HIJABKU TIADA BERMAKNA TANPA NAUNGAN KHILAFAH

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummik Rayyan (Member Pena Muslimah Cilacap)

 

Citizen6, Jakarta—Memeluk agama tertentu sejatinya merupakan hak asasi manusia. Dalam praktik keagamaan, menggunakan pakaian tertentu adalah keniscayaan jika hal tersebut merupakan bagian dari perintah Tuhan. Dalam Islam misalnya, kaum perempuan diperintahkan untuk menutup aurat mereka. Penutup aurat tersebut, berbeda-beda namanya. Ada yang menamakan hijab, jilbab, kerudung maupun burqa.

Menggunakan penutup aurat seharusnya kebebasan yang dilindungi oleh negara, untuk membuat penganutnya merasa aman dan tentram. Sayangnya, beberapa negara justru melarang penggunaan hijab tersebut. Pelarangan tersebut bukannya tidak menimbulkan pro dan kontra. Masyarakat yang merasa ditindas dengan peraturan tersebut kerap mengajukan protes. Namun, pelarangan tetap berlangsung. Ada beberapa negara di dunia yang melarang penggunaan hijab, yaitu :

Pertama, pada tahun 2007 Belanda melarang cadar di sekolah-sekolah publik serta transportasi umum. Larangan itu diperpanjang untuk universitas dan profesi tertentu dimana tatap muka komunikasi dan kontak mata diperlukan. Staf pengadilan hukum juga dilarang memakai cadar atas dasar Belanda merupakan negara yang netral.

Kedua, pada tahun 2013, wilayah Stavropol (Rusia) merupakan wilayah pertama yang memberlakukan larangan penutup wajah bagi perempuan muslim. Wilayah Ticino juga melarang cadar di tempat umum. Berbanding terbalik di Chechnya, pemerintah setempat justru menentang kebijakan pemerintah Rusia yang melarang pemakaian jilbab di gedung publik.

Ketiga, di Jerman mengenakan kerudung bagi muslim secara nasional memang tidak dilarang. Akan tetapi, pada tahun 2003 Mahkamah Konstitusi Federal memberlakukan pembatasan tersebut pada guru sekolah. Akibatnya, setengah dari 16 negara bagian di Jerman melarang guru mengenakan jilbab dan hijab. Negara bagian Hesse bahkan melarang semua pegawai pemerintahan mengenakan jilbab/kerudung pada tahun 2011. Alasan yang dikemukakan adalah keselamatan jalanan.

Keempat, di Italia menutup wajah menggunakan burqa di muka umum bahkan telah dilarang sejak tahun 1970, yaitu sejak adanya masalah keamanan. Meski hukum tidak ditegakkan secara nasional, namun pemerintah secara teratur memperluas pemberian hukuman khusus pada perempuan yang mengenakan burqa, niqab, atau pakaian yang menutupi wajah.

Kelima, pada tahun 1981 Tunisia juga melarang perempuan mengenakan pakaian yang bernuansa Islam, termasuk jilbab, di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintahan. Namun larangan tersebut diabaikan selama bertahun-tahun, hingga tahun 2006 pemerintah menindak tegas perempuan yang mengenakan jilbab dalam upaya mencegah ekstrimisme.

Keenam, di tahun 2013 pemerintah Turki mencabut larangan mengenakan jilbab-jilbab Islam tradisional yang meliputi wajah dan rambut di kantor-kantor pemerintahan. Larangan tersebut dicabut untuk mengatasi kekhawatiran bahwa larangan mengenakan jilbab mengecilkan peran perempuan di kantor-kantor pemerintahan. Akan tetapi, burqa yang menutupi muka tetap dilarang.

ANKARA, KOMPAS.com—Pemerintah Turki, Selasa (8/10/2013), mencabut larangan perempuan mengenakan jilbab di fasilitas publik sebagai bagian dari reformasi yang dilakukan pemerintahan Turki yang berhaluan Islam. Langkah itu disebut PM Recep Tayyip Erdogan, yang istrinya mengenakan jilbab, sebagai langkah awal menuju normalisasi.

“Kami kini mencabut aturan kuno yang bertentangan dengan semangat republik. Ini adalah langkah menuju normalisasi,” kata Erdogan dalam pidatonya di parlemen.

“Masa-masa kekelaman sudah berakhir. Para perempuan yang mengenakan jilbab adalah warga republik seperti halnya mereka yang tak mengenakan jilbab,” tambah Erdogan.

Para pegawai negeri perempuan kini diperkenankan mengenakan jilbab dan pegawai pria boleh memelihara janggut, dua hal yang menjadi simbol Islam yang dilarang oleh presiden pertama Turki, Mustafa Kemal Attaturk. Namun, aturan tak boleh mengenakan jilbab tetap berlaku untuk para hakim, jaksa, polisi, dan personel militer. Pekan lalu, Erdogan yang dikritik akan melakukan Islamisasi Turki, mengungkapkan sebuah paket reformasi demokrasi dan menggunakan kesempatan itu untuk mencabut larangan penggunaan jilbab untuk menjaga sekularisme Turki.

Sejak berkuasa pada 2002, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) tempat Erdogan bernaung sudah berjanji akan mencabut larangan pemakaian jilbab di semua kawasan publik. Saat ini, larangan memakai jilbab di universitas negeri sudah dicabut.

Ketujuh, Pemerintah Belgia memperkenalkan larangan serupa pada tahun 2011 ketika larangan mengenakan cadar dan pakaian yang mengaburkan identitas seseorang di muka umum ditegakkan. Pemerintah Belgia mengklaim menutup wajah tidak sesuai dengan aturan hukum.

Kedelapan, Prancis yang merupakan rumah bagi sekitar lima juta muslim, justru menjadi negara pertama yang melarang penggunaan cadar di muka publik. Hal tersebut meliputi burqa, niqab, dan kerudung di tempat umum. Pemerintah Prancis mengklaim larangan tersebut ditujukan untuk membantu mengintegrasi orang-orang. Tak hanya kerudung, syal dan sorban pun dilarang dipakai untuk pemeriksaan keamanan.

Kesembilan, Pemerintah Suriah melarang jilbab pada bulan Juli 2010. Tindakan keras diperintahkan oleh pemerintah sekuler di Damaskus di tengah kekhawatiran meningkatnya ekstrimisme Islam di kalangan pelajar Muslim muda. Namun pada tahun 2011, Presiden Suriah Bashar Assad menurunkan tingkat ketegangan dengan memperbolehkan guru untuk memakai niqab.

Kesepuluh, Pemerintah setempat di Australia memberlakukan larangan memakai burqa dengan alasan mengancam keamanan nasional. Hal ini membuat banyak kalangan yang memprotes larangan tersebut. Bahkan memakai jilbab pun dilarang di sekolah-sekolah di Australia.

Kesebelas, berikutnya yaitu Spanyol. Kota Barcelona adalah satu dari sekian kota di Spanyol yang melarang penggunaan jilbab di tempat-tempat umum. Aturan tersebut berlaku sejak tahun 2010. Sejumlah kota kecil di Spanyol juga melarang kaum Muslim menggunakan penutup wajah dengan alasan hukum.

Sejak dulu kebencian terhadap Islam terus berkobar, sampai-sampai syariat Islam terkena imbasnya seperti penggunaan hijab atau jilbab. Tidak sedikit kaum muslimah di belahan dunia yang terintimidasi hanya karena memakai busana muslimah, padahal dalam Islam hal tersebut adalah kewajiban bagi setiap muslimah. Perlakuan yang buruk dari orang-orang yang membenci Islam, pada akhirnya membuat semakin takut umat muslim dalam menunjukkan eksistensinya di tengah-tengah masyarakat.

Hal tersebut semakin diperparah dengan manutnya pemerintah pada sistem kapitalis, sehingga para kapital yang mempunyai pengaruh dapat dengan gampangnya menginvasi kebijakan di suatu negara termasuk negara-negara muslim. Selain itu, berlangsungnya kedzaliman-kedzaliman yang menimpa kaum muslim di dunia adalah bukti bahwa dunia Islam saat ini lemah,  tidak dapat berbuat apa-apa. Bilamana bereaksi hanya sekedar mengecam atas perlakuan-perlakuan terhadap kaum muslim. Tidak ada aksi nyata yang dilakukan negara-negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim.

Dalam Islam, hijab merupakan identitas bagi muslimah. Selain itu juga merupakan perintah yang tertuang didalam kitab suci umat islam yaitu Al-Quran. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi : “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” ( QS. Al-Ahzab : 59)

Negara mempunyai peran dalam memudahkan masyarakat menjalankan ketaatan kepada Allah SWT, demikian pula perlindungan kepada muslimah dalam hal penjagaan auratnya. Kaum muslim saat ini terpecah-belah, maka harus ada satu kepemimpinan yang akan menyatukan seluruh kaum muslim, termasuk hukum-hukum syariat bagi perempuan akan bisa terlaksana dengan adanya peran Negara yang menerapkan syariat Islam secara Kaffah. Maka, kehadiran Daulah Islam yang menerapkan sistem islam adalah sebuah kebutuhan yang mendesak. Daulah Islam bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Dengan penerapan sistem islam, semua umat manusia akan terlindungi dan sejahtera, karena yang diterapkan adalah syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT.

 

Wallahu a’lam bish-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *