Berantas Kekerasan Seksual terhadap Anak sampai Akar Tidak Cukup Keluarga Saja

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Berantas Kekerasan Seksual terhadap Anak sampai Akar Tidak Cukup Keluarga Saja

 

Penulis Ariefdhianty Vibie

 (Muslimah Cinta Islam, Bandung)

Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi mencegah tindak pidana kekerasan seksual (TPKS). Indra menyoroti fenomena anak yang menjadi korban TPKS, namun enggan menceritakannya. “Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual,” kata Indra dalam keterangannya pada Ahad (27/8/2023).

 

Indra menyebut peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga. Kemudian, dibangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga. “Pencegahan kekerasan seksual khususnya dalam lingkup keluarga perlu terus digaungkan bersama secara terus menerus,” ujar Indra (republika.co.id, 27/08/23).

 

Namun, dalam lingkungan yang tidak memiliki filter liberalisme budaya Barat, jelas bahwa peran keluarga saja tidak cukup. Keluarga memang pondasi dan benteng utama dalam membentuk kepribadian anak yang kuat. Pendidikan agama, moral, dan karakter dibentuk oleh orang tua agar anak mampu membentengi diri dari serangan liberalisme dari luar. Hanya saja ternyata bahaya yang mengintai jauh lebih besar dari sekedar pondasi dan benteng yang sudah dibentuk oleh orang tua. Hal ini menjadikan kekerasan seksual rentan terjadi pada anak, bahkan dari orang terdekat sekalipun. Banyak predator anak di luar sana yang diam-diam mengintai tanpa mampu diprediksi oleh orang tua atau keluarga.

 

Data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukkan dari 2.739 laporan yang diterima mengenai kasus kekerasan seksual pada anak, sebagian besar pelakunya adalah orang terdekat dengan korban, dalam lingkup keluarga bisa ayah kandung atau tiri, paman, kakek, saudara, atau teman dekat.

 

“Komnas secara mandiri mendapatkan laporan sebanyak 2.739 kasus kekerasan seksual yang terjadi di beberapa daerah. Ada 52 persen itu mendominasi, itu sangat menakutkan. 52 persen itu adalah dominasi kejahatan seksual yang masuk ke Komnas perlindungan anak dan dilakukan oleh orang terdekat,” ucap Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait (kompas.com, 31/07/23).

Gaya hidup hedonis, liberal, dan sekuler telah menjadikan manusia di luar sana menjadi serigala-serigala liar dan buas yang siap menerkam anak-anak. Pornoaksi dan pornografi bisa menjadi tontonan siapa saja yang mudah diakses di media manapun. Ini menyebabkan perilaku manusia menjadi brutal. Hawa nafsu mereka tidak terkontrol karena akidah yang terkikis menjadi tipis. L68T dan pedofilia, serta penyimpangan seksual lainnya menyebar ke tengah masyarakat. Walhasil, siapapun bisa menjadi korban. Budaya yang rusak dan merusak ini tengah dinormalisasi oleh para pemilik kepentingan. Sungguh mengerikan. Pelan-pelan, masa depan generasi sedang diremukkan sampai akar. Keluarga saja tidak akan mampu membendung bahaya luar biasa yang mengundang azab Allah ini.

Hal ini jelas menunjukkan bahwa keluarga bukan satu-satunya institusi yang mampu mencegah terjadi kekerasan seksual pada anak. Artinya, butuh peran dari pihak lain yang lebih strategis untuk mencegah, sekaligus memberikan perlindungan lebih besar dan luas kepada anak-anak.

Dalam sistem demokrasi kapitalis yang diterapkan sekarang tidak ada solusi konkrit untuk mencegah kasus ini terjadi. Bahkan, setiap tahunnya bisa terus bertambah semakin parah. Begitu juga kepada para pelaku tidak diberikan sanksi yang membuat jera. Masyarakat menjadi individualis yang tidak peduli pada lingkungan sekitarnya, sehingga sulit menciptakan kondisi yang kondusif dan aman, termasuk bagi anak-anak. Media massa yang masif menebar tontonan porno semakin merusak anak. Ditambah lagi dengan negara yang abai terhadap generasi dan hanya mementingkan keuntungan dari setiap proyek yang ada, ini akan membuat negara ini hancur perlahan. Oleh karena itu, selama negara ini masih berkubang dalam sistem yang rusak, permasalahan semacam ini tidak akan menemukan jalan keluarnya.

Dalam Islam, solusi komprehensif untuk mencegah sekaligus menanggulangi kekerasan seksual perlu ditegakkan dalam tiga pilar. Pertama, individu yang bertakwa. Individu yang beriman dan bertakwa akan mampu menundukkan dirinya dari segala perbuatan maksiat. Individu bertakwa ini tentunya hanya lahir dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupannya. Keluarga semacam ini akan mampu melindungi anak-anak, dan mencegah anggota keluarganya menjadi pelaku kejahatan seksual.

Kedua, masyarakat yang tidak individualis dan egois, mereka juga memiliki pemikiran dan perasaan Islami yang diikat oleh peraturan Islam. Masyarakat semacam ini akan senantiasa mendorong diri mereka untuk melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar dimana dan kapan saja tanpa rasa takut dan khawatir. Keimanan telah mendorong mereka demi terjaganya lingkungan yang Islami, mencegah dari perbuatan maksiat, dan terjaga dari azab Allah swt.

Ketiga, negara yang menerapkan aturan Islam secara total dan menyeluruh. Negara akan memberikan sanksi tegas dan jera kepada para pelaku kejahatan sesuai dengan tuntutan syariah. Sistem sanksi dalam Islam mampu berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Artinya, kejahatan yang serupa bisa tercegah dari orang-orang yang memiliki niat berbuat jahat, sementara bagi pelakunya ada tebusan dosa dari sanksi tersebut. Negara juga harus memfilter segala informasi yang masuk, serta mengontrol media massa agar tidak merusak masyarakat. Sebaliknya, media massa akan mengedukasi masyarakat sesuai dengan koridor yang diperbolehkan oleh syara. Dengan demikian, kejahatan semacam kekerasan seksual bisa teratasi sampai akar jika seluruhnya dilakukan secara sistemik melalui penerapan aturan syariat Islam dalam bingkai negara.

 

Wallahu’alam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *