Gemuruh Jeritan Buruh Di Sistem Yang Rapuh

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Gemuruh Jeritan Buruh Di Sistem Yang Rapuh

 

Isti Ummu Zhiya

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global telah diundangkan dan diberlakukan sejak 8 Maret 2023.

Pada pasal 7 ayat 1 Permenaker tersebut dijelaskan bahwa,

“Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran upah pekerja/buruh dengan ketentuan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh paling sedikit 75% dari upah yang biasa diterima.”

Menurut Kemenaker, regulasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja/buruh, serta menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar (cnbcindonesia, 18/03/2023).

Setiap lahir aturan yang disinyalir merugikan rakyat, pasti akan ada aksi penolakan. Kalangan serikat buruh akan menggelar demonstrasi di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada 21 Maret 2023 mendatang. (cnbcindonesia, 18/03/2023).

Hal ini tak ubahnya berkaca pada kebijakan yang telah lalu. Seperti polemik jaminan hari tua (JHT) yang baru dicairkan pada usia 56 tahun, sistem outsourcing yang minim kesejahteraan hingga gelombang PHK. Belum lagi disahkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh.

Kita tahu jumlah buruh di negeri ini sangatlah banyak. Tidak peduli berapa juta rakyat meminta pertanggungjawaban dan menolak kebijakan tersebut. Pihak pemegang kebijakan tetap menjalankan aturannya.

Banyak pihak yang mengkritik kebijakan ini yang dinilai bukanlan solusi mengatasi PHK, dan juga dinilai bertentangan dengan regulasi yang sudah ada.

Beginilah akibatnya apabila hukum buatan manusia, bukan hukum buatan Sang Pencipta kita Allah Swt, sering berubah dan tak memihak pada keadilan, yang ada kezaliman yang terus terjadi.

Sepanjang pengalaman dan kenyataan benar-benar tidak ada kebijakan yang memihak mereka. Tanpa diterbitkan peraturan ini saja, banyak buruh yang mendapatkan upah di bawah UMK, apalagi ditambah kebijakan zalim ini. Upah semakin tipis, kesejahteraan makin jauh dan rakyat semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok di tengah semakin mahalnya harga BBM dan sembako.

Hal ini juga diakibatkan karena penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Kenyataan menggambarkan adanya korporasi dalam singgasana. Kebijakan yang ada hanya menguntungkan segelintir orang tak lain para pemilik modal, pengusaha yang menjadikan penguasa memperoleh tampuk kekuasaan. Sehingga mau tidak mau kebijakan yang ada harus berpihak kepada perut mereka, tak peduli rakyat menjadi korban.

 

Keadilan Islam Bagi Para Buruh

Di dalam Islam, Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil. Keadilan sistem Islam ditunjukkan dengan hubungan buruh dan pengusaha dengan akad ijarah, yakni memberikan upah sesuai manfaat yang diberikan, bukan berdasarkan tolak ukur minimum standar sesuai kebutuhan hidup.

Dalam kasus perburuhan, Islam memberi solusi komprehensif dan mendasar. Untuk urusan yang menyangkut kontrak kerja, semisal upah, beban kerja, hak dan kewajiban pekerja, syariat menempatkannya sebagai urusan murni antara buruh dan majikan atas dasar rida keduanya.

Pernah terjadi pada masa Kekhilafahan Umar bin Khattab ra, beliau menawarkan seorang pemuda kepada kaum Anshar untuk mempekerjakan pemuda tersebut di ladangnya, salah satu dari kaum anshar pun menerima dan terjadi kesepakatan upah setiap bulannya atas permintaan dan penawaran tersebut di antara Khalifah Umar dan kaum Anshar.

Dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi,

“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.”

Hubungan pekerja dan pengusaha yakni hanya memberikan upah dari manfaat yang diberikan. Pengusaha tidak menanggung keamanan dan jaminan kebutuhan dasar seperti kesehatan yang pada sistem sekarang ditanggung oleh pemberi kerja dan negara hanya menjadi regulator. Di dalam Islam tugas memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan memastikan terpenuhinya kesejahteraan rakyat ada pada negara.

Adapun jika upah pekerja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, para pekerja akan dibekali pendidikan dan skill yang mumpuni oleh negara dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas SDM hingga tercipta SDM kreatif, inovatif, dan produktif yang mampu bersaing. Sehingga akan terwujud hubungan yang harmonis antara pekerja dan pengusaha.

Dengan demikian, hanya ada satu cara terbentuk keadilan di antara hubungan pekerja dan pengusaha serta terwujudnya kesejahteraan kaum buruh, yaitu meninggalkan kapitalisme sebagai sumber masalah dan kembali pada Islam sebagai solusi yang sempurna.

Buruh selayaknya sadar bahwa tidak cukup haya menuntut kebutuhan perut. Tuntutan itu semestinya juga mengarah pada perubahan sistem. Terlebih pada hakikatnya, jumlah buruh di negeri ini sangat besar.

Tatkala semua menyadari bahwa akar masalah yang terjadi adalah akibat dari penerapan sistem kapitalisme dan hanya sistem Islam sebagai solusinya, baru hal itu dapat berpengaruh pada perubahan yang menyeluruh.

Wallahua’lam Bishshawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *