Ilusi Penghapusan Kemiskinan Ekstrim 0% pada 2024

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Ilusi Penghapusan Kemiskinan Ekstrim 0% pada 2024

 

Oleh Siombiwishin (Aktivis Perempuan)

Presiden Joko Widodo optimis pemerintahannya bisa menghapus kemiskinan ekstrim di Indonesia pada tahun 2024. Tak tanggung-tanggung, Jokowi memasang target yang terbilang ambisius yakni 0% dalam penanggulangan kemiskinan ekstrim tersebut.

“Berkaitan dengan kemiskinan ekstrem ini sebetulnya sudah kita rencanakan di periode yang kedua ini agar nanti di 2024 itu sudah pada posisi nol. Kemiskinan ekstrem kita. Kita akan kerja keras dan mati-matian,” kata Jokowi usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP, Jakarta Selatan, Selasa (06/06/2023).

Dilansir dari Tirto.id- Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menilai, target penurunan kemiskinan ekstrem tersebut terlalu ambisius. Sebab, hal itu akan sangat sulit diwujudkan dalam waktu singkat. “Targetnya terlalu ambisius ya. Perlu keajaiban untuk bisa mewujudkan nya,” kata Piter.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Suharso Monoarfa mengungkapkan masih tingginya jumlah penduduk miskin di Indonesia yang harus dientaskan, terutama kemiskinan ekstrem. Suharso menyatakan, gap jumlah penduduk miskin yang harus dientaskan makin tinggi dan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem belum efektif. Menurutnya, untuk mencapai kemiskinan ekstrem di angka nol, perlu mengentaskan maksimum 5,6 juta orang pada 2024. (Liputan 6, 06/04/2023).

Target pengentasan kemiskinan hingga mencapai 0% pada 2024 ini bagai ilusi tak berarti, terlebih banyak ekonom yang menilai hal ini akan sulit, bahkan ada yang mengatakan dibutuhkan keajaiban dalam mewujudkan target tersebut. Ditambah lagi, tahun 2024 adalah tahun politik sehingga besar kemungkinan seluruh perhatian dan sumber daya akan difokuskan pada hajatan politik.

Jika ditilik lebih dalam, kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan yang telah terstruktur, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan ekonomi. Walaupun sudah bekerja sangat keras, rakyat tetap miskin. Sedangkan sumber daya alam yang dikuasai oleh mereka yang berduit, mampu menghasilkan kekayaan yang fantastis dan hanya berputar pada kelompok mereka, yang kaya semakin kaya.

Hal ini tentu saja tidak terlepas dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme yang meyebabkan sumber daya yang seharusnya dimiliki oleh rakyat dan hasil penggunaannya digunakan untuk kebutuhan rakyat, malah dikuasai oleh segelintir orang saja.

Alhasil, kemiskinan tumbuh subur, bahkan sampai ke level kemiskinan ekstrim yang menimpa berjuta-juta jiwa. Kebijakan yang dikeluarkan untuk menanganinya pun bagai tambal sulam, sehingga masalah kemiskinan tak mampu terselesaikan.

Kemiskinan, pada hakikatnya, adalah tidak terpenuhinya kebutuhan primer manusia. Jaminan pemenuhan kebutuhan primer dalam Islam sangat berbeda dengan kebijakan tambal sulam pada sistem kapitalisme. Politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya.

Dengan demikian, jaminan pemenuhan kebutuhan primer merupakan dasar politik ekonomi Islam. (Abdurrahman al-Maliki, Politik Ekonomi Islam).

Islam mengatur tentang kepemilikan, dimana hutan, gunung, lautan sungai, tambang dll, merupakan hak milik rakyat yang dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh rakyat, demi terwujudnya kesejahteraa rakyat. Dan tidak boleh dikuasai oleh individu/swasta, karena akan menyebabkan ketimpangan ekonomi.

Selain itu, Islam juga mengatur tentang kewajiban pemberian nafkah, yakni suami kepada istri, ayah kepada anak-anaknya, anak kepada orang tuanya, dan keluarga dekat kepada keluarga dekat yang menjadi tanggungannya. Dengan terjaminnya aturan pemberian nafkah ini, maka kebutuhan primer setiap individu dapat terpenuhi. Apabila seseorang tidak mampu mencari nafkah juga tidak memiliki siapapun untuk menafkahinya maka syarak mewajibkan bagi negara untuk menafkahi orang tersebut.

Islam pun melarang adanya praktik monopoli dalam perdagangan untuk semua komoditas, melalui tangan negara, Islam memberikan sanksi tegas bagi pelaku ekonomi yang melanggar aturan dan tentu akan menimbulkan efek jera.

Dengan demikian, praktik kecurangan tidak mungkin terjadi ataupun berulang. Sehingga ketimpangan ekonomi akan dapat dicegah, kemiskinan pun dapat dituntaskan dan besar kemungkinan kemiskinan ekstrim tidak akan terjadi.

 

Wallahu’alam bishshawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *