Heboh Gara-gara Games Online Anak Masuk RSJ

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ummu Khalid (Ibu rumah tangga dan pengisi kajian komunitas remaja)

 

Beberapa waktu lalu ramai pemberitaan tentang kasus anak masuk Rumah Sakit Jiwa (RSJ) karena kecanduan gadget. Direktur Provinsi Jawa Barat dr. Elly Marliyani mengatakan, jumlah pasien rawat jalan akibat kecanduan gawai pada Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat pada tahun 2020 menangani 104 pasien. Menurut Elly, pasien kebanyakan mengalami masalah kejiwaan dan terdampak adiksi (kecanduan) games online.

“Sedangkan pasien murni adiksi games sebanyak 8 orang. Pada tahun 2021 bulan Januari hingga Februari, yang mengalami masalah kejiwaan dan terdampak adiksi games ada 14 pasien dan 5 pasien murni adiksi games yang Rawat jalan di Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Provinsi Jawa Barat. Saat ini tidak ada pasien rawat inap Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja dengan murni adiksi games,” kata Elly dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (23/3/2020).

Sungguh miris apa yang menimpa generasi hari ini. Di tengah pandemi yang tak kunjung usai, lagi-lagi masyarakat disuguhkan pemberitaan memilukan hati, alih-alih mendapatkan kabar baik sebagai pengobat hati. Saat pandemi mau tidak mau kegiatan belajar mengajar pun menjadi online, yang menjadi masalah adalah jika kelekatan dengan gadget bersifat adiktif dan tak mampu dicegah. Bukan hanya peran para orang tua dalam pengaturan gadget sehari-hari, lingkungan sekitar dan peran negera diperlukan dalam mengatasi permasalahan ini.

Sistem aturan terhadap masyarakat tentu tidak lepas dari asas yang digunakan dalam sebuah negara. Jamak diketahui bahwasanya sistem aturan yang diterapkan negeri ini  adalah kapitalisme sekuler, dimana tujuan hidup dalam kapitalisme adalah untuk meraih kebahagiaan sebanyak-banyaknya yakni dengan mendapatkan kenikmatan dunia yang bersifat fisik. Maka hal-hal yang pada hakikatnya hanya untuk kesenangan semata pun dapat tumbuh subur meski “unfaedah”. Tak ayal jika game online ataupun aplikasi melenakan lainnya ramai diunduh oleh anak-anak dan remaja untuk menjadi pelampiasan rasa lelah mereka. Akhirnya mereka sibuk berlomba hanya untuk mengejar kenikmatan dunia yang bersifat sesaat.

Berbeda 180 derajat dengan kapitalisme, dalam pandangan Islam ada yang disebut madaniyah atau benda bebas nilai, misalnya hasil teknologi yang tidak termuat di dalamnya pemikiran di luar Islam, contohnya gawai. Maka dalam Islam seorang muslim boleh menggunakan serta memanfaatkannya. Justru haruslah kecanggihan teknologi ini membuahkan kemaslahatan karena dapat memudahkan hidup manusia, bukan malah membawa kemudharatan. Hendaknya seorang muslim sadar akan hakikat hidup ini yang modalnya adalah berupa waktu, maka hari-harinya haruslah diisi dengan aktivitas yang bermanfaat yakni yang mampu meraup pahala semaksimal mungkin, bukan hanya disibukkan oleh hal-hal yang mubah.

Hendaknya kaum muslim merenungi firman Allah SWT di bawah ini:

Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?” . (TQS. Al-An’am: 32)

Seharusnya manusialah yang menguasai gawai bukan gawai yang menguasai manusia. Fakta anak-anak masuk RSJ karena kecanduan gadget membuktikan bahwasanya manusia bisa dikuasai oleh teknologi. Memang betul hal ini menunjukkan ada yang salah dengan pendidikan dan pola asuh terhadap anak-anak hari ini, baik dalam lingkungan keluarga, institusi pendidikan ataupun lingkungan tempat tinggal. Namun yang lebih penting adalah absennya peran negara yang mempunyai wewenang besar untuk melahirkan aturan yang ramah terhadap anak.

Sistem Islam mempunyai regulasi yang jelas tentang konten-konten yang membahayakan termasuk yang melenakan generasi. Konten game yang memperkaya para kapitalis akan terus mencari pasar untuk para penggunanya. Maka di sini peran negara menjadi sangat urgen untuk hadir membuat kebijakan yang mampu menyelamatkan generasi dari keterpurukan. Bukan hanya sekedar menyerahkan urusan ini kepada individu. Karena negara senjatinya adalah pengatur dan pengurus urusan masyarakat.

Sayangnya saat ini penjagaan terhadap kesehatan mental dan jiwa para generasi muda kurang mendapat perhatian karena tujuan kapitalisme hanyalah mendapatkan keuntungan seluas-luasnya tanpa melihat apakah ini berefek buruk pada manusia. Maka butuh terhadap sistem aturan yang mampu melihat masalah ini sebagai masalah yang krusial untuk dibahas. Inilah sistem Islam yang mampu menjaga manusia dengan aturannya yang sempurna yang datang dari Sang Pencipta.

wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *