Investasi Asing pada Harta Kepemilikan Publik, Bolehkah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Fitri (Penggiat Literasi dan Pendidik Generasi)

Gemah Ripah loh jinawi, makna ini berarti Indonesia kita memiliki sumber daya alam yang melimpah. Mulai dari tanahnya yang subur, gunung-gunung berapi yang masih aktif dan dilintasi garis khatulistiwa. Sehingga bisa dikatakan tanaman apapun bisa tumbuh di Indonesia. Tak heran negeri para penjajah seperti Belanda menjadi makmur. Mereka pada awalnya mencari rempah-rempah, namun akhirnya mengambil sumber daya lainnya. Hal lainnya yang dimiliki Indonesia adalah kepulauan-kepulauan yang dikelilingi dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Pasifik, sehingga menyebabkan kekayaan laut yang melimpah ruah, tak hanya itu, menjadi jalur perdagangan yang strategis baik dari timur maupun dari barat. Julukan lainnya sebagai paru-paru dunia karena memiliki hutan hujan tropis yang tersebar di tiga kepulauan besar yaitu Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi.

Kebakaran yang terjadi di Jambi pada tahun 2015, asapnya sampai ke Malaysia dan Singapura. lebih mencengangkannya ternyata penghasilan yang fantastis dari perusahaan raksasa Freeport di Papua menguasai Sumber daya Alam Indonesia. Terdapat tambang emas terbesar dengan kualitas terbaik di dunia ini ada di sana. Tambang tersebut bak gunung emas yang tidak hanya mengandung emas saja tapi mineral yang harganya kemungkinan seratus kali lebih mahal dari emas. Kandungan lainnya adalah Uranium sebagai bahan bakar nuklir. Jumlahnya pun cukup untuk membuat pembangkit listrik dengan tenaga nuklir yang dapat menerangi bumi hanya dengan kandungan uranium yang terdapat di sana. Tak hanya itu, perusahaan asing yang mengelola sumber daya alam menjamur, perusahaan-perusahaan raksasa yang berdiri dibidang cadangan gas alam. Selain itu, BUMN Pertamina hanya memiliki 14%-nya saja.

Ironis, Indonesia negara terkaya di dunia. Lantas mengapa dari apa-apa yang Allah telah sediakan di Indonesia, mengapa hanya sedikit sekali merasakan manfaatnya? Hal ini ditandai dengan masih banyak umat yang miskin di negara sekaya Indonesia, masih panjang antrean untuk memasuk ruangan kesehatan dan obat-obatan. Ibarat ayam yang mati di lumbung padi. Adakah yang salah? Apakah itu? Ternyata Al Quran menjawabnya; “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka sesuai apa yang mereka kerjakan.” [TQS Al-A’Raaf (7) : 96].

Bagaimana bisa kekayaan tanah air ini menjadi milik asing? Seharusnya, sumber daya alam ini dinikmati oleh rakyat. Namun ternyata menjadi keuntungan besar bagi korporasi asing. Seperti yang diketahui, bahwasanya sistem ekonomi yang menguasai dunia pada hari ini ialah sistem ekonomi kapitalis, yang didalamnya terdapat prinsip mengenai mekanisme pasar bebas. Berrmula dari peminjaman dana kepada IMF dan Bank Dunia yang mensyaratkan untuk menjalankan kebijakan program penyesuaian struktural (structural adjustment programs) dan merangsang pengalihan kegiatan ekonomi, dari semula dikelola negara menjadi dimiliki swasta (privatisasi). Sesuai dengan tujuan kapitalisme mengenai kecenderungan ekonomi global yang menginginkan minimalitasnya peranan negara dalam perekonomian dan kemudian peran ini digantikan oleh mekanisme pasar.

Sebagai tindak lanjutnya terjadi penandatanganan MOU dari pemerintah dan swasta. Program privatisasi ini kian gencar dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Tidak sedikit BUMN yang tergolong strategis, beraset besar dan mengelola hajat hidup orang banyak termasuk dalam daftar perusahaan yang diprivatisasikan oleh negara. Antara lainnya adalah PT Indosat, PT Semen Gresik, PT Aneka Tambang, PT Tambang Timah, PT Angkasa Pura II , PT Telkom, PT Pelindo II dan III, dan lain-lain. Sepatutnya hal ini menjadi kekhawatiran selaku umat yang tinggal di Indonesia apabila tidak bisa mengembalikan kondisi perekonomian sebagaimana yang diharapkan? Bagaimana terhadap nasib bangsa dan rakyat Indonesia karena akan “disetir” oleh pihak lain akibat dikuasainya perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori “identitas” sebuah bangsa oleh bangsa lain (karena mayoritas pemilik saham baru perusahaan-perusahaan tersebut adalah perusahaan yang berasal dari luar negeri).

Investasi menurut Fitzgeral adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat ini dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru dimasa yang akan datang. Dari pengertian diatas dapat ditarik dua kesimpulan yaitu;
1) Penarikan sumber dana yang digunakan untuk pembelian barang modal.
2) Barang modal itu akan dihasilkan produk baru.

Hukum investasi itu sendiri mubah karena termasuk kedalam kaidah hukum muamalah yakni “hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya” Bahkan disunnahkan, karena rasul Muhammad Saw. Pun pernah menjalin hubungan kerja atau bermuamalah dengan Khadijah melalui akad mudharabahnya. Yaitu akad antara kedua belah pihak dimana pihak kesatu sebagai shahibul maal yakni orang yang memilik modal berupa harta benda atau bisa disebut investor. Kemudian pihak keduanya yaitu mudharib yaitu orang yang memiliki modal berupa keahliah dalam rangka mengelola hartanya si shahibul maal untuk mendapatkan profit yang kemudian profitnya ini akan dibagi sesuai persentase kesepakatan antara kedua pihak tersebut.
.
Lalu dimana letak salahnya investasi?

Islam mencakup sekumpulan prinsip dan doktrin yang memedomi dan mengatur hubungan seorang muslim dengan Allah SWT dan masyarakat. Islam bukan hanya ‘layanan Tuhan’ seperti halnya agama Yahudi dan Nasrani, tetapi juga menyatukan aturan perilaku yang mengatur dan mengorganisir umat manusia baik dalam kehidupan spiritual maupun material. Mabda’ Islam berbeda dengan mabda’ sosialisme yang tidak mengakui kepemilikan individu demi menjunjung tinggi kesamarataan akibat kedzaliman yang dirasakan ketika menggunakan mabda’ kapitalis dimana kepemilikan individu di junjung tinggi dan melarang negara untuk turut ikut campur dalam perekonomian sehingga terjadi kesenjangan yang sangat dalam. Dalam Islam mengakui akan kepemilikan individu, umat muslim dituntun untuk bekerja karena selain bagian dari ibadah yaitu untuk memenuhi kebutuhan fitrahnya. Umat muslimpun diperbolehkan mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, boleh menjadi sekaya apapun asal tidak lupa dengan 2,5% yang disisihkan untuk zakat,

Setelah itu ada kepemilikan umum atau publik yang tentu saja diperuntukan untuk umat dimana negaralah yang berperan sebagai pengelolanya yaitu benda-benda yang telah dinyatakan oleh al-shari’ sebagai benda-benda yang dimiliki komunitas secara bersama-sama dan tidak boleh dikuasai oleh hanya seorang saja. Hal ini karena milik umum, maka setiap individu dapat memanfaatkannya namun dilarang memilikinya seperti fasilitas dan sarana umum, sumber alam yang tabiat pembentukannya menghalangi dimiliki oleh individu secara perorangan dikarenakan jumlahnya yang sangat besar, dan barang tambang yang depositnya tidak terbatas. “Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput dan api.”(HR. Abu Daud). Maka Islam mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya alam dan energi untuk kesejahteraan umat. Yang ketiga adalah mengenai kepemilikan negara yang dijelaskan pertama kali dalam surat Al Anfal ayat 1 dan 41 sebagai hukum dasar keuangan negara melalu ghanimah.

Dari penjelasan tentang pembagian kepemilikan dalam islam, jelas bahwa investasi diperbolehkan dalam sektor mikro, yaitu Apabila barang barang yang diproduksi industri (pekerjaan mengubah bahan baku menjadi bahan jadi) tersebut adalah termasuk dalam kategori kepemilikan individu, maka industri tersebut bisa digolongkan ke dalam jenis kepemilikan individu. Maka diperbolehkan pada harta individu maupun kelompok karena investasi bersifat kerjasama. Akan tetapi tidak diperkenankan investasi dalam sektor publik atau umum/umat. Seperti yang terjadi dan dijelaskan diatas sumber daya alam yang melimpah di Indonesia ini yang seharusnya dikelola oleh negara kita sendiri bukan kemudian karena ketidakpercayaan negara mengelolanya sendiri maka membiarkan dikelola oleh negara lain dan kita hanya mendapat sebagian kecil dari hasil. Seperti cadangan alam dimana 86% dikelola oleh asing untuk keuntungan perusahaannya sendiri dan mendukung negaranya sendiri, sedangkan kita di Indonesia subsidi BBM saja dicabut dengan alasan diperuntukan untuk sektor lain yang lebih penting seperti kesehatan dan pendidikan yang mana belum terealisasi di masing-masing sektor yang dijanjikan. Belum lagi keuntungan yang di ambil perusahaan freeport yang faktanya hanya 1% bayaran untuk bayaran atas gunung emas Papua, yang sebenarnya bila negara mengelola sendiri dengan bukan dengan cara mudharabah melainkan ijarah atau mengupah tenaga ahli di negeri intelektual sana maka hasil yang didapat akan cukup untuk membaya hutang akibat pinjaman dengan IMF, dan yang pasti kesejahteraan umat. Sesungguhnya pemimpin adalah pedang sekaligus perisai bagi rakyatnya. Sesungguhnya pemimpin ialah pelayan bagi rakyatnya. Dari tidak optimalnya negara dalam mengurusi rakyatnya, dalam melayani rakyatnya sehingga bisa terlihat dari belum terpenuhinya kebutuhan daruriyat kebutuhan pokok dari sebagian besar rakyat Indonesia.

Sepanjang wacana diatas dapat disimpulkan bahwa investasi dalam sistem ekonomi Islam telah lama dikenal. Diperbolehkan sejauh pada jenis kepemilikan harta individual (private property). Boleh sebagian jenis harta kepemilikan negara (state property) dengan adanya jaminan kestabilan harga oleh Negara. Tidak Boleh jenis harta kepemilikan yang tergolong kepemilikan umum (public property).Bukankan Allah telah menyediakan alam beserta isinya untuk kesejahteraan seluruh manusia dan bukan hanya dikhususkan untuk segelintir manusia saja? Sebagai din kamil shamil, Islam menghadirkan sebuah sistem ekonomi yang berbeda dengan sistem ekonomi lainnya termasuk sistem kapitalis dan sosialis beserta bagian-bagiannya. Dalam sistem ini, ekonomi Islam menyelaraskan dan melindungi dua kepentingan yang berbeda, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dengan melibatkan negara (khalifah) sebagai wakil Allah di bumi (khalifat al-Allah) dan sekaligus sebagai pemegang amanat dari seluruh rakyanya (khalifah khalaifillah) dengan memegangi ketentuan shara’ yang tercantum dalam al-Qur’an, al-hadith, ijma sahabah dan al-qiyas. “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka sesuai apa yang mereka kerjakan.” [QS Al-A’Raaf (7) : 96].

Allahu a’lam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *