BRI, Apakah Betul untuk Kepentingan NKRI?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

BRI, Apakah Betul untuk Kepentingan NKRI?

Oleh Apt. Eva Sanjaya

(Komunitas Tinta Pelopor)

Ambisi besar China melalui Belt and Road Initiative (BRI) terus menjadi sorotan dunia. Baru-baru ini, Presiden China Xi Jinping mengumumkan negaranya akan menyuntikkan dana lebih dari US$100 miliar atau sekitar Rp1.576,99 triliun (asumsi kurs Rp15.769 per dolar AS) ke program Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/ BRI). Xi Jinping mengumumkan, pada Rabu (18/10), dimana suntikan itu akan diberikan oleh pemberi pinjaman utama Belt and Road, China Development Bank dan Bank Ekspor-Impor. Tak hanya itu, kedua lembaga juga masih akan menyiapkan sejumlah peluang pembiayaan lain (cnnindonesia.com, 19/10/2023).

BRI merupakan pilar utama upaya Xi untuk memperluas pengaruh negaranya di global. Dilansir dari (cnnindonesia.com, 19/10/2023) program yang diluncurkan pada 2013 itu telah menggelontorkan ratusan miliar dolar untuk mendukung pembangunan jembatan, pelabuhan, jalan raya, pembangkit listrik, dan proyek telekomunikasi di Asia, Amerika Latin, Afrika dan bagian Eropa. Dimana program ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan dan perwujudan modernisasi China dengan meningkatkan intensitas perdagangan melalui penyediaan fasilitas infrastruktur baik darat maupun laut yang memadai di seluruh kawasan yang ditargetkan. Semua itu ditujukan untuk membuka kran konektivitas perdagangan antar negara di Eropa dan Asia melalui jalur sutra maritim. BRI ini memang menjadi mimpi besar China untuk menjadi negara digdaya. Sayangnya, proyek ini dituding membebani negara-negara berkembang dengan utang yang sangat besar, sementara proyek-proyeknya yang besar seringkali menimbulkan kekhawatiran hingga protes atas dampak buruk terhadap lingkungan, pelanggaran ketenagakerjaan, dan skandal korupsi.

Indonesia termasuk salah satu negara yang terlibat dalam program tersebut, bahkan Indonesia merupakan penerima investasi terbesar China sekitar US$5,6 miliar. Dikutip cnbcindonesia.com, pada semester I-2023, investasi China di Indonesia sudah menembus US$ 3,8 miliar. Angka ini meningkat secara signifikan. Mengingat, Pada 2013, total investasi China hanya menembus US$ 297 juta yang menempatkan mereka pada posisi 12 investor terbesar di Indonesia. Pada 2015, China naik ke peringkat ke-9 dengan investasi US$ 628 juta hingga mencapai posisi ketiga pada tahun 2017.

Salah satu fokus investasi China di Indonesia adalah pengembangan smelter di Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. Di sektor infrastruktur, China dan Indonesia juga bekerja sama membangun mega proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Waduk Jatigede di Sumedang, Jawa Barat, dan Tol Medan-Kualanamu. Namun, proyek infrastruktur China banyak yang mendapat sorotan tajam. Salah satunya adalah Kereta Cepat Jakarta Bandung. Kereta api cepat ini adalah proyek Belt and Road Initiative (BRI) andalan Tiongkok di Indonesia. Beijing menyebut proyek kereta api berkecepatan tinggi sebagai simbol hubungan erat antara Indonesia dan Tiongkok, namun proyek tersebut menghadapi beberapa kemunduran sejak dimulai pada tahun 2016. Pemerintah menilai, kerjasama kedua negara ini tentu saja saling menguntungkan baik dari segi ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Sejatinya, proyek BRI ini merupakan proyek ambisius China yang ditujukan kepada negara-negara berkembang yang kaya sumber daya alam dan mudah mengikutinya dan Indonesia hakikatnya telah menyatakan dirinya ikut terlibat di dalamnya. Patut diwaspadai dan dicurigai, karena sesungguhnya tidak cukup hanya dalam ungkapan janji-janji manis semata dalam bentuk kerjasama melalui suntikan investasi. Tampaknya, China sudah menyiapkan skenario dalam bentuk investasi melalui jebakan utang yang berbunga. Proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang didanai China mensyaratkan barang-barang produksi berasal dari China. Tak hanya itu, tenaga yang dilibatkan juga berasal dari sumber daya manusia China maka jangan heran konflik pun terjadi antara pekerja lokal dengan pekerja China.Namun. Proyek ini sesungguhnya akan mengundang kerugian, bahaya dan mengancam kedaulatan negara.

Apalagi ada contoh Srilanka yang sudah harus melepas pelabuhannya ke China. Inilah realitasnya ketika diterapkannya sistem ekonomi kapitalis sekuler, Negara-negara yang memiliki kekuatan modal besar dan banyak akan mudah mencengkeram negara-negara lemah. Sistem kapitalisme telah memberikan ruang penjajahan bagi negara-negara digdaya seperti China, AS.

Hal ini tentu saja berbeda dengan sistem Islam. Kepemimpinan Islam telah mampu mewujudkan kebahagiaan, rahmat bagi seluruh alam dalam sejarah sepanjang 13 abad lamanya. Islam meletakkan bahwa kekuasaan adalah amanah yang pertanggungjawabannya tidak hanya di kehidupan dunia tapi juga di akhirat. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Islam menetapkan bahwa pemimpin adalah ra’in (pegurus) dan junnah (penjaga). Dengan kedua sifat ini, maka penguasa dalam sistem Islam akan senantiasa memastikan rakyatnya aman, sejahtera. Hak-haknya dibela. Penguasa di dalam sistem Islam tidak akan memberikan masa depan negara dan rakyatnya ke pihak asing. Begitu juga dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur. Negara sebagai pihak yang mengelola proyek pembangunan dengan dana sendiri. Negara islam mampu membiayai berbagai proyek karena memiliki sumber dana yang kuat yang berasal dari Baitul Maal yakni dari 3 sumber pos pemasukan diantaranya pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum dan pos zakat dan shodaqoh. Mengakhiri ketergantungan investasi asing tak ada jalan lain untuk menyudahi penjajahan ini, kecuali kembali pada syariah Islam. Hanya dengan Sistem Islam lah yang akan mampu menjalankan roda perekonomian yang mandiri dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam. Penerapan sistem ekonomi Islam akan membawa negara Islam menjadi negara yang kuat yang akan menyelamatkan negeri-negeri muslim dari cengkeraman penjajahan ekonomi kapitalis. Membangun negara mandiri dengan berbasis syariat Islam adalah sebuah keniscayaan untuk Indonesia melesat menuju kesejahteraan.

Wallahu’alam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *