Imbas Inflasi Pada Kenaikan Harga Bahan Pokok Menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Imbas Inflasi Pada Kenaikan Harga Bahan Pokok Menjelang Bulan Ramadhan dan Hari Raya 

Tuti Sugiyatun S.PdI

(Guru dan Pegiat Literasi)

 

 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi bulan Februari 2024 sebesar 0,37 persen secara bulanan. Sementara secara tahunan, inflasi Februari 2024 ini sebesar 2,75 persen dibanding Februari 2023. Adapun secara year to date, inflasi pada Februari 2024 mencapai 0,41 persen. Komoditas yang paling besar menyumbang inflasi bulan Februari ini adalah beras. Harga beras dan gabah, tercatat terus melesat sejak Januari 2022, dan kini menyentuh harga tertinggi sepanjang sejarah.

Komoditas beras juga memberi andil inflasi terbesar baik secara bulanan, year to date, maupun year on year. Secara umum, kenaikan harga beras terjadi di 37 provinsi, lalu di susul dengan cabe merah, daging dan telur. Hampir seluruh kebutuhan pokok melonjak harganya, ini sudah bukan merupakan kenaikan harga, akan tetapi ganti harga, dilansir kumpara.com, (1/3/24).

Kondisi yang seperti inilah yang membuat masyarakat resah, karena kenaikan harga ini selalu terjadi pada saat menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya. Padahal bulan Ramadhan dan Hari Raya adalah bulan yang dinantikan kaum muslimin, di mana setiap muslim diwajibkan untuk berpuasa. Maka setelah itu menyambut hari kemenangan yaitu Hari Raya Idul Fitri. Pada saat itulah mereka mempersiapkan hidangan untuk sanak keluarga dan handai taulan.

Namun dengan kenaikan dari semua bahan pokok ini membuat semua masyarakat tak berdaya, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Bagaimana mereka bisa memenuhi semua itu dengan kenaikan bahan pokok yang melambung tinggi, jika tak sepadan dengan penghasilan. Maka besar kemungkinan untuk terpenuhinya dari kebutuhan tersebut.

Betapa kasihan kondisi masyarakat saat ini. Untuk bertahan hidup, mereka harus pandai-pandai mencari bahan pangan murah. Maka ketika ada informasi bagi-bagi beras subsidi, adanya operasi pasar murah, mereka pasti akan datang ke tempat tersebut dan rela mengantre, walau antreannya sangat panjang.

Kondisi masyarakat kian hari kian terpuruk tanpa ada kejelasan kapan harga bahan pokok itu akan turun atau stabil. Pihak pemerintah pun seolah enggan mengetahui penyebabnya di balik kondisi tersebut. Dengan kata lain, kondisi seperti ini adalah suatu hal yang sangat wajar bagi mereka (pemerintah). Pernyataan seperti itu adalah pernyataan orang-orang kapitalis yang individualis yang tidak peka terhadap kondisi di sekitarnya. Penanganan kebutuhan pangan dalam sistem kapitalisme membuat rakyat semakin sengsara, karena hanya memberikan solusi praktis bukan solusi komprehensif.

Ketidakberdayaan ini disebabkan penguasa hanya menjadi regulator para pemilik modal saja. Mereka sebagai hanya fasilitator untuk menguatkan para mafia bahan pokok ini memainkan peran dalam mempermainkan barang dan harga bahan pokok pada saat barang langka. Maka tidak heran jika harga pun akan melambung tinggi, padahal kelangkaan barang adalah hasil monopoli mereka. Selain itu, peran pasar bebas juga sangat berpengaruh dalam hal ini.

Dunia kapitalis hanya mementingkan kemaslahatan individualis saja, mereka hanya mengumpulkan sebanyak-banyaknya materi untuk memperkaya diri sendiri. Azas manfaat yang di junjung tinggi menjadikan hati nurani mereka menjadi mati. Juga di dukung dengan sistem Sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupannya, menjadikan manusia bebas untuk meraih apa yang di inginkan, maka wajar jika yang kaya semakin kaya yang miskin semakin susah, dan yang berkuasa semakin menguasai, atau seperti hukum rimba siapa yang kuat itulah yang berkuasa.

Sungguh ketika segala sesuatu itu di jauhkan dari agama (syari’at), tentu tidak akan ada solusi yang tepat dan tuntas dalam menghadapi permasalahan kehidupan. Seharusnya agamalah (syari’at Islam) yang akan selalu membimbing dan membawa manusia menemukan solusi yang tepat untuk setiap permasalahan kehidupan. Maka dari itu selayaknya kita harus menyelesaikan segala sesuatu permasalahan kehidupan dengan apa yang sudah di perintahkan oleh Allah SWT.

Sebagaimana firman Allah :

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan (al-Quran) maka merekalah para pelaku kezaliman (TQS al-Maidah [5]: 45).

Berbeda halnya dengan penanganan pangan dalam Islam. Negara berpihak kepada rakyat. Negara tidak boleh kalah dari para pedagang yang mengejar keuntungan yang mengakibatkan politik pertanian dan pangan tidak berjalan baik. Negara akan menjaga petani, pertanian, dan ketahanan pangan. Negara juga memiliki konsep politik ekonomi yang di dalamnya tercakup politik pangan . Politik ekonomi ini adalah bagaimana menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok secara menyeluruh.

Di sisi lain, Islam menetapkan berbagai kebijakan untuk mengelola pangan dalam rangka melayani masyarakat. Pertama, menjamin pemenuhan pangan bagi setiap individu tanpa terkecuali. Caranya, negara mengoptimalkan penyediaan pasokan pangan dari dalam negeri dengan melaksanakan konsep pertanian Islam. Kedua, memaksimalkan potensi pertanian dalam negeri dengan melakukan modernisasi pertanian dan sinergisitas antar wilayah sehingga tidak kesulitan bahan pokok.Pada aspek distribusi, negara harus menjamin agar harga yang terbentuk adalah harga yang wajar dan normal. Negara tidak akan menetapkan harga, namun negara mengawasi praktik-praktik ilegal yang bisa mendistorsi pasar, seperti monopoli, kartel, penimbunan, ribawi, dan seterusnya, serta akan menindak tegas siapa saja yang bisa mengendalikan harga, dengan begitu perdagangan dari segi apapun agar berjalan normal dengan harga yang normal pula, sehingga tidak akan terjadi inflasi.

Wallahu a’lam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *