Guru Honorer Mulia Dan Sejahtera Di Dalam Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Sherly Agustina (Owner @tilah Bakery dan Revowriter Cilegon)

Dilansir oleh Tangerang news.com, sekitar 8.000 tenaga honorer di Pemerintah Kota Tangerang Selatan terancam menjadi pengangguran setelah pemerintah pusat menyetujui regulasi penghapusan tenaga honorer dan pegawai tidak tetap yang bekerja di pemerintahan. (21/01/20).

Tenaga Honorer Dalam Sistem Kapitalisme

Menurut pak Apendi (Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKKP)) kota Tangerang Selatan, kebetulan di Tangsel jumlah PNS hanya 4.800-an orang, sementara penduduk Tangsel ada 1,3 juta, kalau lihat dari itu harusnya ada 13 ribu ASN, oleh sebab itu (kekosongan itu) dibantu teman-teman honorer. Di sini (Tangsel) ada delapan ribuan teman-teman honorer, termasuk pesapon dan lainnya.”

Apendi menghimbau, jika memang regulasi itu nantinya sudah diputuskan, para tenaga honorer, yang khususnya masih berusia di bawah 35 tahun, diharapkan dapat mengikuti pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). (Tangerang news, 21/01/20).

Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negari (BKN) dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk menghapus tenaga honorer dari seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah. Keputusan itu sesuai yang tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kebijakan itu menjadi perbincangan hangat khusus bagi para pekerja honorer. Satu pertanyaan besar adalah bagaimana nasib tenaga honorer yang sudah bekerja saat ini? Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PAN-RB Setiawan Wangsaatmaja menjelaskan, pemerintah memberikan masa transisi selama 5 tahun, yang terhitung sejak 2018, agar tenaga honorer bisa mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Artinya, seleksi CPNS dan PPPK masih akan terus dibuka dengan menyesuaikan kebutuhan yang diusulkan masing-masing instansi. Namun, Setiawan tak bisa memastikan kapan seleksi tersebut dibuka. Kemudian, apabila honorer tersebut tak lolos CPNS ataupun PPPK dalam masa transisi 5 tahun tadi, maka status si pegawai honorer tadi akan dikembalikan ke instansi yang mengangkat.

“Setelah 2023 kita akan lihat masih dibutuhkan atau tidak selama masa transisi. Kita harus duduk sama Kemdikbud, Kemenkeu dan instansi pemerintah terkait lainnya,” tuturnya. Setiawan mengatakan pihaknya akan memberikan sanksi kepada instansi yang masih mengangkat tenaga honorer. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018. Dalam Pasal 96 PP itu sendiri dijelaskan, PPK (termasuk pejabat lain di instansi pemerintah) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.

Instansi yang masih membutuhkan tenaga tambahan didorong untuk mengambil dari pihak ketiga alias outsourcing. Setiawan menjelaskan selama seleksi CPNS maupun PPPK belum dibuka, maka instansi masih bisa merekrut tenaga lewat pihak ketiga atau outsourcing. (detikFinance, 02/02/20).

Berita terbaru, para honorer K2 yang lulus seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) tahap I Februari 2019 bisa bernapas lega. Pasalnya, telah terbit Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI tentang Tata Cara Penyaluran Dana Alokasi Umim (DAU) Tambahan untuk tahun anggaran 2020.

PMK Nomor 8/PMK.07/2020 yang diteken Menkeu Sri Mulyani pada 27 Januari 2020 itu salah satunya menetapkan DAU tambahan bantuan pendanaan penggajian PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja). Adapun besaran DAU tambahan bantuan pendanaan penggajian PPPK per orang ditetapkan sebesar Rp1.579.000 per bulan.

“Jumlah formasi PPPK merupakan formasi yang ditetapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB),” kata Sri Mulyani dalam PMK tersebut. Dia melanjutkan, formasi PPPK yang ditetapkan Kemen PAN-RB adalah hasil rekrutmen tahun 2019. Besaran DAU tambahan bantuan pendanaan penggajian PPPK dihitung 14 bulan termasuk gaji ke-13 dan tunjangan hari raya (THR) alias gaji ke-14. (Fajar.co.id, 05/02/20)
Kebijakan baru ini semoga bisa terlaksan dengan baik. Rakyat menunggu janji pemerintah ketika kampanye, kesejahteraan rakyat akan diperhatikan.

Lost Komunikasi dan Kontroling Pemerintah Pusat

Mengapa tenaga honorer ini bisa ada? Pihak pusat mempertanyakan ke daerah, bahkan menganggap bahwa ini tanggung jawab daerah yang dilempar ke pusat. Ada lost komunikasi dan kontroling yang lemah dari pusat ke daerah. Idealnya, pusat mengetahui apa saja yang dibutuhkan oleh daerah dan berusaha mencari solusi. Baik dari tenaga pengajar yang kurang dan sistem gajinya. Karena semua pengeluaran yang ada tanggung jawab sebuah negara.

Harus clear berapa kebutuhan tenaga pengajar di sebuah negara karena pendidikan adalah hal yang sangat vital. Jadi tidak saling melempar tanggung jawab antara daerah dan pusat. Karena pendidikan adalah tanggung jawab kolektif sebuah negara terhadap rakyatnya. Di dalam sistem kapitalisme semua mis komunikasi dan lost kontrol ini bisa saja terjadi.

Karena di dalam sistem kapitalisme, terutama di dalam pendidikan seolah orang miskin dilarang sekolah. Dan pendidikan berkualitas tinggi hanya bisa dinikmati oleh segelintir yang memiliki modal yang kuat. Pemasukan keuangan menjadi kendala dalam penggajian tenaga pengajar karena pemasukan utama dalam sistem kapitalisme dari pajak.

Kesejahteraan Tenaga Pengajar Dijamin Dalam Sistem Islam

Jaminan kesejahteraan bagi para pendidik sudah jelas disampaikan oleh Baginda Rasulullah Saw dalam hadis yang mulia, di antaranya:

Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda: “Allah SWT berfirman ada tiga golongan yang aku (Allah) musuhi (perangi) pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah (memberi gaji) atas namaKu lalu mengingkarinya, seseorang menjual orang merdeka lalu memakan harganya (hasil penjualannya), dan seseorang yang memperkerjakan pekerja itu kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya.” (HR. Bukhari).

Seorang Imam (khalifah/ kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sistem pendidikan Islam pernah tercatat dalam sejarah kegemilangannya, sangat memuliakan posisi guru. Kesejahteraan guru sangat diperhatikan. Sangat masyhur bagaimana pada masa Khalifah Umar bin Khattab, gaji pengajar adalah 15 dinar/bulan atau sekitar Rp 36.350.250,- ( 1 dinar = 4,25 gram, jika 1 gram = Rp 570.200).

Atau di zaman Shalahuddin al Ayyubi, gaji guru malah lebih besar lagi. Di dua madrasah yang didirikannya yaitu Madrasah Suyufiah dan Madrasah Shalahiyyah gaji guru berkisar antara 11 dinar sampai dengan 40 dinar. Artinya gaji guru bila di kurs dengan nilai saat ini adalah Rp 26.656.850,- sampai Rp 96.934.000,-.

Wajar jika para guru menjadi bersemangat dan fokus dalam mendidik generasi tanpa disibukkan mencari tambahan penghasilan di luar mengajar seperti para guru honorer saat ini. Dan yang paling penting, posisi guru dalam sistem Islam semuanya adalah sebagai aparatur negara (muwazif daulah). Tidak ada pembedaan status guru negeri dan honorer. Semua guru dimuliakan dalam sistem Islam karena perannya yang begitu strategis.

Bertolak belakang dengan kapitalisme yang menyerahkan pendidikan pada pasar bebas (korporasi), dalam Islam negara harus berperan penuh dalam urusan negara. Ibnu Hazm dalam kitab Al Ahkaam menjelaskan bahwa seorang kepala negara (khalifah) berkewajiban untuk memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat. (Muslimahnews).

Dalam masalah kepegawaian, termasuk guru khalifah berkewajiban memberi upah yang layak sehingga bisa mengerjakan tugas yang diamanahkan kepadanya. “Barangsiapa yang diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak memiliki rumah maka hendaklah ia mendapatkan rumah. Jika ia tidak memiliki isteri maka hendaklah ia menikah. Jika ia tidak memiliki pembantu maka hendaklah ia mendapatkannya. Bila ia tidak memiliki hewan tunggangan hendaklah ia memilikinya. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu maka ia telah melakukan kecurangan” (HR. Abu Daud).

Untuk merealisasikan terwujudnya kesejahteraan guru, maka Islam menyelesaikan permasalahannya yaitu,

Pertama, pendidikan merupakan kebutuhan dasar warga menjadi tanggung jawab negara, baik sarana prasarana, pengelolaan, penggajian guru dan karyawan. Kalau swasta-warga membantu negara dalam pendidikan, maka sekedar membangun gedung saja, yang kemudian pengelolaan-pelaksanaannya menjadi tanggung jawab negara atau swasta-warga dibolehkan membantu membangun dan mengelolanya sendiri, maka harus menenuhi standar negara-termasuk penggajiannya.

Kedua, semua guru digaji oleh negara atau memenuhi standar penggajian negara (jika pendidikan dikelola swasta-warga).

Ketiga, guru dalam Islam dan negara khilafah memilik posisi yang penting dan mulia. Karena guru dengan ilmunya memiliki tugas untuk mengajar, mendidik, dan mencetak kader atau generasi yang harus memiliki kemampuan dan cerdas akademik, keterampilan life skill, dan lebih penting mencetak generasi berkepribadian islam. Sehingga kondisi negara 10 tahun mendatang bisa diprediksi dengan kualitas output pendidikannya.

Keempat, telah terbukti secara empirik dan historis, bahwa sejarah telah mencatat tentang gaji guru dalam naungan Khilafah yang menerapkan syari’at Islam secara total, guru mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya.

Bagaimana dengan pembiayaannya? Ini pentingnya integrasi sistem pendidikan dengan sistem lain yang kompatibel. Sistem pendidikan Islam hanya kompatibel dengan sistem ekonomi Islam sebagai penyokong dana.

Gaji untuk guru diambil dari Baitul Maal. Oleh karena itu, khilafah memiliki klasifikasi harta-harta negara meliputi: (1) Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus; (2) Al Kharaj; (3) Al Jizyah; (4) Macam-macam harta milik umum; (5) Pemilikan Negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan pemasukannya; (6) Al Usyur; (7) Harta tidak sah para penguasa dan pegawai, harta yang didapat secara tidak sah dan harta denda; (8) Khumus rikaz (barang temuan) dan tambang; (9) Harta yang tidak ada pewarisnya; (10) Harta orang yang murtad; (11) Zakat; (12) Pajak. (Sistem Keuangan Di Dalam Islam, Zallum).
Sedangkan penjaminan mekanisme ekonomi Islam yang dijalankan ada pada sistem pemerintahan yang dianut, yakni sistem pemerintahan Islam (khilafah). Itulah mengapa Islam tidak bisa diambil hanya sebagian hukum saja, tapi harus kaffah (menyeluruh). (Kompasiana.com, 23/06/2013).

Jadi, hanya dengan syari’at Islam yang diterapkan oleh negara khilafah saja, orang berilmu (guru, ulama’) sejahtera, dan ilmu serta karyanya dihargai dengan mahal. Mari bersama-sama berjuang mewujudkannya.

Allahu A’lam bi Ash Shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *