Ilusi Solusi Korupsi dalam Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ilusi Solusi Korupsi dalam Demokrasi

Oleh Naina Yanyan

Kontributor Suara Inqilabi

 

Kembali dugaan korupsi terjadi di jajaran menteri negeri ini. Semua ini menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi. Pembentukan KPK nyatanya tak mampu menghentikan laju korupsi. Apalagi dengan adanya berbagai pelanggaran yang terjadi di lembaga anti riswah ini.

Syahrul Yasin Limpo mundur dari jabatan mentan karena terkait dengan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). KPK masih melakukan proses analisa terhadap barang bukti yang disita saat penggeledahan di rumah dinas maupun di kantor kementan. Oleh karena itu, KPK belum mengumumkan secara resmi soal penetapan tersangka terhadap Syahrul Yasin Limpo. Selain Syahrul Yasin Limpo, menteri di Era Presiden Joko Widodo yang masuk pusaran korupsi ada mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate didakwa merugikan keuangan negara lebih dari Rp8 triliun terkait kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G. Korupsi, Satu Keniscayaan dalam Sistem demokrasi.

Miris, korupsi terus terjadi di negeri ini meski sudah ada badan khusus, dibentuk untuk menyelesaikan dan menuntaskan kasus-kasus korupsi, tetapi tampaknya belum mampu mencegah dan menghentikan kasus korupsi yang ada. Kasus korupsi yang dilakukan oleh seorang pejabat negara di negeri ini tiada habisnya, padahal mereka pihak yang diamanahi tanggung jawab mengatur urusan rakyat. Namun, amanah itu berubah menjadi kecurangan dan penghianatan yang berimbas kepada rakyat.

Islam mengharamkan korupsi dalam bentuk apa pun. Islam memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak korupsi secara tuntas. Ada berbagai faktor yang berperan dalam kasus korupsi, mulai dari faktor ekonomi, emosi hingga moral dan iman. Demokrasi kapitalisme sekuler hari ini berperan besar dalam mengakibatkan berbagai masalah, termasuk korupsi.

Islam Solusi Berantas Korupsi

Islam merupakan aturan sempurna yang sesuai dengan fitrah manusia dan menjamin terwujudnya berbagai hal penting dalam kehidupan seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, terjaganya iman dan takwa kepada Allah.

Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanah. Tanggung jawabnya tidak hanya di dunia, tetapi juga di hadapan Allah Swt. di akhirat kelak. Oleh karena itu, sistem Islam yang berasaskan akidah Islam memberikan solusi yang tidak hanya muncul ketika ada masalah. Sistem Islam mencegah sedini mungkin manusia untuk memiliki niat korupsi.

Ada sejumlah langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi. Pertama, penerapan ideologi Islam yang meniscayakan penerapan syariat Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan yang diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Al-Qur’an dan as-Sunah. Begitu pun dengan pejabat lainnya.

Kedua, pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Ketakwaan akan menjadikan seorang pejabat dalam melaksanakan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. Ketika takwa dibalut dengan zuhud, maka pejabat negara akan makin amanah.

Ketiga, pelaksanaan politik secara syar’i. Politik dalam Islam yaitu bagaimana mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Bukan tunduk pada kepentingan segelintir orang.

Keempat, penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Sanksi tegas diberlakukan untuk memberikan efek jera dan juga pencegah kasus serupa berulang. Sanksi tersebut bisa dalam bentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.

Teladan Rasulullah saw. dan Para Sahabat

Kepemimpinan Rasulullah saw ketika negara Islam berdiri pertama kali di Madinah wajib kita contoh. Walaupun memegang banyak harta negara, beliau hidup sederhana. Misalnya, biasa tidur di atas selembar tikar yang kasar yang meninggalkan bekas pada tubuh beliau. Ketika Ibnu Mas’ud ra. menawarkan untuk membuatkan kasur empuk, beliau berkata, “Tidak ada urusan kecintaanku dengan dunia. Aku di dunia ini tidak lain hanyalah seperti seorang pengendara yang bernaung di bawah pohon, lalu beristirahat, kemudian meninggalkannya.” (HR. At-Tirmidzi)

Begitu pula dengan para sahabat yang menggantikan beliau dalam memimpin negara mencontoh hidup sederhananya. Tengok pula ketika Khalifah Umar bin Khattab ra. memimpin negara. Jika mendapati kekayaan seorang wali atau Amil (kepala daerah) bertambah secara tidak wajar, beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal-usul harta tambahan tersebut. Jika penjelasannya tidak memuaskan, maka kelebihannya disita atau dibagi dua. Separuhnya diserahkan ke Baitulmal. Hal ini pernah lakukan kepada Abu Hurairah, Utbah bin Abu Sufyan, juga Amr bin Al-Ash (Ibn ‘Abd Rabbih al-Andalusi Al ‘Aqd al-Farid 1/46-47).

Solusi pemberantasan korupsi bukan lagi ilusi jika sistem Islam diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan. Saatnya ganti sistem demokrasi dengan sistem Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam.

Wallahualam bissawab.

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *