Darurat Kekerasan Seksual, Tak Hanya Keluarga Tapi Peran Nyata Negara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Darurat Kekerasan Seksual, Tak Hanya Keluarga Tapi Peran Nyata Negara

Oleh Asha Tridayana, S.T.

Kontributor Suara Inqilabi 

 

Kasus kekerasan seksual yang menimpa sejumlah masyarakat terlebih pada anak seperti tidak ada habisnya. Kasus demi kasus terus terjadi, bahkan pelakunya tidak jarang berasal dari kerabatnya sendiri, tenaga pendidik termasuk pemuka agama yang notabene menjadi tokoh masyarakat. Hal ini semakin mengisyaratkan bahwa hidup di jaman sekarang semakin tidak aman. Selaku orang tua pun semakin khawatir melepaskan anaknya jauh dari pengawasan sekalipun hanya pergi menuntut ilmu baik sekolah formal maupun pondok pesantren karena tidak sedikit kasus terjadi di lembaga pendidikan.

Berdasarkan fakta tersebut, staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan angkat bicara bahwa maraknya kasus kekerasan seksual dapat dicegah dengan peran aktif dari keluarga dan masyarakat. Menurutnya, kebanyakan korban enggan berterus terang karena tidak ada kedekatan atau kurangnya rasa aman di dalam keluarga sehingga anak berpikir jika bercerita akan menjadi aib atau masalah bagi keluarganya. Oleh karena itu, diperlukan upaya dengan pemberian edukasi kepada seluruh anggota keluarga bahwa orang tua semestinya mampu memberi rasa aman pada anak sehingga anak dapat dengan leluasa bercerita terlebih saat ditimpa masalah sehingga terjalin komunikasi yang berkualitas. (https://www.idntimes.com 26/08/23)

Sementara itu, anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas menambahkan bahwa kekerasan seksual dapat berasal dari orang terdekat korban karena adanya relasi kuasa. Sehingga pencegahan dapat dilakukan dengan membentuk keluarga yang sehat jasmani dan rohani yang dimulai dari orang tua. Seperti keterampilan pengelolaan stres saat terjadi konflik perkawinan, menciptakan relasi yang sehat antar anggota keluarga, edukasi seks pada anak sesuai usia dan pemahaman orang tua terkait kekerasan seksual hingga kemudahan berkomunikasi dan ruang aman di dalam keluarga. Dengan harapan, terbentuknya keluarga yang sehat akan tercipta anak yang sehat dan terhindar dari kekerasan seksual. (https://news.republika.co.id 27/08/23)

Kemenpppa maupun lembaga lain terkait dengan kasus kekerasan seksual menyatakan bahwa upaya pencegahan berawal dari keluarga. Keluarga berperan dalam menciptakan ruang aman bagi anak sehingga anak memiliki keberanian untuk menceritakan jika terjadi kekerasan seksual dan berani melaporkannya. Dengan terciptanya keluarga yang sehat, anak akan terlindungi dan terhindar dari kekerasan seksual.

Namun, faktanya peran dari keluarga saja jelas tidak cukup. Anak dari keluarga yang tidak bermasalah pun memiliki kemungkinan menjadi korban karena tidak adanya jaminan keamanan selama anak berada di luar jangkauan orang tuanya. Sekalipun anak berani bercerita tetapi tetap saja telah menjadi korban kekerasan seksual yang dampaknya tetap dirasakan. Sehingga dibutuhkan peran nyata dari negara dan juga masyarakat. Karena anak tidak hanya berinteraksi dengan lingkungan keluarga tetapi juga lingkungan sekolah dan masyarakat sekitar tempat tinggal. Sementara negara seharusnya memiliki kewenangan dalam hukum dan aturan yang diterapkan agar mampu melindungi rakyatnya.

Terlebih persoalan mendasar yang menjadi penyebab maraknya kasus kekerasan seksual tidak lain adanya sistem rusak yang tengah diterapkan. Yakni sistem kapitalis liberal yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Sistem tersebut menjunjung tinggi kebebasan sehingga setiap individu dapat berperilaku sesuka hati dengan dalih kebebasan. Seperti bebas mengakses konten-konten yang dapat membangkitkan hawa nafsu, bebas berpenampilan tanpa menutup aurat, bebas bergaul tanpa aturan yang jelas dan lain sebagainya.

Disamping itu, adanya asas sekulerisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Terlihat dari minimnya pondasi keimanan dan penerapan aturan agama dalam kehidupan yang semestinya menjadi bekal dan acuan setiap individu dalam berinteraksi di masyarakat. Ditambah, tidak adanya mekanisme pergaulan baik lingkup keluarga maupun masyarakat. Sehingga perilaku masing-masing individu semakin tidak terkontrol termasuk dalam pemenuhan kebutuhan seksualitasnya.

Mekanisme sistem penegakan hukum oleh negara juga lemah sehingga tidak mampu menuntaskan persoalan yang mengakibatkan korban tidak mendapatkan keadilan yang sesuai. Sanksi yang diberikan tidak menjerakan justru semakin memunculkan pelaku-pelaku baru yang membahayakan. Inilah yang menyebabkan kasus kekerasan seksual semakin bertambah sementara korban pun enggan melaporkan.

Akan jauh berbeda ketika Islam dengan seperangkat aturannya diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Karena Islam tidak sekedar ritual ibadah tetapi sebuah sistem yang komprehensif termasuk dalam menyelesaikan masalah kekerasan seksual. Islam jelas melarang kemaksiatan sehingga memiliki mekanisme dalam upaya pencegahan dan sistem sanksi yang tegas ketika pelanggaran tetap terjadi. Keadilan bagi setiap individu dapat terwujud nyata dan keamanan hidup pun terjamin.

Upaya tersebut melalui ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan negara. Dengan ketakwaan individu yang dibina mulai dari lingkup keluarga, akan dapat membentuk individu yang taat syariat dan senantiasa menjadikan hukum syara’ sebagai acuan kehidupan termasuk dalam berinteraksi dengan keluarga dan masyarakat. Salah satunya dengan menutup aurat dan menjaga pandangan. Disamping itu, setiap individu menyadari bahwa segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan kepada Allah swt sehingga berupaya menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam.

Adanya kontrol masyarakat juga sangat berperan penting yakni berdakwah amar makruf nahi mungkar. Masyarakat memiliki kewajiban menyampaikan kebenaran Islam dan turut mencegah kemaksiatan. Lingkungan dengan kontrol masyarakat yang baik dapat meminimalisir kasus kekerasan seksual. Ditambah peran dari negara dalam menjaga ketakwaan individu dengan melarang dan menutup akses konten unfaedah. Negara menjamin penerapan sistem pergaulan Islam termasuk cara pemenuhan kebutuhan nalurinya.

Namun, jika tetap terjadi pelanggaran maka negara dengan sistem sanksi yang jelas dan tegas akan dijatuhkan pada pelaku. Sistem sanksi dalam Islam memiliki nilai preventif karena mencegah individu lain melakukan kemaksiatan serupa dan nilai kuratif yang menjerakan pelaku. Demikianlah, mekanisme Islam dalam menuntaskan kekerasan seksual hingga ke akar masalahnya.

Oleh karena itu, sudah semestinya sistem Islam diterapkan dalam level negara yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Sehingga jaminan keamanan dan perlindungan bagi seluruh umat dapat terwujud nyata dan segala permasalahan pun dapat tuntas teratasi. Allah swt berfirman,

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al Ma’idah ayat 50).

 

Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *