Harga Beras Selangit Bikin Hati Emak-Emak Teriris

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Harga Beras Selangit Bikin Hati Emak-Emak Teriris

Labibah Mumtaz

Aktivis Muslimah Gresik

Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Akhir –akhir ini harga beras terus saja meroket, tidak kunjung turun justru melambung bikin hati emak-emak teriris. Sebagaimana Hal ini dikeluhkan oleh para ibu rumah tangga di Gresik. Salah satunya adalah Intan Dian (29) warga Perum Permata Suci (PPS), Manyar, Gresik. Dia mengatakan, beras dipasar maupun ditoko modern mengalami kenaikan harga. Beras premium mengalami kenaikan hingga Rp 5 ribu. “Biasanya kalau gak Rp 78 ribu, Rp 79 ribu per 5 kilogram, sekarang naik sampai Rp 83 ribu per 5 kilogram,” kata ibu satu anak ini, TRIBUNJATIM.COM, GRESIK, Senin ( 12/2/2024 ).

Kenaikan harga beras ini jelas berdampak negatif bagi masyarakat. Penduduk yang berpenghasilan menengah ke bawah dapat dipastikan mengalami kesulitan untuk mendapatkan beras yang layak makan. Tidak jarang mereka terpaksa mencampur beras dengan bahan makanan lain, seperti gaplek, jagung, ubi, dsb.

Miris, negara yang dikenal sebagai negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang luas, sumber daya alam beraneka ragam dan berlimpah, namun sayang kenyataanya tak mampu menjamin kehidupan masyarakat didalamnya. Tercekik, itulah yang dirasakan masyarakat kecil.

Pemerintah mengklaim melakukan banyak hal untuk mengurusi pangan rakyat, khususnya beras. Namun, pada kenyataanya masyarakat masih sulit mendapatkan beras berkualitas dengan harga terjangkau, ditambah kehidupan miskin para petani, ini membuktikan ratusan regulasi tersebut bukanlah solusi. Oleh karenanya, harus ada koreksi total terkait tata kelola urusan beras sehingga problem ini benar-benar tuntas. Jika dicermati, solusi selama ini mengatur aspek teknis semata, tetapi tidak menyelesaikan persoalan mendasar. Padahal, karut-marut ini berpangkal dari kebatilan paradigma dan konsep tata kelola.

Mulai salah tata kelola pangan dan pertanian yang dijalankan di negeri ini lahir dari sistem kehidupan sekuler kapitalisme. Ditambah terjadinya lonjakan harga pupuk dan pembatasan distribusi pupuk subsidi, juga bukti tak keseriusan pemerintah mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Begitu pula ketiadaan jaminan penyerapan hasil panen petani dengan harga wajar, berkontribusi makin menurunkan jumlah petani.

Wajar jika dikatakan pemerintah tidak memiliki visi politik pangan yang jelas. Upaya tambal sulam seperti pembentukan Badan Pangan Nasional yang berfungsi untuk memangkas rantai birokrasi antar lembaga urusan pangan agar bisa mempercepat pengaturan dan pengelolaan pangan, juga tidak banyak memberikan pengaruh.

Sistem ekonomi kapitalime yang keberadaanya didukung sistem politik demokrasi dan sekulerisme, secara keseluruhan meniscayakan lahirnya korporasi raksasa yang menguasai seluruh rantai usaha pertanian, mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, bahkan importasi. Dengan demikian dapat dirasakan bahwa pemerintahan makin abai dalam pengurusan kemaslahatan masyarakat.

Islam Memenuhi Kebutuhan Pokok Rakyat

Sangat berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang berdiri di atas hukum syara’ yang seluruh kebijakannya akan berfokus pada kemaslahatan umat. Setidaknya ada dua kebijakkan dalam sistem Islam untuk memenuhi kebutuhan pangan antara lain :

Pertama, kebijakan yang dapat memperkuat kedaulatan pangan, yaitu intensifikasi dengan mempermudah petani dalam hal produksi. Subsidi bukanlah beban, melainkan satu cara untuk meningkatkan produktivitas yang akan menjaga ketersediaan. Begitu pun ekstensifikasi, pemerintah akan hadir untuk rakyat, bukan untuk korporasi. Pemerintah akan menjaga agar alih fungsi lahan benar-benar dilakukan untuk kepentingan seluruh rakyat.

Kedua, harga bukan satu-satunya hal dalam pendistribusian harta. Negara akan bertanggung jawab terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan rakyat, termasuk pangan. Contohnya, negara menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan tanah mati dan pemagaran apabila para petani tidak menggarapnya secara langsung. Kebijakan yang demikian ini bisa terwujud jika negara memiliki peran sentral dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.

Kebijakan yang berfokus pada umat hanya akan bisa kita dapatkan dalam sistem pemerintahan Islam, bukan demokrasi. Selain karena sejarah membuktikan bahwa hanya peradaban Khilafah yang dapat menyejahterakan penduduknya dengan sebaik-baik pengurusan, juga terdapat firman Allah Taala bahwa suatu negeri akan sejahtera jika Islam diterapkan secara kafah.

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *