JANGAN MEMBUAT KONTEN YANG TIDAK BERETIKA

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Dimuat oleh :

April Yansyah (202012500954)

Santi (202012500766)

Nabila Prihatini (202012500784)

Universitas Indraprasta

Beragam jenis konten yang ada dan beredar saat ini dan semua jenisnya bisa ditemukan di internet atau di media lain seperti buku dan majalah. Konten banyak dicari karena berisikan informasi yang dapat memuaskan kebutuhan orang-orang dalam mencari apa yang diinginkan. Dengan teknologi yang semakin berkembang di zaman digital ini terkadang kita sering melihat atau membaca suatu  konten yang tidak sesuai dengan etika umat islam contohnya seperti HOAX/Berita bohong, Bullying, memanggakan harta (riya) dan memperlihatkan Aurat dan lain-lain semua itu tentu dilarang oleh Allah karena membawa kemudaratan. Seperti tertera dalam Al-Quran tentang berita bohong yaitu,

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS An-Nur 4:15)

Seperti apa yang terkandung dalam ayat diatas bahwa konten yang tidak beretika itu sangat merugikan. Bukan hanya untuk diri sendiri dan orang lain akan tetapi hal ini menjadi ancaman yang nyata bagi kita umat islam karna bisa merusak moral dan akhak generasi yang akan dating. Tentu saja hal ini bisa kita atasi dengan memfilter konten yang ada dan tidak mudah percaya dengan berita yang simpang siur dan tidak jelas sumbernya. Selain itu kita bisa membuat konten yang jauh lebih bermanfaat seperti contoh konten untuk mengajak kepada kebaikan, konten yang berisi ilmu yang berguna untuk dunia maupun akhirat. Dengan begitu konten negatif akan berkurang dengan adanya konten yang jauh lebih bermanfaat.

Dengan demikian sudah jelas bahwa etika bermedia dalam Islam merumuskan pentingnya tabayyun sebelum membenarkan dan menyebarkan informasi. Menyebarkan kebencian dan membuat berita palsu juga dilarang keras oleh Islam. Sesungguhnya ajaran Islam terkait etika bermedia sudah ada. Setidaknya terdapat beberapa etika yang dimaksud yaitu tabayyun. Seperti yang tertera dalam Al-Qur’an Allah SWT memerintahkan pentingnya tabayyun (klarifikasi) ketika memperoleh informasi, yaitu :

يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جاءَكُمْ فاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلى ما فَعَلْتُمْ نادِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat  49:6)

Sudah jelas dari kutipan ayat tersebut yang pertama pembawa berita, bahwa pembawa berita yang perlu di-tabayyun dalam pemberitaannya adalah orang fasiq. Yaitu, orang yang aktivitasnya diwarnai oleh pelanggaran agama. Kemudia kedua isi berita, haram menebar fitnah, kebencian, dan lainnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai lembaga keagamaan tentu tidak bisa berpangku tangan melihat laku masyarakat dalam menggunakan medsos sebagaimana diungkapkan di atas. MUI merasa tergugah sehingga mengeluarkan fatwa, yakni Fatwa MUI No 24 Tahun 2017 mengenai Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial. Dalam fatwa itu, ada lima poin larangan menggunakan medsos, yaitu:

1. Melakukan ghibah, fitnah, namimah (adu-domba), dan menyebarkan permusuhan.

2. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan berdasarkan suku, ras, atau antara golongan.

3. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.

4. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala yang terlarang secara syari.

5. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai dengan tempat atau waktunya

Namun bertahun-tahun setelah fatwa MUI ini keluar kondisi yang seharusnya lebih baik tetapi malah semakin memburuk. Lima poin yang sudah disebutkan tadi malah semakin banyak terlihat di media sosial saat ini. Seperti pada kasus yang selalu terjadi yaitu saat pilkada, banyaknya berita-berita hoax, bullying, dan konten yang tidak beretika bermunculan yang terjadi antara dua kubu untuk saling menjatuhkan satu sama lain. Pada saat moment seperti itu banyak media yang tidak bertanggung jawab memanfaatkannya moment itu untuk berekspresi menyebar berita hoax atau berita yang tidak beretika karena hanya untuk menarik perhatian pembaca atau sebagai sarana adu domba saja. Kebebasan berekspresi yang digunakan untuk mengumbar kebencian dan permusuhan dilarang dalam Islam. Ada pembatasan atau pengendalian hukum dan moral terhadap kebebasan tersebut, jadi sebagai pembaca bisa menyaring informasi dengan baik dan penulis pun membuat konten harus sesuai dengan kenyataan dan sesuai dengan syariat yang ada.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *