Indonesia Banyak Utang, Amankah?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Indonesia Banyak Utang, Amankah?

Agung Andayani

Kontributor Suara Inqilabi

 

Teror Utang menghantui Indonesia. Bagaimana tidak menghantui, selama masa periode Jokowi utang negeri ini tercatat telah menembus Rp8.041 triliun per November 2023. Yang didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.048,9 triliun (88,61% dari total utang) dan Pinjaman sebesar Rp 916,03 triliun (11,39% dari total utang). Pinjaman terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp886,07 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp29,97 triliun. Pinjaman luar negeri paling banyak berasal dari pinjaman multilateral (Rp540,02 triliun) disusul pinjaman bilateral (Rp268,57 triliun). (Gatra.com, 31/12/2023).

 

Ditambah lagi negara tidak hanya membayar hutang pokoknya saja. Tapi juga harus membayar bunga utangnya sebanyak Rp 497,3 triliun terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 456,84 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp 40,46 triliun. (detikFinance, 26/09/2023). Jadi setiap tahun negara harus menyiapkan dana sebesar hampir 500 triliun hanya untuk bayar bunganya saja.

Dan pembengkakan utang pemerintah Jokowi dihitung sejak mulai mengawali menjabat 2014 sebesar Rp 5.431,21 triliun. Namun anehnya Mereka berdalil utang ini terbanyak warisan pemerintah sebelumnya, kenaikan utang Indonesia karena pandemi COVID-19 dan utang ini masih dalam kondisi aman. Aman dari mana? Sedangkan pendapatan negara hingga 12 Desember 2023 telah mencapai Rp2.553,2 triliun. (kemenkeu.go.id, 15/12/2023). Ibarat pepatah besar pasak dari pada tiang.

Selain itu pemerintah juga berdalil bahwa hutang ini berdampak positif karena untuk infrastruktur. Fakta dilapangan sebanyak 58 Proyek Strategis Nasional (PSN) senilai Rp 420 triliun yang terancam mangkrak alias tidak kelar hingga masa jabatan Jokowi selesai. (Suara.com, 17/07/2023). Infrastruktur PSN yang belum dibangun ini dipastikan membuat tidak optimalnya manfaat kepada masyarakat dan selain itu dapat merugikan negara.

Jadi statement utang aman terkendali dan berdampak positif, merupakan suatu statemen berbahaya dan menyesatkan. Karena utang kepada negara lain pada dasarnya dapat membuat ketergantungan kepada negara asing dan sangat membahayakan kedaulatan negara serta hutang/pinjaman menjadi alat penjajahan negara lain. Hal itu kita bisa belajar dari negara-negara yang sudah bangkrut karena jeratan utang. Sehingga negaranya digadaikan baik SDA nya maupun infrastruktur penting seperti bandara, pelabuhan dan lainnya dikendalikan oleh negara lain (negara pemberi utang). Misalnya seperti negara Zimbabwe, Sri Langka, Uganda, Pakistan, Maladewa dan Kenya.

 

Namun dimata dunia, negara semakin banyak memiliki utang adalah negara yang baik, sehat dan maju karena paradigma yang dipakai adalah kapitalisme. Ya pasti baik, sehat dan maju bagi negara pemberi utang (alias bagi negara kapitalis). Makin banyak utang suatu negara, makin untung negara-negara pemberi utang.

Dikatakan negara merdeka seharusnya negara tersebut mandiri. Dan sejatinya tidak bergantung dengan utang apalagi hutangnya berbunga (riba) dalam menjalankan negara. Oleh karena itu jika ingin terbebas dari riba selama menggunakan paradigma kapitalis, selamanya tidak akan lepas jeratan riba. Maka harus mengganti paradigmanya dengan paradigma yang mengharam riba yaitu paradigma Islam.

“…..Padahal Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)

Wallahu a’lam Bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *