peduli Umat

Tahun ini para jamaah haji dirundung pilu. Sambutan yang mereka peroleh tak sebanding dengan biaya dan lelah yang mereka alami.  Pasalnya, dari awal pendaftaran, saat pemberangkatan hingga di tanah suci berbagai persoalan terus mendera. Apalagi tahun ini, jamaah yang ada lebih dominan terisi oleh para lansia.

Banyaknya persoalan itu tentu mengganggu kekhusyukan para jamaah. Dari keterlambatan penjemputan hingga jamaah terlambat sampai di Padang Arafah. Juga keterlambatan distribusi makanan dan minuman hingga jamaah dehidrasi, lemah, dan pingsan. Juga persoalan buruknya MCK sehingga jamaah harus mengular antri. Di samping itu, tak kalah merepotkan, jamaah mendapat living cost dalam bentuk mata uang rupiah yang harus ditukar lebih dahulu jika ingin menggunakan. Padahal untuk kebutuhan makan minum haruslah segera dipenuhi, sedangkan untuk menukar mata uang membutuhkan waktu.

Mengutip dari Metrotvnews.com (30/6), Ketua Komnas Haji dan Umroh, Mustolih Siradj menyampaikan masalah terlantarnya jamaah haji di tanah suci disebabkan adanya perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Arab Saudi sendiri.

Penyelenggaraan haji yang semula ditangani Government to Government kini menjadi Business to Business. Tentu saja pihak swasta banyak bermain di dalamnya dan tentu untung rugi sebagai acuan.

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhori Muslim)

Nampaknya hadits diatas mungkin sudah terlepas dari benak kaum muslimin. Terlebih para penanggung jawab dari penyelenggara haji. Yakni pihak – pihak yang diberi Amanah oleh Allah untuk menyambut tamuNya. Terbukti, tahun ini terjadi banyak persoalan yang meliputinya. Hingga jamaah pingsan dan ratusan yang meninggal dunia.

Sekulerisme Kapitalisme yang menjadi asas dalam mengatur pemerintahan hampir di seluruh dunia saat ini membuat Arab Saudi, sebagai penyelenggara haji tahunan, mengubah dasar pelaksanaannya. Yang semula menggunakan paradigma Government to Government menjadi Business to Business. Kapitalisasi ibadah haji dengan pertimbangan untung rugi menjadi keniscayaan. Pemerintah hanya menjadi regulator dan memantau jalannya ibadah.

Sudah jamak diketahui, jika swasta yang  bermain, maka tentu saja tujuan utama pelaksanaannya adalah demi meraih keuntungan materi sedangkan kemudahan pelayanan, keamanan dan kenyamanan jamaah dikesampingkan. Motif bisnis sangatlah merugikan.

Negara melalaikan amanahnya untuk memberi fasilitas kemudahan dan melindungi para jamaah haji. Para jamaah haji pun, kekhusyukannya terusik sehingga esensi ibadah haji untuk perubahan gagal terwujud. Harapan mempertebal keimanan dan ketakwaan, mempererat jalinan ukhuwah Islamiyah, ajang muhasabah massal tidak akan terwujud secara optimal.

Dibutuhkan evaluasi bukan sebatas individu dan organisasi penyelenggara haji, tetapi patut dicari sistem yang kompeten untuk menunjang kemudahan penyelenggaraan haji. Yakni sistem kenegaraan yang membuat setiap orang menyadari akan tanggung jawab kepemimpinannya. Dari kepala negara, struktur dibawahnya, juga para pegawai yang mendapat amanah dan tanggung jawab untuk melayani para tamu Allah.

Amanah Allah kepada pemimpin kaum muslimin nanti di akhirat akan dipertanggung jawabkan. Semakin tebal keimanan seorang pemimpin maka akan semakin baik tanggung jawabnya terhadap amanah yang dipikulnya. Dalam pelaksanaan ibadah haji, para pemimpin kaum muslimin akan memberi kemudahan, keamanan, dan kenyamanan kepada jamaah agar jamaah dapat khusyuk beribadah.

Pemimpin tidak akan menjual amanahnya kepada swasta karena tujuan hidup dan kepemimpinannya hanyalah demi meraih Rida Allah dan Rida kaum muslimin. Setiap jiwa yang terluka nanti akan ditanya, bahkan jika ada jamaah yang meninggal karena lapar dan haus maka akan panjang pertanggungjawabannya. Karena bagi Allah, nyawa seorang muslim lebih berharga dari dunia dan seisinya.

Sistem yang kompeten untuk mengurusi penyelenggaraan haji adalah sistem negara warisan Rasulullah Muhammad Saw. Sistem kekhilafahan yang menjadikan keimanan dan ketaqwaan sebagai dasar kepemimpinan untuk melaksanakan Syariat Allah secara Kaffah. Dahulu, Khalifah Harun Al Rasyid memberi kemudahan para jamaah haji dengan membangun jalan dari Irak ke Hijaz, juga menyediakan logistik bagi jamaah yang kehabisan perbekalan yang dananya diambil dari Baitul mall (dana zakat).

Begitu juga dengan Khalifah Abdul Hamid II yang membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus hingga Madinah bagi jamaah haji. Begitulah pemimpin sebenarnya mencintai rakyatnya dan rakyat pun mencintainya. Semoga para jamaah haji tahun ini yang telah berkorban harta dan jiwa raga dalam mencari karunia dan Rida Allah mendapat balasan haji mabrur, aamiin.

Wallahu a’lam bi ash-Shawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *