Hapus Red List Demi Bisnis

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Chanifatul Maghfiroh

 

Dari pernyataan yang disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi dalam pertemuan tinggi di Sidang Majelis Umum ke-76 PBB di New York, Jumat (24/9/2021) malam waktu AS, sebagaimana dikutip CNBC.
“Secara khusus, terhadap beberapa negara yang masih menerapkan red list, saya minta agar situasi di Indonesia saat ini dapat dipertimbangkan untuk mengubah status red list tersebut,” Ia berusaha meyakinkan bahwa kondisi pandemi di Indonesia sudah membaik. Terbukti angka positivity rate turun tajam dari 31% menjadi rata-rata hanya 2%, jauh di bawah standar WHO sebesar 5%.

Dari fakta yang ada, memang kasus Covid-19 di Indonesia saat ini sedang mengalami penurunan. Namun, masyarakat harus tetap berhati-hati dan waspada dari peluang basar terjadinya ledakan kasus baru Covid-19. Seperti pernyataan tertulis dari Dicky Budiman, selaku ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, bahwa di dalam pernyataannya sempat mengingatkan agar masyarakat tetap berhati-hati dalam menanggapi penurunan kasus Covid-19. Apalagi program vaksinasi belum mencapai 50% penduduk Indonesia. Selain itu menurutnya, protokol kesehatan dalam satu kegiatan bukan barang ajaib atau jaminan. Protokol kesehatan akan berfungsi efektif ketika data-data atau indikator tracing, testing, dan treatment (3T) memang sudah kuat. Dari pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwa ancaman Covid-19 masih terus menghantui, padahal itu hanya dalam skala nasional, contohnya saja munculnya klaster baru dari pemberlakuannya PTM (pembelajaran tatap muka) belum lama ini.

Lalu bagaimana dengan kebijakan pemerintah yang sedang mendesak agar Indonesia dihapus dari daftar red list? Dengan dalih agar pariwisata Indonesia kembali hidup dan diharapkan mampu mendongkrak ekonomi rakyat dan negara dengan membuka kembali destinasi wisata tersebut. Dengan begitu para wisman akan leluasa masuk ke Indonesia karena lunaknya kebijakan pemerintah sehingga sangat menarik para wisman untuk berkunjung.
Sehingga, bukankah kebijakan tersebut hanya akan membuka lebar pintu untuk masuknya gelombang Covid-19 yang lebih ganas lagi, karena negara para wisman saja belum bebas dari pandemi Covid-19 bahkan berkembang banyak varian baru. Maka, kebijakan pemerintah dengan desakan penghapusan Indonesia dari red list ini dinilai gegabah dan tergesa-gesa yang hanya akan membuat pemerintah lebih kewalahan karena dengan masuknya wisman tersebut hanya akan memicu penularan varian baru Covid-19.

Memang kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dan harus segera diperbaiki. Namun, apakah tepat solusi yang diambil pemerintah ini?.
Seolah kebijakan pemerintah membuka pariwisata ini bukan untuk kepentingan ekonomi mayoritas rakyat, tapi hanya menguntungkan segelintir para pemilik kapital. Karena sistem yang sedang diadopsi saat ini yaitu sistem demokrasi kapitalis pasti selalu mengedepankan kepentingan bisnis demi memperbanyak pundi-pundi mereka.
Dalam sistem ini penguasa dan pengusaha atau para kapitalis memiliki hubungan yang erat sehingga setiap kebijakan yang akan diputuskan harus saling menguntungkan.

Karenanya, rakyat harus sadar dan paham bahwa dalam sistem ini, kepemimpinannya tidak bisa memberi jalan keluar terbaik untuk kemaslahatan masyarakat. Seperti problem ekonomi yang sedang melanda negeri saat ini.
Oleh sebab itu saatnya negeri ini mengadopsi sistem yang akan memberi jalan keluar hanya untuk kemaslahatan masyarakat. Yaitu sistem Islam, karena di dalam negara yang kaya akan sumber daya alam ini pasti akan bisa dikelola dengan baik dengan aturan hukum syara’ (halal dan haram) dan tidak akan bisa dikelola oleh para kapitalis yang hanya memikirkan kepentingan pribadi demi meraup harta sebanyak-banyaknya.

Wallahu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *