BUNUH DIRI ANAK TERUS TERJADI, BUKTI RAPUHNYA GENERASI

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

BUNUH DIRI ANAK TERUS TERJADI, BUKTI RAPUHNYA GENERASI

Oleh Murni Supirman

(Aktivis Dakwah)

Kasus bunuh diri dikalangan anak kembali terjadi. Seorang bocah yang tinggal di Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Saat itu korban sudah ditemukan tidak bernyawa di dalam kamarnya pada Rabu (22/11). Aksi nekat yang dilakukan bocah SD tersebut diduga dipicu karena adanya larangan dari orang tuanya untuk terus bermain HP.

Kasatreskrim Polres Pekalongan, AKP Isnovim turut membenarkan adanya kejadian tersebut. Beliau mengatakan pihaknya telah menerima adanya laporan tersebut, pada Rabu sore kemarin. (Detik.com/jateng)

Bukan hanya itu saja, bahkan hal yang sama juga terjadi pada siswa sekolah menengah pertama di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Diduga karena beratnya beban hidup bocah yang berinisial FF memilih jalan pintas, bunuh diri di usia belia pada sabtu (4/11/23) lalu. (Kompas.id)

Baru-baru ini bahkan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merilis data menyebutkan bahwa jumlah kasus bunuh diri anak sepanjang tahun 2023 per Januari hingga Oktober 2023 telah mencapai 20 kasus.

“Catatan kami tahun 2023, kasus bunuh diri anak sudah sampai di angka 20 kasus,” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar di Jakarta, Jumat (10/11/2023). (Republika.co.id)

Sungguh miris jika generasi yang akan melanjutkan ekstafet kepemimpinan berakhir seperti ini, apakah generasi hari ini mentalnya begitu rapuh hingga ujung masalah selalu di akhiri dengan bunuh diri. Bahkan kondisi seperti ini menunjukkan betapa rusaknya mental generasi hari ini. Untuk itu perlu adanya perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat, mengingat jumlah kasus yang begitu banyak serta usia anak yang melakukan tindakan ekstrem tersebut terhitung masih sangat belia dan seakan telah menjadi fenomena baru di tengah masyarakat saat ini ketika masalah telah mentok maka solusinya adalah bunuh diri. Ini adalah alarm serius untuk penguasa. Negara harus secepatnya mengevaluasi diri bagaimana mencegah agar hal yang serupa tidak terjadi lagi.

Maraknya kasus bunuh diri dikalangan anak dan remaja menjadi bukti bahwa kondisi mental anak-anak hari ini tidak sedang baik-baik saja. Dan ini bisa dikatakan ada kesalahan tata kelola kehidupan di tengah masyarakat baik dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara. Hal ini tidak lepas dari pengaruh penerapan sistem sekulerisme yang melahirkan banyak problem yang berkaitan erat dengan mental. Banyaknya tontonan yang mudah diakses anak-anak menjadi salah satu faktor anak-anak bisa meniru, mempraktekkan adengan berbahaya sementara negara tidak berupaya untuk memblokir konten-konten propokatif untuk anak-anak.

Dalam suasana kehidupan keluarga tak jarang kita temukan banyak orang tua abai mendampingi anak-anaknya dalam penanaman aqidah dikarenakan keduanya sibuk bekerja hingga kewajiban selaku orang tua tidak terlaksana khususnya bagi seorang ibu. Sementara dalam kehidupan masyarakat tidak terbentuk kesadaran umum serta kontrol masyarakat kurang sebab adanya hak asasi yang dijunjung tinggi. Disisi lain negara dalam hal ini penguasa selaku pemangku jabatan tidak hadir dalam periayaan terbaiknya, sebab sistem yang diterapkan adalah sistem sekuler yang menafikan agama dalam mengatur kehidupan. Maka tak heran kondisi negeri ini jauh dari takwa dan keberkahan.

Dari banyaknya kejadian di atas menunjukkan betapa buruknya periayaan di negeri ini. Sistem sekulerisme melahirkan mental generasi yang rusak bahkan terpuruk. Ditambah dengan sistem pendidikan yang ada saat ini tidak berbasis aqidah Islam semakin memperparah pola pikir dan tingkah laku pelajar bahkan kurikulum pendidikan yang berubah tiap pergantian rezim menambah daftar baru faktor penyebab banyak pelajar menjadi stres karena tuntutan tugas dan persoalan di lingkungan keluarga yang tidak harmonis hingga berujung pada permasalahan yang lain seperti bunuh diri tadi. Inilah realitas yang terjadi ketika sistem sekuler kapitalisme di terapkan, negara tidak hadir sebagai pelayan umat dalam menjaga pola pikir dan tingkah laku umat yang dipimpinnya.

Hal ini berbeda ketika Islam diterapkan di tengah kehidupan. Islam memperhatikan tumbuh kembang anak dan menjaga kekuatan mental anak melalui pendidikan anak yang berkualitas berbasis aqidah islam. Peran keluarga tak kalah penting dalam memperhatikan mental anak-anaknya sebab seorang ibu adalah guru pertama dan utama untuk anak-anaknya tugas ibu mempersiapkan generasinya sejak dalam buaian hingga beranjak dewasa. Dari keluargalah nantinya lahir generasi beriman dan bertakwa karena kesadaran yang dimiliki keluarga islami.

Selain keluarga, sekolah dan negara juga punya peran besar untuk menjaga pola pikir anak-anak. Sistem pendidikan Islam yang diterapkan oleh negara tentu memberi dampak besar bagi pola pikir dan pola sikap pelajar, kurikulum berbasis akidah Islam tentu mampu menjaga mental generasi sejak dini. Peran negara tak kalah pentingnya, negara akan mencegah merajalelanya tayangan-tayangan yang menyajikan kekerasan dan sejenisnya.

Seperti inilah sistem islam jika diterapkan, suasana keimanan dalam masyarakat akan tecipta hingga mampu melahirkan generasi hebat dalam berkarya yang kuat iman serta kuat mentalnya.

Wallahu’alam bish-shawwab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *