Judi Online Merusak Harapan Orang Tua pada Anak, Tidakkah Negara Peduli?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Judi Online Merusak Harapan Orang Tua pada Anak, Tidakkah Negara Peduli?

 Aulia Rahmah

Kelompok Penulis Peduli Umat

 

Pemberantasan judi online yang belum juga tuntas membuat para peminat judi online semakin bertambah. Tak hanya orang dewasa, kemudahan mengakses situs judi online membuat para remaja dan anak-anak di negeri ini, yang memang telah dekat dengan gim online, mau tidak mau harus pula terpapar iklan judi online yang menggoda. Pasalnya, streamer gim online kerap mempromosikan judi slot di tengah-tengah live streamingnya. Melansir dari bbc.com,27/11/2023, sejumlah anak usia sekolah dasar didiagnosis kecanduan judi online dari konten live streaming para streamer gim yang secara terang-terangan mempromosikan situs judi slot.

Anak-anak yang menghabiskan waktunya dengan gim online, akan berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mentalnya. Akibat kurangnya interaksi dengan keluarga, rasa empati anak-anak kurang terstimulasi, jadinya mereka kurang peduli dan sibuk sendiri dengan hpnya. Mereka yang telah kecanduan gim online sering uring-uringan, tidak bisa tidur dan makan, menyendiri, dan performa belajar mereka terganggu. Dampak kecanduan judi online lebih ngeri lagi. Menurut Dokter spesialis anak, Kurniawan Satria Denta, pemilik klinik KiDi spesialis anak di Pejaten, Jakarta Selatan yang tengah menangani hampir 50 anak kecanduan judi online, mengatakan bahwa dampak buruk judi pada anak-anak berdimensi jangka pendek dan jangka panjang.

Anak-anak yang belum bisa menentukan mana yang baik dan buruk tentu saja tidak memahami bahaya judi. Saat uang mereka habis karena kalah judi, perilaku mereka jadi tak terkendali, lebih sensitif, mudah stress dan uring-uringan disertai marah yang meluap-luap dan melampiaskannya dengan banting-banting barang. Dalam jangka panjang kualitas hidup mereka akan makin terpuruk. Hal-hal buruk bisa terjadi kapan saja, katanya. Mulai dari tak ada gairah hidup, tak bisa fokus bekerja, bahkan terlilit utang. “Yang paling fatal bunuh diri,” ucap dokter Denta.

Anak-anak terjerat judi online adalah masalah besar, mengingat anak-anak adalah penyambung estafet kepemimpinan bangsa. Butuh waktu panjang dan energi kuat untuk memulihkan anak-anak yang saat ini kecanduan judi online hingga mereka tumbuh normal dan mampu mandiri menyelesaikan problematika hidupnya. Tak cukup menyerahkan rehabilitasi mental anak-anak yang rusak oleh judi online hanya pada psikolog, butuh komitmen negara untuk memaksimalkan perannya dalam melindungi anak-anak dari jeratan judi online. Jika persoalan ini tidak terselesaikan dengan tuntas, mereka akan menjadi beban bagi kehidupan orang-orang di sekitarnya. Bahkan bisa pula mereka akan menjadi sampah masyarakat karena anak-anak korban judi online akan lebih mendekatkan mereka dengan tidak kejahatan, seperti pencurian, penipuan, kekerasan, dsb.

Sistem Sekuler Kapitalisme yang menjadi acuan negara dalam bergerak menjadi penyebab sulitnya negara memberantas perjudian, terutama judi online. Pasalnya, sesuatu yang haram dan merusak, seperti gim, judi online, miras,dsb akan terus eksis selama pajak mengalir ke negara. Kemaksiatan, juga barang haram akan menjadi bagian dari komoditas mengingat banyak pihak yang memproduksi, banyak juga yang mengonsumsi, keuntungannya pun menggiurkan. Apalagi para pelaku judi online tidak merasa dirugikan jika pun sampai uang mereka terkuras habis.

Negara dalam Sistem Sekuler Kapitalisme yang berperan sebagai regulator, selamanya tak akan ada keseriusan untuk memberantas kemaksiatan. Negara yang bertumpu pada pajak akan melayani siapa saja yang pajak pada negara. Para pejabat pun kerap menjadi bagian dari pelaku kemaksiatan. Mereka akan berfungsi sebagaimana mestinya hanya saat ada pelaporan saja. Jika tak ada laporan, tak ada inisiatif untuk melindungi rakyat dari bahaya perjudian. Bahkan pernah ada isu penegak hukum terlibat bisnis judi pula.

Maka, dibutuhkan keseriusan dari negara untuk memberantas perjudian dengan tuntas. Tak cukup hanya dengan men-takedown situs-situs judi online dan membekukan rekening bandar dan pelakunya. Dibutuhkan juga pola pendidikan Islam yang diemban oleh negara untuk mengarahkan tujuan hidup yang benar, yang akan diraih oleh anak-anak yakni sebagai penyejuk mata bagi orang tua dan bangsa. Mereka akan dengan mudah mencapai harapan orang tua menjadi anak-anak sholih yang terus mengalirkan kebaikan di dunia dan akhirat. Sebutlah Anas bin Malik, Ibnu Abbas ra., dan para ilmuwan muslim yang melegenda. Hingga hari ini nama-nama mereka masih dikenal umat dan menjadi kebanggaan padahal jasad mereka telah ratusan tahun terkubur. Mereka adalah hasil dari komitmen negara untuk mewujudkan anak-anak sholih penyambung estafet peradaban mulia. Bukankah setiap dari kita menaruh harapan besar pada mereka dengan doa kita, “Ya Allah jadikanlah pasangan dan anak keturunan kami penyejuk mata kami, dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa”?

Dengan komitmen negara yang menjadikan Islam sebagai dasar pola pendidikan dalam negara, maka secara otomatis semua elemen negara akan bahu-membahu memperbaiki pola asuh pada anak-anak mereka. Para guru dan ulama akan mengedukasi setiap warganya tentang tujuan hidup yang benar. Tentang makna kebahagiaan hakiki yang bukan sebatas memenuhi kebutuhan yang bersifat materi saja. Tentang nilai yang diraih dalam bekerja yakni untuk mencari Ridha Allah, juga mencapai keberkahan harta dan meraih jaminan surga kelak di akhirat.

Keluarga yang baik akan menciptakan masyarakat yang solid, peka dengan segala aktivitas yang dilakukan oleh warga dan tidak segan-segan melaporkan jika ada yang berani melanggar ketentuan. Untuk menyempurnakan perannya, negara juga dapat memberikan sanksi tegas bagi para bandar dan pelakunya yang masih terus menjalankan aktivitasnya. Tentu sanksi yang sesuai dengan hukum Islam.

Komitmen dari negara berkorelasi dengan gerak masyarakat dan keluarga. Pola pendidikan Islam menempatkan posisi ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya. Ibu tidak lagi disibukkan untuk berkarir di sektor publik dengan memburu uang dan keinginan mengikuti gaya hidup barat asing. Mencari nafkah adalah tanggung jawab laki-laki sebagai kepala rumah tangga. Tentu dengan dukungan penuh dari negara yang memberi jaminan kesejahteraan keluarga, yakni dengan menjamin peluang lapangan kerja yang luas juga dari hasil pengelolaan harta umum, seperti hutan, laut, barang tambang, dsb.

Dengan terwujudnya kesejahteraan keluarga maka dapat dipastikan fungsi pendidikan didalamnya akan berjalan dengan baik pula. Baiknya fungsi keluarga akan menunjang fungsi masyarakat sebagai kontroling yakni amar makruf nahi mungkar yang akan mampu mencegah kemaksiatan dan memastikan perjudian tidak akan merebak lagi. Hanya dengan Sistem Islam yang komprehensif, negara dapat menjalankan fungsinya dengan baik, dengannya akan mengantarkan rakyat pada tujuan hidup yang benar, juga melindungi rakyat dari segala bentuk kemungkaran, anak-anak pun akan tumbuh sesuai harapan orang tua, bangsa dan menjadi dambaan umat.

Wallahu a’lam bi ash-Shawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *