Berburu Kekuasaan Demi Menjadi Penguasa 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Berburu Kekuasaan Demi Menjadi Penguasa 

Sofi Kamelia

Kontributor Suara Inqilabi

Suasana politik makin terasa panas. Semakin dekatnya waktu pilpres membuat para pasangan capres-cawapres menunjukan keunggulannya. Masing-masing mempunyai cara sendiri untuk meraih dukungan dan simpati dari rakyat dengan berharap mayoritas rakyat memilih mereka untuk menjadi penguasa. Kadang berbagai cara pun dilakukan untuk memuluskan langkah dan tujuan mereka.

Faktanya memang demikian. Karena ambisi terhadap jabatan dan kekuasaan, tak sedikit orang menghalalkan segala cara. Diantaranya, merekayasa aturan yang ada, melakukan politik uang (money politic), menipu rakyat dengan pencitraan yang penuh kepura-puraan, dll. Cara seperti ini lumrah dilakukan dalam sistem demokrasi. Pesta demokrasi yang akan menjadi perhelatan besar tahun depan, adalah waktu yang di tunggu-tunggu oleh mereka untuk bisa menjadi orang no 1 di Indonesia.

Dalam demokrasi, kekuatan oligarki yang ada di belakang mereka yang akan menentukan siapa yang akan menjadi presiden. Oligarki bisa diartikan sebagai sebuah kekuatan politik ditangan segelintir orang atau kekuasaan yang dikendalikan oleh orang-orang kaya yang memiliki modal. Tujuan oligarki menjadi Pendukung capres-cawapres ini adalah untuk melindungi dan mengamankan kekayaan mereka juga agar dekat dengan kekuasaan.

Sehingga mereka bisa terhindar dari gangguan dalam pengembangan bisnis mereka, agar bisnis mereka berkembang besar dengan dukungan dari kekuasaan. Jadi hubungan antara penguasa dan pengusaha dalam sistem demokrasi kapitalisme seperti simbiosis mutualisme, yakni saling membutuhkan dan menguntungkan satu sama lain.

Sedangkan dalam Islam kekuasaan adalah amanah. Amanah ini bisa menjadi beban pemangkunya di dunia sekaligus bisa mendatangkan siksa bagi dirinya di akhirat. Bahkan Nabi mengingatkan para pemangku jabatan dan kekuasaan agar tidak menipu dan menyusahkan rakyat. Beliau bersabda:

“Tidaklah seorang hamba (yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat) mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga bagi dirinya surga.” (HR. Al Bukhari)

Bahkan Nabi mendoakan para pemimpin yang tidak amanah, yang menyusahkan umat dengan do’a yang buruk untuk mereka :

“Ya Allah, siapa saja yang mengurusi urusan umatku lantas dia membuat mereka susah, maka susahkanlah dia. Siapa saja yang mengurusi urusan umatku lantas dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia.” (HR Muslim)

Karena itulah, kaum muslim diperintahkan oleh Allah Swt agar memberikan amanah kekuasaan kepada orang yang benar-benar layak. Tentunya layak berdasarkan kategori syariah, diantaranya memiliki sifat adil yakni mau menerapkan syariah Islam atas dirinya dan rakyatnya, memelihara urusan dan kemaslahatan umat, menjaga Islam dan melindungi umat.

Hal ini akan terwujud jika kekuasaan itu menerapkan syariah Islam secara total. Kekuasaan seperti inilah yang harus diwujudkan oleh kaum muslim semuanya. Dengan itu, kekuasaan akan menjadi kebaikan dan mendatangkan keberkahan bagi semua umat dan rahmat bagi semua.

Wallahu’alam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *