Islam Solusi Pasti Akuratnya Sebuah Inovasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

 

 

Islam Solusi Pasti Akuratnya Sebuah Inovasi

 

Oleh Irma Faryanti

Member Akademi Menulis Kreatif

 

Rasa sedih dan kecewa, mungkin itulah yang dirasakan Aryanto Misel. Ia adalah orang yang berhasil menemukan alat pengubah air menjadi bahan bakar kendaraan yang diberi nama Nikuba. Penemuannya ini viral setelah berhasil menembus Italia dan mendapat kesempatan untuk dikenal lebih jauh oleh sejumlah pabrikan otomotif di sana. Bahkan menurut Kolonel Inf Adhe Hansen selaku Kepala Penerangan Kodam III Siliwangi, telah terjadi perjanjian kerjasama dengan perusahaan penyedia sumber energi bagi Ferrari dan Lamborghini (CNN Indonesia, Minggu 9 Juli 2023)

Tepat pada tanggal 16 Juni, Aryanto Misel berangkat ke Milan dan mempresentasikan penemuan tersebut di dua hari setelahnya. Melalui kerjasama dengan pihak asing itu ia ingin mendanai risetnya tanpa bantuan siapapun, dan berencana menjual Nikuba seharga 15 miliar. Walaupun akhirnya terungkap bahwa fakta sebenarnya Aryanto tidak diundang oleh pabrikan mobil Italia, melainkan oleh bengkel modifikasi otomotif. Rencana aplikasi pun tidak jadi dilaksanakan karena tidak jelasnya kompensasi.

Sayangnya publik sudah terlanjur simpatik dan menilai Nikuba sebagai hasil karya anak negeri yang tidak diapresiasi. Saat ada kritik dari pihak peneliti dan akademisi, justru mendapatkan pembelaan dari para warganet. Deni shidqi Khaerudini selaku Peneliti Madya Pusat Riset Material Maju, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyatakan bahwa Nikuba tidak bisa disebut alat penghasil hidrogen yang bisa digunakan sebagai pengganti bahan bakar kendaraan, melainkan hanya berfungsi untuk lebih menghemat saja. Diperlukan data yang jelas untuk mengklaimnya sebagai pengganti. Karena konsep yang dipakai ternyata menggunakan Hidrogen Hidrogen Oksigen (HHO) yang dinamakan gas Brown.

Senada dengan Deni, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengaku telah mengetahui tentang Nikuba ini sejak tahun 2022. Ia pun telah mengirim tim untuk melakukan penelitian hingga akhirnya diputuskan bahwa penemuan tersebut membutuhkan riset lanjutan dan harus ada pembuktian yang akurat. Ia pun berpesan agar semua pihak berhati-hati ketika melakukan inovasi yang bersifat ilmiah. Meskipun demikian ia memberikan dukungan atas penemuan yang dilakukan.

Anggapan publik akan minimnya apresiasi, ternyata inovasi yang dilakukan tidak selamanya bisa dipertanggungjawabkan. Namun memang diakui, tidak sedikit karya anak bangsa yang luar biasa, namun harus menguap begitu saja karena tidak ada dukungan dana. Seperti yang dialami oleh tiga mahasiswa Fakultas kedokteran Gigi (FKG) Universitas Brawijaya (UB) yang berhasil menemukan obat oles alternatif untuk pengobatan kanker mulut, yang terbuat dari bahan baku ekstrak daun kemangi. Atau juga penelitian yang dilakukan Surono, warga Desa Nambah Dadi di Kecamatan Terbangi Besar Kabupaten Lampung, yang berhasil menemukan bibit lokal unggulan, dengan hanya berbekal ketajaman mata dan pinset semata. Semua ia lakukan semata karena rasa cinta terhadap para petani, tanpa sedikit pun mendapatkan imbalan sepeserpun. Padahal beberapa negara sempat menawarkan kerjasama tapi ia menolaknya.

Krisis prestasi di negeri ini memang sangat nyata. Belum ada seorangpun warga negara Indonesia yang memperoleh penghargaan dalam bidang sains. Pada umumnya produk yang digunakan di negara ini adalah hasil produksi luar negeri. Bahkan beberapa proyek saintek yang diprediksi bisa mendorong kemandirian teknologi, pengembangannya dimatikan secara absurd, seperti yang dialami oleh Pesawat N250 yang dibuat oleh BJ Habibie dan tim, Drone Elang Hitam karya BPPT serta Reaktor Daya Eksperimental buatan BATAN. Padahal masyarakat sangat merindukan hadirnya terobosan yang dapat mengguncang dunia sains dan teknologi. Namun sayangnya rasa rindu ini tidak dibarengi dengan pemahaman yang memadai, sehingga mereka akhirnya terlalu percaya dengan penemuan yang belum teruji secara ilmiah dan cenderung bersifat irrasional.

Inilah realita di alam kapitalis, untuk alasan yang bersifat duniawi, meraih kebahagiaan materi baik harta, jabatan ataupun ketenaran, berbagai cara akan dilakukan. Untuk merekayasa sebuah inovasi, berbagai klaim akan dilontarkan sekalipun tidak sesuai dengan fakta yang ada. Dijauhkannya nilai agama dari kehidupan semakin mempermudah niat melakukan ketidakjujuran. Segala cara ditempuh demi tercapainya sebuah tujuan, sekalipun harus dengan cara berbohong, menipu, ataupun memalsukan.

Terkait Nikuba, diduga kuat merupakan kebohongan karena melanggar hukum fisika yang notabene adalah sunnatullah (kadar) yang telah ditetapkan Allah Swt. Tidak ada seorangpun yang bisa mengubahnya. Sikap Aryanto yang menolak untuk menguji alatnya di laboratorium terkait akurasi klaim dan fenomena fisis yang ada di baliknya, semakin menguatkan bahwa penemuannya ini bermasalah.

Sementara dalam Islam, manusia didorong untuk menciptakan inovasi-inovasi. Allah Swt. memerintahkan mengamati alam semesta, agar memahami berbagai fenomena yang terjadi seperti gravitasi, sifat atom, senyawa kimia, dan lain sebagainya. Seruan untuk mengamati sekitar salah satunya seperti tercantum dalam QS al Imran ayat 190, yang artinya:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang , terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.”

Berpijak dari sinilah berbagai inovasi ditemukan oleh para ilmuwan muslim untuk bisa dimanfaatkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Hanya saja dalam pelaksanaannya, syariat memerintahkan untuk menjalaninya sesuai ketentuan tanpa berbohong ataupun curang. Allah Swt. Berfirman dalam QS al Baqarah ayat 42, yang artinya;

“Dan janganlah kamu mencampurkan kebenaran dengan kepalsuan, atau (janganlah kamu) menyembunyikan kebenaran, sedang kamu mengetahuinya.”

Dalam Islam, munculnya berbagai inovasi dalam bidang sains dan teknologi akan dijamin oleh negara. Penguasa juga akan memperhatikan hal-hal yang dapat menunjangnya seperti perbaikan sistem pendidikan, agar terbentuk generasi berkepribadian tangguh dan memiliki kesadaran bahwa penguasaan saintek adalah fardhu kifayah, diserahkan pada ahlinya sehingga terhindar dari klaim-klaim kosong yang berpotensi pada terjadinya kebohongan dan penipuan.

Negara juga akan menjamin tersedianya fasilitas, anggaran dan peta jalan riset. Para aghniya’ (orang kaya juga akan didorong untuk berlomba-lomba membiayai jalannya proses inovasi dengan mendukung secara materi dalam penyediaan sarana yang diperlukan. Penguasa juga akan menindak tegas berbagai tindak kecurangan, klaim-klaim yang tidak berdasar yang mengarah pada penipuan yang dapat merugikan masyarakat umum. Sanksi yang ditetapkan bisa berupa pemutusan anggaran dan izin penggunaan fasilitas, diblacklist dari program insentif , atau juga bisa juga berupa denda bahkan hukum pidana.

Namun kesempurnaan sistem ini tidak akan bisa tegak kecuali saat Islam diterapkan sebagai sebuah aturan bagi seluruh aspek kehidupan manusia, yang hanya akan bisa terlaksana saat Syariat Allah tegak dalam sebuah naungan kepemimpinan.

Wallahu a’lam Bishawwab

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *