Cegah Korupsi Demi Raih Prestasi akan Mengalihkan Tanggung Jawab Hakiki

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Cegah Korupsi Demi Raih Prestasi akan Mengalihkan Tanggung Jawab Hakiki

Uqie Nai

Member AMK

 

Berharap dapat meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Bupati Dadang Supriatna meminta inspektorat untuk melakukan _early warning_ terhadap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) agar berjalan sesuai prosedur yang berlaku. Hal ini dimaksudkan selain karena inspektorat itu berwenang mengawasi tindak  penyimpangan dan penyalahgunaan jabatan  seperti korupsi, inspektorat juga berhak melakukan pemeriksaan dan audit terhadap pengelolaan dan penggunaan keuangan pemerintah daerah maupun pengadaan barang dan jasa. Bahkan inspektorat memiliki kewenangan pemeriksaan dan audit terhadap kegiatan, kebijakan, dan proses di dalam instansi pemerintah daerah.

Dadang Supriatna yang akrab disapa Kang DS merasa optimis dengan adanya peran inspektorat dalam pencegahan dini (_early warning_) karena menurutnya keberadaan inspektorat dapat meminimalisir penyimpangan hukum dan mampu memperbaiki kinerja seluruh jajaran Pemkab Bandung, salah satunya meraih opini WTP delapan kali berturut-turut dari BPK RI. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ini merupakan salah satu predikat yang diberikan BPK atas kewajaran informasi keuangan yang dilaporkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Dadang Supriatna pun mencontohkan tentang perbandingan APBD sesaat dan setelah ia diangkat menjadi bupati. APBD yang asalnya RP4,8 triliun meningkat menjadi Rp7,4 triliun. Ini dikarenakan adanya kemajuan dari Pendapatan Asli daerah (PAD) serta kinerja seluruh OPD berjalan dengan baik. (Balebandung.com, Rabu 24/1/2024)

Berantas Korupsi Dimulai dari Pangkalnya

Kasus korupsi di negeri ini memang sudah pada taraf mengkhawatirkan, terutama di instansi  dengan jabatan mentereng. Dari mulai desa hingga pemerintahan, baik lembaga eksekutif, legislatif atau yudikatif. Slogan “Menjabat Tapi Tak Korupsi” seolah menjadi hal yang tak bisa dihindarkan dalam sistem demokrasi terutama para pejabat yang haus prestasi, kemewahan, dan status sosial. Maka sudah seharusnya seorang pemimpin yang menginginkan wilayah kepemimpinannya ‘bersih’ dari praktik kecurangan menetapkan aturan yang tegas sebelum dan sesaat seseorang menjabat. Aturan ini mesti dilakukan dengan sepenuh hati demi terjaganya kepercayaan umat, bukan karena motif mengejar penghargaan.

Berdasarkan UU No. 31/1999 juncto UU No. 20/2001, tindak pidana korupsi bisa dikategorikan menjadi 7 jenis seperti merugikan keuangan negara, suap menyuap, pemerasan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, dan gratifikasi.

Pemerintah sendiri selain telah membuat beragam kebijakan agar tindak pidana korupsi tidak terjadi atau bahkan berulang, di antaranya dengan _early warning_ dan penanaman nilai anti korupsi seperti jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, serta adil. Juga membentuk lembaga independen yang bertugas menyelidiki, menyidik, dan menuntut pelaku tindak pidana korupsi. Lembaga ini dibentuk era pemerintahan Megawati Soekarnoputri yang dikenal dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meskipun telah dilakukan berbagai upaya pencegahan hingga penangkapan pelaku korupsi oleh KPK, nyatanya tindak pidana korupsi ini bukannya berkurang tapi kian bertambah. Menurut _Indonesia Corruption Watch_ (ICW), pada 2022 kasus korupsi mengalami peningkatan hingga 8,63 persen dari tahun sebelumnya yakni 533 kasus menjadi 579 kasus. (dataindonesia.id, 21/3/2023). Jika pun pelaku korupsi ditangkap dan dijatuhi hukuman, para pelaku tidak menjadi jera dan membuat efek takut bagi yang lain. Para koruptor ini masih bisa menikmati kemewahan serta kenyamanan di dalam jeruji besi bahkan bisa jalan-jalan ke Bali hingga luar negeri seperti terdakwa kasus korupsi Gayus Tambunan saat ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua. (Bbcindonesia.com, 7/1/2011)

Hal ini menunjukkan bahwa aturan serta upaya pemberantasan korupsi yang dibuat tidak berpengaruh secara signifikan. Terlebih lagi hukum di negeri demokrasi tidak menjunjung rasa keadilan melainkan rasa keberpihakan pada siapa yang mampu membayar. Maka akan menjadi kesia-siaan jika hukum dibuat bukan untuk menegakkan keadilan, padahal dalam proses pembuatan hukum itu sendiri menggunakan uang rakyat, sedangkan hasilnya ternyata bukan untuk rakyat.

Kegagalan mewujudkan hukum (aturan) yang membawa kemaslahatan pada hakikatnya berpangkal dari sistem demokrasi itu sendiri. Sistem yang diusung Barat yang memiliki cacat bawaan, salah

satunya kebebasan telah menciptakan rezim otoriter, pemerintahan elitis yang mengoyak nilai-nilai kemanusiaan, memuluskan kesenjangan sosial karena mengabdi pada kepentingan korporasi dan kekuasaan. Sehingga mustahil negara yang mengadopsi sistem ini mampu melahirkan individu pemimpin yang lurus dan amanah.

Pejabat yang Amanah Sesuai dengan Sistemnya

Islam dan seperangkat aturannya memiliki arahan sempurna untuk seorang pemimpin. Di samping kriteria khusus atas pribadinya seperti harus laki-laki muslim, merdeka, baligh, berakal, mampu (cakap) serta adil, juga harus menjalankan pemerintahan yang menerapkan aturan Allah dan rasul-Nya dalam semua aspek kehidupan. Allah Swt. telah berfirman:

_…”Maka putuskanlah (perkara) di antara mereka menurut aturan yang diturunkan Allah dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu mereka dengan (meninggalkan) kebenaran yang telah datang kepada kalian. Untuk setiap umat di antara kalian Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kalian satu umat (saja). Akan tetapi, Allah hendak menguji kalian tentang karunia yang telah Dia anugerahkan kepada kalian.  Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan…”_ (TQS. Al-Maidah; 48)

Dengan adanya penguasa pelaksana syariat di tengah umat, maka jabatan apapun yang diberikan kepada individu akan berada dalam kontrolnya. Penguasa ini akan menunjukkan tanggung jawabnya antara lain: _Pertama_, mengokohkan ketakwaan individu pejabat melalui nasehat dan teguran. _Kedua,_ memeriksa harta kekayaan sebelum ia menjabat. _Ketiga,_ mengingatkan kewajiban masyarakat dengan aktivitas amar makrufnya agar bisa meminimalisir kezaliman yang dilakukan penguasa/pejabat. _Keempat,_ penegakan sanksi oleh penguasa (negara) sebagai implementasi manakala terjadi penyimpangan atau pelanggaran hukum syarak. Baik dilakukan oleh individu masyarakat, pejabat, atau penguasa itu sendiri. Khusus untuk pelaku korupsi atau pelaku yang menyalahgunakan jabatan, negara akan memberlakukan sanksi berupa pembuktian terbalik sebelum dikenakan _ta’zir_ oleh _qadhi_ (hakim).

Pembuktian terbalik ini adalah sejenis audit harta yang dimiliki seseorang sebelum dan setelah ia menjabat. Jika terbukti kekayaannya bertambah setelah ia menjabat maka _qadhi_ memberikannya hukuman _ta’zir_, mulai dari meminta untuk mengembalikan harta yang diambilnya, mengeksposnya di depan khalayak luas, dipenjara atau diberikan hukuman mati, tergantung besar kecilnya kecurangan serta dampak yang ditimbulkannya.

Di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ra. ada seorang _qadhi_ yang terbukti menyalahi jabatannya dengan cara korupsi. Lalu Umar ra. mencopot jabatannya, memintanya mengembalikan harta yang dicurangi, serta menyuruhnya menggarap sawah selama beberapa bulan. Sanksi ini selain membuat pelaku malu dihadapan manusia karena melanggara hukum syarak, juga agar pelaku malu di hadapan Allah dan mau introspeksi diri serta bertaubat. Apa yang dilakukan Umar ra. ini merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai penguasa (kepala negara) dan wujud ketaatannya kepada Allah dan rasul-Nya, bukan karena ingin pujian manusia bahwa Umar telah menegakkan keadilan dan memberikan sanksi yang sesuai. Rasulullah saw. telah bersabda:

_“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.”_(HR Muslim)

Wallahualam bissawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *