Harga Bahan Pokok Melangit Rakyat Menjerit

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Harga Bahan Pokok Melangit Rakyat Menjerit

Nurul Putri K

Ummu Warrabtul bayt dan Pegiat Dakwah

 

Bulan Ramadan yang penuh berkah, seluruh umat muslim menyambutnya dengan penuh suka cita. Namun sayangnya, kehadirannya saat ini bagi sebagian orang disambut sebagai beban dengan naiknya harga bahan pokok, bahkan tidak sedikit yang sulit didapatkan karena pedagang lebih memilih tidak menjual karena tingginya harga beli. Kehidupan rakyat yang sudah susah pun kian sulit, sayangnya hal ini seolah telah menjadi tradisi. Setiap pergantian tahun, jelang bulan suci atau hari raya idul Fitri berbagai pembelian kebutuhan pokok pasti melambung tinggi. Masyarakat pun hanya bisa pasrah menerima.

Kenaikannya pun dirasakan dua merata, baik di kota-kota besar maupun di desa. Seperti yang terjadi di Kabupaten Bandung, stok beras di beberapa agen beras dan mini market belakangan terjadi kelangkaan. Mereka menduga kelangkaan tersebut karena musim kampanye Pilpres dan Pileg yang memborong beras untuk bantuan sosial (bansos). Rizal salah seorang agen beras mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya jumlah pasokan dari produsen yang berkurang. Ia

menyebutkan, saat ini memang bukan waktunya panen raya di mana para pedagang kesulitan untuk mendapatkan pasokan beras, pengirimannya pun sempat tersendat sejak Januari 2024. Rizal kemudian mendatangkan beras dari para petani beras di Garut, Jawa Barat. Menurutnya efek kemarau jangka panjang juga berpengaruh pada hasil panen raya yang seharusnya terjadi pada bulan Maret dan April. (MNC Portal Indonesia, Minggu 18/2/2024).

Mahalnya harga pangan saat ini terutama beras, bukan kali ini saja terjadi. Kenaikannya berlangsung terus menerus beberapa bulan terakhir ini, dari sini nampak kurangnya upaya penanggulangan dalam mengatasi semua persoalan. Padahal pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi dan negara bertanggung jawab dalam menetapkan kebijakan, namun faktanya justru dipolitisasi. Tidak jarang keberadaannya ditimbun demi kepentingan pihak tertentu.

Mahal dan langkanya harga pangan terutama beras menunjukkan kegagalan penyediaan pangan bagi masyarakat, dan penguasa lah yang berkewajiban melaksanakannya. Sayangnya hal ini mustahil terwujud dalam sebuah negara yang menganut kapitalisme, karena kendali mikebijakan biasanya berada di tangan para korporat atau setidaknya ditetapkan untuk kepentingan mereka. Sistem ini telah memberi ruang sebebas-bebasnya bagi para pemilik modal untuk menguasai segala sektor baik dalam pangan maupun pertanian.

Hal inilah yang menyebabkan kekacauan produksi, distribusi, hingga ketersediaan bahan pangan di pasaran akibat permainan para mafia pangan. Namun negara menunjukkan ketidakberdayaan untuk mengatasi masalah ini, sehingga masalah terus berlanjut dan berulang dan rakyat lah yang menjadi korbannya.

Sistem ekonomi kapitalisme sekuler tidak memihak kepada kepentingan pelaku usaha, khususnya perusahaan-perusahaan swasta dan asing. Mirisnya, kebutuhan pokok serba di impor, padahal telah ada lembaga-lembaga seperti Badan Umum Logistik (Bulog), Badan Pangan Nasional, dan lain-lainnya. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan semrawut, tata kelola dan pengaturannya berantakan. Alih-alih bisa mengatasi kenaikan dan mempermudah perolehan bahan pangan terutama beras, justru yang terjadi adalah maraknya praktik kecurangan. Misalnya dengan cara diselundupkan, dijatah, sampai ditimbun dan tidak tersalurkan. Alhasil, tidak sedikit beras yang rusak akibat ditimbun para pelaku mafia. Hal ini menunjukkan wajah asli sistem kapitalisme sekuler gagal dalam mewujudkan kesejahteraan, kenyamanan dan keamanan bagi rakyat.

Begitulah kenaikan harga pangan yang terus menerus naik bahkan langka ini menunjukkan betapa abainya penguasa dalam naungan negara penganut kapitalisme. Hal ini tentu sangat berbeda dengan penguasa dalam sistem Islam. Yang akan bertanggung jawab penuh atas urusan rakyatnya karena menyadari bahwa jabatannya kelak akan ditanya dihadapan Allah Swt. Dan Rasulullah saw. telah menegaskan dalam sabdanya:

“Imam adalah Ra’in (pengurus) bagi rakyatnya dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya”. (HR Ahmad dan Bukhari).

Dari hadis ini, umat mestinya sadar bahwa keberadaan pemimpin dalam sistem Islam adalah sejatinya sebagai pengurus rakyatnya. Syariat telah menetapkan solusi agar harga pangan dapat stabil dan terjangkau. Konsep ini tertuang di dalam sistem ekonomi Islam yang secara praktis akan diterapkan dalam naungan sebuah pemerintahan Islam.

Untuk bisa menyelesaikan permasalahan yang semakin carut marut, maka harus dikembalikan kepada aturan yang telah ditetapkan Allah Swt. yaitu melalui penerapan hukum-Nya di setiap aspek kehidupan.

Islam adalah satu satunya solusi yang terbaik untuk menggantikan sistem kapitalisme dalam memenuhi kebutuhan rakyat secara menyeluruh. Untuk itu adalah kewajiban bagi kita sebagai umat muslim dan khususnya bagi pemimpin dan penguasa untuk mengembalikan sistem Islam di tengah kehidupan umat agar tercipta kesejahteraan yang menyeluruh di tengah-tengah umat.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *