Gurita Korupsi di Sistem Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Gurita Korupsi di Sistem Demokrasi

Oleh Ayu Sunarti

Kontributor Suara Inqilabi

Di tahun-tahun yang sebelumnya, pemberantasan korupsi selalu menjadi narasi yang indah. Yang sering kali berulang-ulang didengungkan. Namun, praktiknya kebalikannya. Bukan mendapatkan keringanan hukuman setelah bebas, mantan napi bisa berkuasa dan melenggang, apakah yakin mereka sudah tobat dan tidak melakukan untuk korupsi?

Pantaskah bancaleg bekas napi korupsi? Warganet ramai-ramai merespon kabar soal diperbolehkannya mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) DPR, DPD, DPRD pada pemilu 2024 mendatang. Mereka mempertanyakan gunanya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Seperti soal narapidana menjadi caleg, izinnya tertuang dalam UU No. 7 tentang pemilihan umum terutama di pasal 240 ayat 1 huruf 9. Dalam pasal tersebut, tidak ada larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar sebagai caleg DPR dan DPRD. Di antara beberapa nama bancaleg mantan napi koruptor adalah, Abdulah Puteh (korupsi helikopter), Susno Duadji (korupsi pengamanan pilkada Jawa Barat 2009 dan korupsi penanganan PT Salmah Arowana Lestari), Nurdin Halid (korupsi distribusi minyak goreng bulog), Rakhmin Dahuri (korupsi dana non bajeter depertemen kelautan dan perikanan, dan Irman Gusman (penerima suap dalam impor gula oleh perum bulog). (Kompas, 25-8-2023).

Para koruptor ini masuk dalam daftar bancaleg, dan menunjukkan bahwa parpol memang menggelar karpet merah bagi para koruptor. Seolah-olah menutupi fakta pada pemilu 2024 ini. Dan KPU tidak mengumumkan status hukum para bancaleg dan tidak melarang napi koruptor menjadi bancaleg, dasarnya adalah pasal 43 ayat (1) UU HAM yang pada dasarnya menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu, dan pasal 73 UU HAM yang mengatur soal pembatasan dan larangan hak serta kebebasan setiap warga negara. Berbeda dengan pemilu 2019, KPU mengumumkan daftar caleg yang pernah terlibat korupsi. Berdasarkan peraturan KPU (PKPU) 20 (2018), KPU melarang mantan koruptor mencalonkan sebagai peserta pemilu, akan tetapi PKPU tersebut digugat oleh sejumlah mantan napi koruptor dan akhirnya dibatalkan oleh MA No. 30 p/HUM/2018 dan bahwa larangannya bertentangan dengan UU pemilu. (CNN Indonesia, 24-8-2023).

Inilah fenomena mantan koruptor boleh menjadi bancaleg. Selama demokrasi dicitrakan sebagai pemerintahan bersih dan transparan karena pemimpinnya adalah pilihan rakyat. Kenyataannya, justru demokrasi masih melindungi pelaku korupsi.

Apalagi jika mantan koruptor yang menjadi bancaleg merupakan orang-orang yang punya posisi strategis di partainya. Kemungkinan besar mereka akan terpilih, seolah-olah keputusan MA dan KPU didesain untuk memuluskan bancaleg terpidana korupsi untuk bisa menduduki kekuasaan.

Aneh tapi nyata bisa terjadi, karena inti demokrasi adalah hak membuat aturan ada pada manusia bukan pada Allah Swt. Akibatnya, para penguasa bisa membuat aturan sesuka hati mereka untuk memuluskan syahwat politiknya dan bisa bekerjasama menggolkan suatu regulasi yang dikehendaki.

Intinya, pemberantasan korupsi dalam demokrasi basa-basi, korupsi tidak akan benar-benar diberantas karena dianggap menguntungkan para politisi. Kewenangan KPK saja bisa dimutilasi hingga tidak berdaya lagi. Sungguh menyedihkan, berdasarkan instruksi Jaksa Agung ST Burhanudin, calon kontestan pemilu malah dilindungi dengan cara menunda pengusutan kasus korupsi terhadap mereka yang terlibat pemilu. Dan ujungnya para koruptor yang menang.

Terapkan sistem Islam.

Selama demokrasi masih diterapkan di negeri ini, pemberantasan korupsi hanya sekadar basa-basi pemerintahan yang bersih hanyalah mimpi.

Jika indonesia ingin bebas dari korupsi kita butuh mengubah sistem pemerintahan dari demokrasi menjadi sistem Islam. Sistem aturan dalam Islam bukan buatan manusia melainkan berasal dari wahyu-Nya yang terjamin sahih. Inilah khilafah. Dalam sistem khilafah salah satu syarat penguasa adalah bersifat adil. Allah Swt. berfirman di dalam QS. an-Nahl ayat 90,

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” Keadilan penguasa sangat penting.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah, arti keadilan adalah apa saja yang ditunjukkan oleh Kitab dan Sunah baik hudud maupun hukum-hukum lainnya. (Ibnu Taimiyah, as-siyasah, asy-syariyah) artinya, orang yang adil adalah orang yang menegakkan hukum Allah Ta’ala baik untuk dirinya sendiri maupun masyarakat. Seorang yang terlibat kasus korupsi jelas tidak memenuhi sifat adil, sehingga tidak memenuhi syarat menjadi penguasa. Dan para koruptor tersebut tidak layak mencalonkan diri menjadi penguasa.

Sistem pemerintahan yang bersih adalah khilafah. Politisi korup akan senantiasa banyak bermunculan dalam sistem demokrasi, karena sistem ini berlandaskan sekularisme yang menghalalkan segala cara dan tumbuh subur dalam demokrasi. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, tidak cukup dengan memilih pemimpin yang bersih, adapun orang yang awalnya bersih ketika masuk ke sistem demokrasi akan cenderung ikut arus menjadi korup. Banyak politisi yang awalnya bersih, ternyata turut tersinggung kasus korupsi.

Demikian agenda umat saat ini, bukan sekadar memilih pemimpin yang bersih dan adil, yang lebih utama yaitu mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan adil, sehingga setiap politisi akan terkondisi untuk menjadi bersih dan adil pula. Hanya satu-satunya sistem pemerintahan yang bersih dan adil adalah khilafah, sistem yang berasaskan akidah Islam, seluruh hukum Allah Swt. Inilah wujud nyata keadilan.

Jumlah harta pejabat juga senantiasa diawasi oleh khilafah. Jika ada kenaikan yang wajar harus membuktikan dari sumbernya. Jika terbukti bersalah pejabat tersebut akan diumumkan di publik sebagai takzir bisa berupa hukuman, penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati. Inilah mekanisme yang lengkap dalam Islam dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih. Dan inilah sistem yang harus kita wujudkan, bukan sistem demokrasi yang terbukti korup.

Wallahua’lam Bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *