Benarkah Ummathan Wasthan Bermakna Islam Moderat?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Hanin (Aktivis Dakwah)

Beberapa tahun terakhir ini, ide-ide Islam Liberal yang diusung dengan berbagai nama: Islam Indonesia, Islam Nusantara, Islam Moderat, Islam Wasathiyah, Islam Inklusif, dll terus menerus mengukung kaum muslimin. Terbukti, awal bulan Mei 2018 lalu, pemerintah Indonesia menjadi tuan rumah untuk menyelenggarakan KTT Ulama dan Cendikiawan Muslim se-Dunia Wasathiyah Islam di Ruang Garuda, Istana Presiden Bogor, Jawa Barat.

Dalam pidatonya, Presiden RI mengatakan, Indonesia menyambut gembira menguatnya semangat moderasi dalam gerakan besar dunia Islam. Keterlibatan ulama menjadi sangat penting karena ulama adalah pewaris nabi dan obor keteladanan bagi umat. Jika ulamanya bersatu padu dalam satu barisan untuk membumikan moderasi Islam, poros wasathiyah Islam dunia akan menjadi arus utama, akan memberikan harapan bagi dunia yang aman, damai, sejahtera dan berkeadilan. Selain itu, utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-agama dan Peradaban Din Syamsudin mengatakan, Konsultasi Tingkat Tinggi ini diharapkan dapat mendorong gerakan bersama Islam moderat di dunia sekaligus menyingkirkan wawasan Islam yang bersifat fundamentalis, ekstremis dan radikalis yang belakangan menyebabkan krisis peradaban.

Kata moderat sendiri sebetulnya bukanlah kata yang asing, karena kata ini telah muncul pada pada masa abad pencerahan di Eropa. Sebagaimana diketahui konflik antara pihak gerejawan yang menginginkan dominasi agama dalam kehidupan rakyat dan kaum revolusioner yang berasal dari kelompok filosof yang menginginkan penghapusan peran agama dalam kehidupan menghasilkan sikap kompromi. Sikap ini kemudian dikenal dengan istilah sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan publik.

Amerika sendiri sebetulnya telah merancang agenda yang sangat halus terkait dengan islam moderat ini. Cheryl Benard –peneliti RAND Corporation– menyebutkan bahwa dunia Islam harus dilibatkan dalam pertarungan tersebut dengan menggunakan nilai-nilai (Islam) yang dimilikinya. AS harus menyiapkan mitra, sarana dan strategi demi memenangkan pertarungan. Tujuannya adalah pertama, mencegah penyebaran Islam politik. Kedua, menghindari kesan bahwa AS menentang Islam.Ketiga, mencegah agar masalah ekonomi, sosial, dan politik tidak akan menyuburkan radikalisme Islam (Civil democratic Islam, partners, resources, and strategies / Cheryl Benard. Copyright 2003 RAND Corporation).

Muslim moderat sendri bagi Barat dianggap sebagai muslim yang cocok untuk hidup di seluruh dunia. Sebaliknya, muslim radikal dianggap Barat sebagai muslim yang berbahaya, karena ia bermaksud untuk menyingkirkan Barat beserta memperoleh kejayaan islam. Sejumlah strategi pun mereka lakukan untuk melancarkan agenda islam moderat dan menghalangi muslim radikal. Barat memberdayakan kelompok moderat agar mengubah Dunia Islam sehingga sesuai dengan demokrasi dan tatanan internasional. Strategi tersebut antara lain: mempublikasikan pemikiran mereka di media massa; mengkritik berbagai pandangan Islam fundamentalis; memasukkan pandangan mereka ke dalam kurikulum serta mengentalkan kesadaran budaya dan sejarah mereka yang non Islam dan pra Islam ketimbang Islam itu sendiri, serta memberikan ruang politik dan publik bagi mereka yang pro Barat.

Ide Islam Moderat pada dasarnya adalah bagian dari rangkaian proses sekularisasi pemikiran Islam ke tengah-tengah umat, yang diberi warna baru. Ide ini menyerukan untuk membangun Islam inklusif yang bersifat terbuka dan toleran terhadap ajaran agama lain dan budaya. Di samping itu, nampak jelas bahwa gagasan Islam Moderat ini mengabaikan sebagian dari ajaran Islam yang bersifat qathi, baik dari sisi redaksi (dalâlah) maupun sumbernya (tsubût), seperti: superioritas Islam atas agama dan ideologi lain (QS Ali Imran [3]: 85); kewajiban berhukum dengan hukum syariah (QS al-Maidah [5]: 48); keharaman wanita Muslimah menikah dengan orang kafir (QS al-Mumtahanah [60]: 10); dan kewajiban negara memerangi negara-negara kufur hingga mereka masuk Islam atau membayar jizyah (QS at-Taubah [9]: 29) dan sebagainya.

Pertanyaannya saat ini adalah : Benarkah “ummathan wasathan” yang dijadikan mereka sebagai dalil identik dengan islam moderat?

Bila kita ingin mengetahui dan menjawab pertanyaan ini, maka mari kita kembalikan lagi kepada kitab para Ulama terdahulu. Bagaimana sebetulnya makna ummathan wasthan yang dimaksud dalam ayat tersebut. Istilah Ummathan wasthan digunakan dalam al-Quran. Allah s.w.t berfirman :

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 143)

Hampir semua mufassir menafsirkan bahwa ummathan wasthan yang dimaksud di sini bermakna umat yang adil. Demikian sebagaimana yang dinyatakan oleh Abi Said al-Khudri dan Abu Hurairah dari Nabi saw, juga Ibn Abbas. Hampir semua mufassir baik itu dari kalangan Tabiin dan AtbaTabiin juga mengatakan konotasi frasa tersebut adalah umat yang terbaik.

Imam ath-Thabari dalam tafsirnya mengutip penjelasan Zuhair bin Abi Salma, mengenai konotasi al-wasth, dia berkata: “Mereka adalah penengah (pengadil), yang keputusan mereka diterima oleh manusia. Berkata, Saya berpendapat bahwa al-wasath dalam konteks ini adalah pertengahan, yang merupakan bagian dari dua sisi. Saya berpendapat bahwa Allah menyebutkan al-wasath tak lain untuk mendeskripsikan mereka (umat islam), bahwa mereka adalah moderat, karena mereka moderat dalam beragama, tidak ekstrem seperti halnya kaum Kristen dalam beragama, yang terlalu ekstrem menjadi pendeta, dan menyatakan Isa sebagai anak Allah; atau sebagimana kaum Yahudi yang meremehkan agama, dengan cara mengubah kitab Allah, membunuh para nabi mereka, mendustakan Tuhan mereka, dan mengingkari-Nya. Akan tetapi mereka (umat islam) adalah umat yang moderat dan tengah-tengah. Allah menyifati mereka dengan sifat tersebut. Karena perkara yang paling dicintai oleh Allah adalah yang tengah-tengah. Adapun takwilnya menyatakan bahwa al-wasath konotasinya adalah adil.”

Berdasarkan penjelasan ini dapat kita simpulkan bersama bahwa konotasi frasa ummathan wasathan dalam ayat tersebut adalah:
Umat yang adil.
Umat pilihan atau umat terbaik. Ini juga ditegaskan oleh Allah di ayat lain.
Moderat atau pertengahan.

Namun demikian, konotasi moderat yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna pertengahan sebagimana yang dimaksud oleh barat, akan tetapi makna ummathan wasathan di dalam ayat ini adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam ath-Thabari dalam tafsirnya yakni tidak ekstrem sebagimana orang Kristen dalam beragama dan tidak pula sebagaimana Kaum Yahudi dalam beragama. Adapun ummathan wasathan dalam konteks Islam Moderat sebagiamana dikampanyekan oleh Barat itu tidak ada. Tidak ada satupun mufassir yang menyatakan demikian. Islam itu adalah agama yang adil. Islam adalah agama moderat. Ada di antara ekstremitas Kristen yang menjadikan manusia sebagai tuhan. Hal itu ditolak dalam islam. Islam pun menolak konsep superiotas ekstrem, menganggap dirinya hebat, merendahkan yang lain, bahkan bersikap lancang sehingga berani membunuh para nabi mereka. Mendustakan serta mengingkari Tuhan mereka, sebagaimana Kaum Yahudi dalam beragama.

Maka jelas dari sini, bahwa sejatinya islam adalah agama yang satu. Tidak ada dikotomi islam menjadi Islam moderat, Islam Radikal, Islam Fundamentalis dll. Semua pembagian itu adalah upaya Barat untuk memecah belah Islam. Pengkotak-kotakan seperti ini sebenarnya murni merupakan bagian dari strategi Barat untuk menghancurkan Islam. Ini sebagaimana yang dituangkan dalam dokumen Rand Corporation. Strategi penghancuran ini dibangun dengan dasar falsafah devide et impera atau politik pecah-belah.

Telah jelas di depan mata kita bahwa ide Islam moderat tidak berasal dari Islam, terlebih lagi bahaya ide ini sangat nyata. Penyebaran paham ini akan memecah belah persatuan umat, memalingkan perjuangan kaum Muslimin dan menjauhkan penerapan Islam, serta semakin melanggengkan penjajahan Barat. Alih-alih bisa membawa umat kepada kebangkitan, justru yang terjadi adalah akan semakin menjauhkan umat dari kebangkitan. Oleh sebab itu, umat Islam harus membendung pemikiran Islam moderat dari akarnya dan membuangnya jauh-jauh. Mari kita kembali kepada konsep ummathan wasathan yang sesungguhnya. Wallahu Alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *