Budaya Fleksing dan Thrifhing Akibat dari Gagalnya Sistem Kapitalisme

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Budaya Fleksing dan Thrifhing Akibat dari Gagalnya Sistem Kapitalisme

Sumisih

Kontributor Suara Inqilabi

Maraknya budaya Feksing dan THRIFTING kini menjangkiti keluarga pejabat dan generasi. Bahkan istri dan anak pejabat yang Fleksing ( pamer harta) dan generasi muda dengan hobi thrifingnya menjadi trend untuk meraih kebahagiaan. Sistem kapitalisme gagal mewujudkan kebahagiaan bagi masyarakat dan tidak memiliki konsep dari kebahagiaan itu sendiri.

Karena sistem kapitalisme mengukur kebahagiaan dari sisi kepuasan fisik dan jasmani dengan harta kekayaan, maka lahirlah budaya matrealistis. Ditambah lagi kehidupan ini memisahkan agama dari kehidupan membuat masyarakat jauh dari agama.

Sampai disahkan oleh PBB pada tanggal 28 Maret Juni 2012, bahwa tanggal 20 maret sebagai Hari Bahagia sedunia. Harusnya manusia setiap hari bisa bahagia dengan nikmat kehidupan ini. Tapi meski sudah dicanangkan Hari Bahagia Sedunia. Namun kapitalisme tidak mampu menutupi kegagalannya untuk mewujudkan kebahagiaan. Terbukti konsep ala kapitalisme di adopsi oleh masyarakat Indonesia yang penduduknya mayoritas muslim.

Budaya FLEKSING dan THRIFTING adalah bukti masyarakat telah kehilangan makna kebahagiaan. Maraknya keluarga pejabat bahkan pejabatnya sendiri dan selebritis memamerkan hartanya di media sosial ini menunjukan Fleksing adalah menjadi budaya di Indonesia. Pamer kendaraan, perhiasan, pakaian tas, jalan- jalan ke luar negeri dan rumah mewah. Di tengah rakyat yang berjuang untuk memenuhi sesuap nasi bagi keluarganya dan biaya hidup keluarga yang meroket.

Penyebab fenomena Fleksing masyarakat saat ini matrealistik dan individualis tidak perduli kepada keadaan orang lain dan tidak percaya diri merujuk eksistensi diri dengan fleksing. Sementara masyarakat bawah kesulitan ekonomi dan kesehatan. Sementara aturan yang ditegakkan memihak kepada pengusaha. Mengakibatkan korupsi hal yang lumrah, suap- menyuap biasa sepertinya sudah tidak ada moral.

Dan hari ini publik juga di buat bingung dengan kebijakan pemerintah yang anti THRIFTING( menjual dan membeli barang bekas yang masih layak pakai umunya pakaian dan tas). Pemerintah khawatir dengan masuknya 27.420 ton baju bekas dengan nilai 32 juta dolar AS tahun 2021 merusak tatanan industri tekstil dalam negeri.(Kompas,20 Maret 2023)

Bahkan Presiden Jokowi buka suara mengenai impor pakaian bekas ( THRIFTING) yang kian marak belakangan ini,” mengganggu industri tekstil didalam negeri sangat mengganggu industri kita.” kata Jokowi dalam Business Matching pengadaan produk dalam negeri. Rabu,15 Maret 2023.

THRIFTING adalah gaya hidup generasi muda untuk tampil mewah dengan harga sesuai kantong. Diakui oleh Menteri koperasi dan usaha kecil menengah (Menkop UMKM) Teten Masduki, mengungkapkan maraknya bisnis thrifting yang menjual pakaian bekas termasuk impor. Salah satunya di sebabkan adanya peminat. Terutama kalangan muda. Thrifting tidak sekedar menjadi gaya hidup rakyat kecil, untuk menyiasati mahalnya harga busana, tapi juga bentuk perlawanan terhadap orang kaya dan pejabat yang suka mengumbar kekayaan di Media Sosial.

Di sisi lain juga menunjukkan potret kemiskinan yang terjadi di tengah rakyat yang membutuhkan pakaian dengan harga murah. Maka sungguh aneh jika sekarang di persoalkan.

Inilah bukti sistem kapitalisme tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyatnya, hingga rakyat untuk memenuhi kebutuhannya dengan barang bekas. Padahal kekayaan sumber daya alam kita melimpah. Yang nampak nyata justru pencitraan dan membela pengusaha inilah wajah buram kapitalistik. Sungguh berbeda dengan pemimpin Islam. Pemimpin yang membela kepentingan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat.

Memang benar kekayaan bukan sumber kebahagiaan. Namun tercukupinya sandang pangan dan papan akan membawa kebahagiaan. Sumber daya alam yang melimpah akan membawa kebahagiaan buat rakyatnya jika di kelola sesuai syariat Islam. Sebab sumber kebahagiaan adalah ketaatan dan ketakwaan kepada sang Khaliq dan Rasulullah SAW.

Islam adalah agama yang sempurna dan mengatur kehidupan secara menyeluruh huga menetapkan standar hidup bahagia atas Rida-Nya. Maka seseorang yang memiliki harta harus dipastikan cara memperolehnya sesuai dengan syariat-Nya bukan berasal dari korupsi, suap menyuap, riba atau dengan jalan yang di haramkan. Islam juga melarang menghamburkan harta(tabzir), melampaui batas(Israf) atau membelanjakan harta dalam perkara yang di haramkan.

Prilaku FLEKSING atau pamer harta adalah bagian gaya hidup berfoya-foya dan kesombongan. Padahal dalam Islam diperintahkan untuk hidup sederhana sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
“Sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari Iman.”( HR Abu Dawud)

Di samping itu negara juga punya kewajiban menjaga rakyat, melindungi. Terjaga keimanan dan ketakwaan individu serta masyarakat adalah tanggung jawab negara. Negara juga harus melindungi rakyatnya dari dari budaya FLEKSING. Rakyat diarahkan untuk produktif dijauhkan dari hidup maksiat dan menghukum kejahatan yang adil maka kebahagiaan yang hakiki bisa terwujud.

Wallahu a’lam bishshawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *