Dana Bantuan Petani Dikapitalisasi 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Dana Bantuan Petani Dikapitalisasi 

 

Oleh Mariah

Pembelajar Islam Kaffah

Pertanian adalah sektor penting dalam kehidupan manusia, karena akan berhubungan dengan pangan yang menjadi kebutuhan pokok setiap individu. Sayangnya, hal sepenting ini justru luput dari perhatian pemerintah. Bantuan yang diberikan tidak ubahnya sebuah pembungkam aspirasi semata. Seperti yang belum lama ini terjadi. Dalam upaya meringankan beban biaya pertanian, pemerintah memberikan bantuan dana kepada para petani.

Dilansir dari situs berita JURNAL SOREANG – Kelompok petani di Kabupaten Bandung mendapat bantuan pemerintah, sebesar Rp500 ribu yang disalurkan melalui rekening BUMD. Salah seorang petani yang meminta identitasnya tidak dipublikasikan mengatakan, rencana awal saat sosialisasi bantuan tersebut akan diberikan secara tunai. Namun, dengan berjalannya waktu, bantuan tersebut diberikan kepada kelompok tani melalui rekening bank milik daerah. “Ada arahan bantuan itu harus dibelanjakan ke BUMD Kabupaten Bandung, meski harganya di atas standar pasaran,” katanya kepada Jurnal Soreang, Kamis 8 Juni 2023.

Hal tersebut menjadi keluhan hampir semua kelompok tani di Kabupaten Bandung, sebab, dengan menerima bantuan diharapkan bisa mengurangi beban belanja kebutuhan pertanian. Namun, yang terjadi sebaliknya, para kelompok tani terkesan diarahkan untuk belanja ke BUMD meski harganya di atas harga standar. “Memang belanjanya sesuai kebutuhan yang dibutuhkan setiap kelompok tani, tapi harganya itu di atas standar,” katanya.

Alih-alih mengurangi beban belanja kebutuhan pertanian, yang ada para petani diarahkan belanja ke BUMD dengan harga di atas harga standar. Sehingga dana tersebut tidak mencukupi kebutuhan pertanian. Dalam hal ini pemerintah mengambil keuntungan dari para petani.

Miris, hubungan rakyat dengan penguasa bak hubungan penjual dan pembeli. Nasib para petani di hari ini makin sulit untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian mereka, sehingga hal ini tentu berdampak pada ketahanan pangan negeri ini. Terlebih harga komoditas penunjang pertanian seperti pupuk, melejit naik. Adapun harga pupuk bersubsidi banyak mengalami perampingan.

Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian. Penetapan tersebut membatasi jenis pupuk subsidi yang sebelumnya lima jenis yakni ZA, Urea, NPK, SP-36, dan pupuk organik Petroganik menjadi dua jenis yaitu Urea dan NPK.

Kebijakan ini tentu membuat tambah sulit bagi para petani, khususnya petani-petani kecil yang hanya mengandalkan pertanian sebagai satu-satunya mata pencaharian mereka. Biaya kebutuhan tani lebih besar dibanding dengan hasil produksi tani, apalagi ketika musim paceklik atau ketika mengalami gagal panen akibat hama atau dampak cuaca buruk.

Adapun bantuan dana yang diberikan tidak serta merta menjadi alternatif yang efektif untuk meringankan biaya pertanian yang dibutuhkan para petani. Bagi para petani kesulitan sekarang ini tidak hanya dari segi pendanaan saja, akan tetapi regulasi dalam penggunaan dana bantuan tersebut. Jika keadaan seperti ini terus terjadi tanpa ada solusi jangka panjang yang tepat, maka sudah tentu menjadi ancaman ketahanan pangan di kemudian hari.

Tata kelola sektor pertanian di bawah sistem kapitalisme hanya menjadikan pemerintah hitung-hitungan keuntungan pada kebijakan yang diterapkan pada rakyatnya. Pemerintah yang menerapkan sistem ini telah mengabaikan hak rakyat sekaligus tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat.

Perlu tekad yang kuat dan langkah nyata dalam menstimulasi sektor pertanian agar kuat dan mandiri. Tidak hanya hasil pertanian saja yang diupayakan agar lebih baik, akan tetapi pendistribusian hasil tani berikut regulasi yang terkait dengan penunjang sektor pertanian pun harus lebih memihak pada para petani. Karena hal ini akan berdampak juga pada harga pasar komoditas pertanian serta kesejahteraan para petani.

Saat ini umat membutuhkan negara yang menjamin dan memastikan setiap individu mampu mengakses kebutuhan pangannya dengan mudah, murah, bahkan gratis. Termasuk segala penunjang yang terkait dengan penyediaan komoditas diberbagai sektor. Hal tersebut dapat terealisasi jika negara menerapkan sistem Islam Kaffah. Rasulullah saw. bersabda,

“Imam atau khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya,” (HR. Muslim dan Ahmad)

Islam memandang bahwa semua tanggung jawab berkaitan pemenuhan pangan masyarakat mulai dari ketersediaan pangan, berikut stabilnya harga pangan yang tidak merugikan sektor penghasil pangan dalam hal ini adalah para petani, hingga terjangkaunya harga pangan oleh masyarakat, berada di tangan negara, sebab negara lah yang ditetapkan oleh Islam untuk menjadi pengurus bagi rakyatnya, untuk mewujudkan semua itu negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam.

Negara tidak akan membiarkan adanya praktik riba seperti hari ini, negara juga bisa mengendalikan jumlah produksi dan bahkan mengendalikan harga pasar. Serta bertanggung jawab untuk menjamin agar sarana produksi pertanian bisa didapatkan dengan mudah dan harga yang terjangkau bahkan bisa jadi negara akan menggratiskan untuk para petani yang tidak mampu.

Negara juga akan menyediakan segala kebutuhan penunjang dan membangun infrastruktur yang mendukung usaha pertanian tanpa unsur komersialisasi sehingga para petani akan mudah mengangkut produk-produk tanpa terbebani biaya angkut. Petani akan bisa mendapatkan kesejahteraan dari usaha yang dijalankannya dan di saat yang sama masyarakat akan bisa mendapatkan harga bahan pangan yang lebih terjangkau.

Demikianlah urusan pangan yang dikelola dengan sistem Islam, sudah saatnya sistem Islam kembali ditegakkan di setiap sendi-sendi kehidupan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

 

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *