Jaga Keselamatan Nyawa Lebih Penting daripada Jaga Tradisi Brandu

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Jaga Keselamatan Nyawa Lebih Penting daripada Jaga Tradisi Brandu

Oleh. Ummu Faiha Hasna

Kontributor Suara Inqilabi

Bayang-bayang penyakit antraks yang terjadi di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta terus menjadi perhatian. Pasalnya,Tradisi Brandu disebut-sebut sebagai biang kerok masifnya penularan antraks. Penularan antraks sendiri sebenarnya bukan barang baru di Gunungkidul. Dalam beberapa tahun terakhir, penularan antraks terus ditemukan di sana. Kementerian Pertanian menyebut tradisi brandu atau purak jadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko penularan antraks di wilayah tersebut. Lalu , bagaimana negara menindaklanjuti wabah antraks agar tidak berkembang di masyarakat?

Dalam sebuah investigasi oleh Balai Besar Veteriner Wates dan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, disebutkan bahwa tradisi ini merupakan pemotongan sapi dan kambing sakit yang dipotong paksa. Lalu, daging diperjualbelikan ke tetangga dengan harga di bawah standar. (cnnindonesia,08/7/ 2023)

Peneliti menyebut, warga sebenarnya sadar akan resiko antraks dan larangan mengkonsumsi ternak yang sakit atau mati mendadak. Namun hal ini sering diabaikan. Ada dugaan tradisi terus berjalan akibat kondisi sosial-ekonomi masyarakat pedesaan. Dari sisi peternak, ada dorongan untuk mempertahankan nilai ekonomi dari ternak yang mati.

Dari sisi masyarakat, tradisi ini dianggap sebagai asas gotong royong dan bentuk kepedulian terhadap warga yang mengalami musibah. Maksudnya, masyarakat ingin menghibur pemilik ternak yang kehilangan hewan ternaknya yang telah merugi.

Potret Kemiskinan dalam Kapitalisme

Budaya Brandu, jelas menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Betapa tidak, harga daging segar dan sehat memang mahal dan hanya bisa dijangkau oleh kalangan tertentu. Karenanya, ketika ada daging yang harganya murah masyarakat tergiur untuk membelinya, meski mereka tahu jika mengkonsumsi daging murah tersebut berbahaya.

Mahal murahnya harga makanan saat ini tidaklah ditentukan oleh mekanisme pasar. Hal ini adalah sebuah keniscayaan dari penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Di sisi lain, kapitalisme juga membuat tingkat literasi masyarakat rendah, sebab, mindset kapitalisme membuat manusia harus meraih kepuasan materi dengan cara apapun. Akhirnya, masyarakat miskin yang ingin mengkonsumsi daging menjadi terbiasa mengkonsumsi binatang yang sudah sakit. Dan parahnya, kapitalisme juga membuat negara lalai mengurus rakyat.

Hal ini terbukti dengan negara belum optimal dalam menghilangkan budaya brandu. Sehingga tradisi yang membahayakan itu tetap berlangsung. Padahal budaya tersebut selain membahayakan kesehatan juga melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai.

Sangat jauh berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Sistem pemerintahan Islam berdiri di atas akidah Islam hingga keberadaannya dalam wujud praktis dari syariat Islam.

Syariat menetapkan negara memiliki tugas ri’ayah su’unil ummah yakni sebagai periayah atau pengurus umat yang kelak pasti akan dipertanggungjawabkan oleh Allah. Sebagaimana hadits Rasulullah, bahwa Imam/khalifah adalah raa’in yakni pengurus rakyat dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya. (HR. Al Bukhari)

Oleh karena itu, negara yang bermindsetkan Islam sangat peduli kepada warganya. Negara Islam akan melakukan dan menetapkan kebijakan yang terbaik agar masyarakat mendapat kelayakan hidup dan kesejahteraan.

Maka, dalam sistem Islam, Budaya Brandu tidak akan dibiarkan berkembang Karena budaya tersebut membahayakan nyawa manusia. Sejatinya, jaga keselamatan nyawa itu lebih penting daripada jaga tradisi Brandu. Dan syariat menyatakan tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri serta orang lain.

Dan Al Qur’an surat at Taubah ayat 37 Allah sendiri melarang manusia menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Sebab,oleh setan telah dijadikan terasa indah bagi mereka perbuatan-perbuatan buruk mereka itu.

D selain itu, dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik sinan al-Khudri Radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw, bersabda: Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. (HR. Malik dalam al Muwaththa ad-Daraquthni, al Baihaqi dan Al-Hakim).

Dan semestinya negara mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan memakan makanan yang halal yakni sesuatu yang diperbolehkan oleh syara’ lagi thayyib. Yakni makanan yang sehat, proporsional (tidak berlebihan) dan aman dimakan. Karena dalam surat al Maidah ayat 88 Allah memerintahkan hal yang demikian.

Negara pun seharusnya mengedukasi masyarakat agar memiliki syakhsiyah Islam. Dan masyarakat mampu berpikir benar sesuai syariat. Sehingga mereka dapat menghukum fakta dengan benar pula. Alhasil masyarakat tidak akan mungkin memiliki pemahaman budaya berandu yang menganggap bahwa memakan daging dari hewan sakit demi saling membantu dan gotong royong. Sungguh Ini adalah pemahaman yang tidak tepat.

Meski memang bergotong royong dan saling membantu adalah perbuatan yang benar. Bahkan dianjurkan dalam syariat. Akan tetapi memakan daging hewan sakit, tentu ini perbuatan yang membahayakan.

Melalui Biro Kesehatan dan Departemen Kesehatan dalam tata aturan Islam, maka masyarakat akan di edukasi untuk memperlakukan hewan sakit antraks sebagaimana mestinya. Yakni mengubur bangkai hewan terinfeksi dan tidak menyembelihnya. Sebab, secara qadar, bakteri penyebab antraks, Bacillus anthracis dapat tumbuh subur di dalam tubuh dan segera menjadi spora apabila berada diluar tubuh ketika kontak dengan udara luar. Spora ini dengan cepat akan terus menyebar melalui air hujan. Bakteri ini juga mampu bertahan sampai puluhan tahun di tanah dan hanya mati oleh pemanasan pada temperatur 100 derajat celcius selama 20 menit atau pemanasan kering 140 derajat celcius selama 30 menit.

Sebab itu, hewan terinfeksi antraks tidak boleh dibedah. Dan juga dengan syakhsiyah Islam tersebut akan membuat para peternak mengupayakan optimal agar hewan ternaknya dalam keadaan sehat tidak tertular penyakit hewan.

Seandainya pun tetap tertular seperti terkena wabah terkait antraks mereka akan bersabar dengan musibah tersebut. Mereka pun juga menyadari tidak akan menjual daging hewannya yang sudah terinfeksi kepada warga. Karena hal tersebut perbuatan yang membahayakan.

Selain itu, daging adalah salah satu sumber protein yang dibutuhkan warga untuk mencukupi gizinya. Maka, negara islam akan menerapkan sistem hukum ekonomi Islam yang akan menjamin setiap warga mampu menjangkau harga kebutuhan pokok, termasuk membeli daging. Akan tetapi, jika negara sudah mengedukasi dan tetap ada warga yang melakukan hal tersebut, maka, negara dalam sistem Islam tidak akan segan-segan memberikan hukuman ta’zir kepada para pelaku. Sebab, perbuatan mereka bisa membahayakan orang lain bahkan bisa menghilangkan nyawa.

Wallahu A’lam bish shawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *