Impor Di Tengah Wabah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Susilawati (Ibu Ideologis Banyuasin)

Pada periode Januari -Maret 2020 neraca dagang produk sayur-sayuran mengalami surplus 164 juta dollar AS dengan China. Ini dampak positif penguatan produksi dalam negeri dan membuka akses pasar ekspor.

Produksi aneka sayuran pada 2019 mencapai 13,4 juta ton atau naik 2,67 persen dari sebelumnya yang di lakukan pemerintah.

Badan pusat statistik (BPS) mencatat nilai impor komoditas sayuran asal cina mencapai USD75,37juta melonjak 29.131 persen atau tiga kali lipat di bandingkan maret 2020 yang hanya USD 23,60juta. (Gelora.co)

Kritik soal tingginya impor sayur ke tanah air pada tahun 2019, Jendral Hortikultura kementrian pertanian Prihasto setyanto mengatakan impor tersebut di lakukan pada komoditas yang produksinya kurang didalam negeri. Menurut Faisal hampir 67,5persen sayur yang ada di indonesia adalah impor dari cina. (tempo.co)

Direktur Jenderal perdagangan luar negeri Indrasari Wisnu Wardhana mencatat, impor bawang putih yang masuk ke tanah air tanpa Persetujuan Impor (PI) mencapai 28 ton.

Hal tersebut menggambarkan importasi bawang putih bisa di lakukan oleh siapa saja. Menurut laporan importir per 17 april 2020 realisasi dan rencana pemasukan bawang putih ketanah air hingga minggu ke-3 mei di perkirakan sebesar 58.730 ton.

Di tengah kekhawatiran dunia terhadap ketersediaan pangan.
Pemerintah khususnya Kementan menyampaikan, optimistis dan tercukupinya pasokan pangan dalam menghadapi pandemi.

Sejumlah pihak swasta seperti Asosiasi pengusaha di minta ikut andil dalam pasokan serta pendistribusian pangan kepada masyarakat .

Seperti Himpunan penyewa pusat perbelanjaan (Hipindo) Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan gabungan pengusaha makanan dan minuman (Gapmmi) serta Gojek, untuk distribusi pangan secara daring dan memperbanyak toko tani(TTI).

Negeri sangat lemah dan lalai, jika di saat tidak ada wabah saja permasalahan tidak selesai,apalagi di masa pandemi sekarang ini.

Kelalain ini di bayar dengan penderitaan rakyat, akibat dari krisis pangan ,bahkan ada yang sampai meninggal dunia karena kelaparan.

Sistem ini telah melegalkan kapitalisme pengelolaan pangan.
Ketidakmampuan sistem kapitalis neoliberal, ini menyadarkan kita kaum muslimin, bahwa kita perlu sistem baru.
Satu- satunya harapan umat hanyalah kepada sistem islam dan Khilafah.

Inilah sistem yang di bangun berlandaskan wahyu Allah SWT dan di tuntun Rasulullah SAW, serta dilanjutkan khalifah setelahnya. Khilafah sebagai institut pelaksana syariah.

Islam memiliki paratigma dan sistem yang sungguh jauh berbeda dengan kapitalisme. Terkait tata kelola pangan Khilafah dengan seluruh paradigma dan konsepnya adalah sistem yang memiliki ketahanan dan kedaulatan pangan, baik masa normal atau krisis.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
“Imam (Khalifah),raa’in(pengurus hajat hidup rakyat)dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya(HR.Muslim/Ahmad).

Sebagaimana yang di contohkan. Khalifah Umar bin Khattab,ketika menghadapi krisis beliau membangun pos- pos penyedia pangan di berbagai tempat.
Bahkan beliau mengantarkan sendiri makanan kesetiap rumah.

Negara khilafah memiliki 3 misi ketahanan:
1. Ketahanan pangan untuk konsumsi harian.
2. Ketahanan pangan untuk kondisi krisis(termasuk bencana,wabah,dsb).
3. Ketahanan pangan untuk jihad.

Kesahihan visi negara dan konsep politik ekonomi pertanian pangan akan menjadi Khalifah mampu mengatasi krisis.

Untuk mewujudkan visi dan target ketahanan dan kedaulatan pangan khilafah mempunyai konsep berbeda dengan kapitalisme
Konsep APBN baik pemasukan dan pengeluaran diatur didasari syariah.

Wallahua’lam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *