Dunia Menjadi Indah dengan Aneka Warna

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Lulu Nugroho (Muslimah Penulis Cirebon)

“Aku tidak bisa bernapas,” ujar Floyd berulang kali sambil menyebut ibunya dan memohon “tolong, tolong, tolong”. Selama delapan menit dan 46 detik, Chauvin berlutut di leher Floyd, kata laporan jaksa penuntut. Darah ke luar dari mulutnya, namun lutut Chauvin masih belum bergerak dari leher Floyd.(Tirto.id,2/6/2020)

Demonstrasi besar-besaran terjadi sejak Kamis, 28/5/2020. Ribuan turun ke jalan protes terhadap tindakan anarkis hingga mengakibatkan nyawa melayang. Diskriminasi masih menjadi pro dan kontra. Beberapa kalangan menolaknya, bahkan WHO pun melarang.

Akan tetapi, sekularisme yang dijadikan asas mengatur kehidupan bermasyarakat, membuatnya rancu, sehingga tidak jelas lagi batasannya, mana tindakan yang diskriminatif, dan yang bukan. Maka pada akhirnya pengusung sekularisme sendiri yang bingung, seolah menolak diskriminasi atas dasar hak asasi manusia, akan tetapi ide dasar ideologi mereka tidak menafikan hal yang demikian.

Peristiwa kematian seorang pria berkulit hitam George Floyd di tangan polisi, tak ayal memicu protes dan kerusuhan yang sedang berlangsung di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat. Pria kulit hitam berusia 46 tahun ditangkap, setelah seorang karyawan menelepon 911, menuduh Floyd membeli rokok dengan uang kertas $20 palsu.

Aksi yang awalnya damai perlahan berubah menjadi ricuh. Banyak bangunan dijarah, dirampok, dan dibakar oleh massa yang marah. George floyd mewakili rasa kulit berwarna gelap yang menolak supremasi kulit putih atas mereka. Amerika Serikat (AS) kini dilanda protes keras dari masyarakat selama delapan hari terakhir.

Bahkan protes diwarnai kerusuhan di sejumlah tempat. Setidaknya, dikutip dari CNN International, pada pekan lalu ada tiga negara bagian sudah menyatakan status darurat. Sementara itu, 40 kota juga dikabarkan menerapkan jam malam. (CNBCIndonesia, 3/6/2020). Kembali terulang masa jahiliyah, sebuah periode yang telah dihapus Islam dengan menyejajarkan manusia.

/Islam Menghilangkan Rasisme/

Jauh ribuan tahun lalu, Rasulullah meniadakan rasisme. Sebagai agama yang unik, Islam menunjukkan keunggulannya dibanding agama lain. Dalam Islam semua warna kulit sama, tidak ada satu warna mendominasi yang lainnya. Banyak nama mengukir sejarah Islam, datang dari muslim kulit berwarna. Mereka teguh memegang agamanya, bahkan rela mati demi Islam.

Bilal bin Rabah salah satunya. Kecintaannya pada Rasul membuatnya pergi menjauh dari Madinah. Sejak Rasulullah tiada, cintanya bertepuk sebelah tangan, Bilal patah hati. Di setiap sampai pada lafazh “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”, ia selalu tersungkur dan menangis.

Kalaulah bukan karena keindahan ajaran Islam, tentu Bilal tidak akan seperti itu. Bilal adalah budak berkulit hitam yang pertama kali diperkenankan naik di atas Kabah untuk mengumandangkan azan. Ia dihormati. Suara azannya dirindukan. Kaum muslim tidak lagi melihat asalnya, atau warna kulit. Juga tak lagi diperlakukan sebagai budak.

Tak hanya Bilal, sosok kulit hitam yang bercahaya lainnya adalah Ummu Ayman. Dia berasal dari Abyssinia dan menjadi pelayan Abdullah tatkala Aminah meninggal. Melalui tangan Ummu Ayman, Nabi Muhammad dibesarkan. Perempuan ini juga termasuk golongan yang pertama kali masuk Islam. Ayman, puteranya, selalu hadir di setiap pertempuran menegakkan agama Allah.

Masih ada beberapa nama pejuang Islam, di antaranya Abu Dzar al-Ghifari, Mihja bin Shalih, Ammr bin Yasir, Zaid bi Haritsah, Sa’ad Al-Aswad As-Sulami, yang memeluk Islam kemudian menjadi pejuang Islam hingga di akhir hayatnya. Seluruh perbedaan dihapus Islam. Manusia dipandang sama, sebagai objek dakwah yang berhak menerima kebenaran.

Hingga di masa Utsmani, tatkala Islam diterapkan dalam Negara Khilafah, Ahmet Ali Çelikten, pilot berkulit hitam Khilafah Utmani juga dikenal sebagai İzmirli Ahmet Ali, adalah penerbang kulit hitam Afro-Turki kelahiran Turki salah satu pilot kulit hitam pertama dalam sejarah penerbangan dunia.

Dalam Islam, perbedaan warna kulit adalah bentuk kekuasaan Allah, bukan aib atau cela. Perbuatan meremehkan atau merendahkan bangsa, suku atau ras lain, adalah produk sekularisme, tanpa aturan Allah, manusia bebas berdiri di atas yang lainnya. Islam anti rasisme. Maka kembali pada Islam sebagai sebaik-baik sistem pengaturan umat di muka. Seperti disebutkan dalam Quran Al-Hujurat ayat 13,

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.

Di dalam Negara Islampun, pada pasal 6 Muqaddimah Dustur disebutkan bahwa ‘Negara tidak membedakan individu rakyat dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat dan semisalnya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama, warna kulit dan lain-lain.

Adalah sebuah karunia dari Allah, menjadikannya manusia berbangsa-bangsa dan berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut adalah untuk saling mengenal, dan bekerja sama dalam kebaikan dan takwa. Bukan saling menindas, menjajah atau mendominasi. Hanya kehidupan Islam yang mampu menghiasi dunia dengan keindahan. Tsumma takuunu khilaafatan ‘ala minhajin nubuwwah.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *