JAMINAN HALAL TANGGUNG JAWAB NEGARA HARAM DIKOMERSIALISASI

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

JAMINAN HALAL TANGGUNG JAWAB NEGARA HARAM DIKOMERSIALISASI

Anna Franicasari

Aktivis dakwah

 

Bagi umat Islam, masalah halal-haram bukanlah perihal sederhana yang bisa diabaikan, karena masalah ini tidak hanya menyangkut hubungan antar sesama manusia, tetapi juga hubungan manusia dengan Allah SWT. Seseorang mengkonsumsi makanan halal dan menghindari makanan yang diharamkan sebagai bukti ketaatannya terhadap perintah Allah. Di dalam Al-Qur’an, Allah telah berfirman agar umat Islam mengkonsumsi hanya makanan yang halal dan baik.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari benda-benda yang baik (yang halal) yang telah Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika betul kamu hanya beribadat kepada-Nya.” (Q.S. Al Baqarah: 172)

Menyoal produk berlabel halal, Kepala badan penyelenggaraan jaminan produk halal (BPJPH) kementerian agama menyatakan, semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di tanah air wajib mengurus sertifikasi halal paling lambat 17 Oktober 2024. Termasuk seluruh pedagang mikro UMKM wajib mengurus sertifikasi halal.Dan akan dikenakan sanksi apabila tidak memiliki sertifikat tersebut. berupa peringatan tertulis, denda administratif, hingga penarikan barang dari peredaran. Sanksi tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam peraturan pemerintah nomor 39 tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang jaminan produk halal. Untuk pendaftaran sertifikasi halal dapat melalui aplikasi SIHALAL yang dapat diakses kapanpun dan dari manapun secara online selama 24 jam, sehingga memudahkan pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi halal. Dan pengurusan sertifikasi ini berbiaya, yang mana sebelumnya pemerintah menyediakah 1juta layanan sevara gratis pada tahun 2023 . Namun Jumlah tersebut sangat sedikit dibanding jumlah PKL 22 juta diseluruh Indonesia. Terlebih sertifikasi tersebut mempunyai masa berlaku dan harus mengadakan perpanjangan secara berkala.

Industri halal menjadi trend di berbagai negara beberapa tahun terakhir ini, termasuk Indonesia terutama pada sektor industri makanan halal.Guna mendorong pertumbuhan bisnis halal tersebut perihal usaha sebagaimana diimplementasikan produk halal dalam masing-masing daerah di Indonesia.

Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam kerangka implementasi jaminan produk halal di Indonesia dan mengembangkan solusi berdasarkan expert judgment dengan menggunakan metode Analytical Network Process. Tujuan jangka panjangnya adalah terselesaikannya permasalahan penerapan jaminan produk halal secara bertahap dimulai dari yang paling prioritasnya.

Di Indonesia, secara normatif produk halal di atur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Perubahan sistem sertifikasi halal dari sukarela (voluntary) menjadi wajib (mandatory) menimbulkan akibat hukum berupa tanggung jawab yang harus di emban oleh negara sebagai konsekuensi negara mengatur maka negara juga harus mengambil peran sebagai tanggung jawab,sebagaimana kewajiban yang ditetapkan syariat. Sehingga pengaturan itu tidak menimbulkan kesewenang-wenangan atau abuse of power.Terlebih kehalalan merupakan kewajiban dalam agama. Namun dalam sistem kapitalisme saat ini sertifikat halal dapat dikomersilkan.

Komoditas yang di kapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan memiliki berbagai macam kendala yang dialami para pelaku usaha, menyebabkan mereka belum mengantongi sertifikat halal untuk produknya.Para produsen dijadikan sumber dana dimana ketika mereka ingin mendapatkan sertifikasi halal, mereka dibebankan dengan berbagai macam biaya yang harus mereka tanggung.

Ironisnya, di tengah sistem kapitalisme saat ini, jaminan halal yang hakikatnya menjadi tugas negara, justru menjadi lahan mendulang cuan.

Sistem kapitalisme yang diterapkan tidak bisa mengontrol berbagai produk pangan yang ada. Para petinggi dalam sistem kapitalis justru terkesan abai akan tanggung jawabnya tersebut. Dan negaraganya sebagai regulator.

Inilah salah satu bukti bahwa sistem kapitalisme adalah sistem yang gagal. Dalam sistem Islam, negara akan menugaskan para kadi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para kadi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase. Ini untuk memastikan bahwa hanya produk halal dan aman yang beredar di tengah masyarakat.

Dengan jaminan seperti ini, rakyat akan merasa aman dalam mengonsumsi produk. Mereka tidak perlu repot harus mengecek dahulu keberadaan sertifikat halal untuk varian produk yang hendak dikonsumsi. Produsennya pun adalah orang-orang yang bertakwa sehingga akan memproduksi produk halal karena merupakan kewajiban dari Rabb-nya.

Rakyat membutuhkan negara yang berperan sebagai penjaga dan pelindung umat. Dengan sistem Islam yang dilandasi oleh akidah Islamiyah, sehingga segala aktivitasnya terikat dengan hukum syara’. Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ۝١٦٨

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. al-Baqarah: 168).

Saat Islam datang pada abad ke- 7, segala bentuk minuman keras ( haram) dari sumber dilarang dikonsumsi secara bertahap, termasuk di dalamnya sari buah yang difermentasi. Perasan sari buah segar, seperti perasan anggur dan kurma serta cuka, tetap diperbolehkan dikonsumsi.

Penghentian kebiasaan meminum alkohol secara tegas dilakukan selama tiga tahun sejak Rasulullah berada di Madinah pada 622 atau 623 M.

Saat dakwah Islam semakin luas, pertukaran budaya, termasuk bahan dan cara mengolah makanan, terjadi. Rasulullah tidak hanya melarang meminum minuman keras, tapi juga segala kegiatan yang berkaitan dengan itu, mulai dari menjual buah untuk dijadikan minuman keras, menerima atau memberikannya sebagai hadiah, menjual serta mendistribusikannya.

Setelah Rasulullah wafat pada 633 M,para sahabat juga terus melakukan upaya untuk memastikan umat Islam mengonsumsi makanan yang baik dan halal. Adapun hukuman yang para sahabat lakukan jika masyarakat nya memakan atau meminum dari yang haram ;

– Abu Bakar memberlakukan hukuman cambuk 40 kali untuk mereka yang kedapatan mabuk

– Umar bin Khattab, menyatakan minuman keras dan segala sesuatu yang mengacaukan kesadaran akal adalah terlarang. Dan memberlakukan hukuman cambuk 80 kali.

Hukum bagi mereka yang mabuk bervariasi sesuai ijtihad pemimpin dan ulama pada zaman itu. Jika sistem Islam diberlakukan oleh negara di tengah-tengah masyarakat saat ini maka dibutuhkan penerapan aturan Islam secara kaffah, niscaya hukum syara’ tentang konsumsi makanan dan minuman, serta produk yang halal dan thoyyib dapat dijalankan kaum Muslim secara sempurna. Dalam islam negara sebagai pengurus dan pelindung rakyat nya. Termasuk juga melindungi akidah atau Agama. Negara yang bisa bertanggung jawab penuh terhadap tugas penjaminan kehalalan ini hanya Khilafah karena tegak di atas akidah Islam.

Wallahu alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *