Idul Fitri Kedua, Masa Pandemi Corona

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Tita Rahayu Sulaeman

 

Hari raya Idul Fitri kali ini, menjadi hari raya kedua bagi masyarakat muslim sedunia pada masa pandemi. Di Indonesia khususnya, pertambahan kasus masih ada setiap harinya. Di kota Bandung, tercatat masih ada 745 kasus aktif atau pasien porsitif dalam perawatan maupun isolasi (prfmnews.id 16/05). Masyarakat masih terus diingatkan untuk patuh pada protokol kesehatan selama beraktifitas. Kebijakan-kebijakan lain seperti larangan mudik dan buka tutup tempat wisata, mewarnai perayaan Hari Raya Idul fitri tahun 2021 ini.

Masa pandemi yang tak kunjung usai, adalah buah dari ketidaktegasan penanganan sejak awal ditemukannya virus covid-19 di Indonesia. Tidak pernah ada kebijakan lockdown untuk mengunci penyebaran virus. Akibatnya, jumlah korban terus bertambah dan wabah semakin meluas. Meski kini grafik dinilai telah melandai, namun pertambahan kasus baru masih terjadi. Per tanggal 24 Mei 2021, tercatat 5.280 kasus baru di Indonesia (covid19.go.id 24/05).

Kebijakan yang diambil pemerintah nampak setengah hati dalam mengatasi pandemi ini. Sekolah tatap muka ditiadakan, namun tempat wisata tetap dibiarkan. Mudik lebaran dilarang keras, namun gelaran pilkada diupayakan agar bisa terlaksana. Padahal jika tegas meniadakan sumber kerumunan, semua harus diperlakukan sama.

Demikianlah kita menyaksikan bagaimana roda pemerintahan dijalankan tanpa aqidah Islam sebagai landasan. Kebijakan yang diambil merujuk pada rekomendasi WHO sebagai badan kesehatan dunia. WHO telah memberikan sejumlah rekomendasi pengendalian covid-19 bagi Indonesia. Sejak awal pandemi, WHO telah berkoordinasi dengan Kemenkes Indonesia sebagai instansi negara yang menangani pandemi. Meski demikian, ternyata rekomendasi WHO tidak berdampak sepenuhnya pada perilaku masyarakat. Seperti misalnya memberlakukan protokol kesehatan, masih ada masyarakat yang mengabaikannya.

Aqidah Islam nampaknya telah jauh dari kehidupan masyarakat dan negara. Padahal Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual, namun Islam adalah agama yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam menangani pandemi.

Pada masa Khalifah Umar RA, pernah terjadi wabah. Maka saat itu yang dijadikan rujukan adalah sabda Rasulullah SAW.

“Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya.” (HR Muslim).

Masyarakat yang aqidahnya kuat akan mematuhi apa yang diperintahkan syariat terhadapnya. Karena yakin bahwa setiap syariat akan membawa kebaikan bagi umat. Peran pemimpin dan negara disini juga amatlah penting. Karena masyarakat yang berada dalam posisi lockdown kebutuhannya tetap harus terjamin. Negara yang berlandaskan aqidah Islam, akan memandang hal ini sebagai sebuah kewajiban yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT sehingga tak mungkin mengabaikannya. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW,

“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Kebijakan pemimpin dan negara Islam mengutamakan kepentingan umat. Nyawa menjadi prioritas utama. Setiap kebijakan yang diambil adalah kebijakan mandiri yang merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah. Tidak ada pengaruh kepentingan pihak manapun. Atau sekedar pertimbangan untung rugi materi. Sayangnya, manusia kini lebih suka mengatur hidupnya dengan aturan yang dibuatnya sendiri, sementara tuntunan dari Allah SWT sebagai Pencipta, diabaikannya.

Pandemi yang telah merenggut jutaan nyawa manusia di bumi ini, semestinya membawa kita pada sebuah kesadaran, bahwa hanya Allah-lah rabb manusia seluruh alam. Hanya dalam kuasa-Nya lah bumi beserta isinya dapat dihancurkan maupun dipulihkan. Saatnya manusia kembali pada hukum Allah saja. Tidak hanya dalam penanganan pandemi, agar pandemi ini segera berakhir. Namun juga dalam setiap aspek kehidupan, Al-Qur’an dan Sunnah dijadikan landasan.

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-maidah : 49)

 

Wallahu’alam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *