Belt and Road Initiative, Apakah Betul untuk Kepentingan NKRI?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Belt and Road Initiative, Apakah Betul untuk Kepentingan NKRI?

Oleh Apriani, S.Pd

(Praktisi Pendidikan)

 

Presiden Cina Xi Jinping, telah mengumumkan Belt and Road Initiative (BRI) pada September 2013 di Universitas Nazarbayev, Kazakhstan. Belt and Road Initiative Cina (BRI) merupakan aktivitas ekonomi, diplomatik dan geopolitik yang beragam. Sebelumnya bernama “New Silk Road” lalu berganti menjadi “One Belt One Road”.

Belt and Road Initiative adalah salah satu kebijakan dari luar negeri yang bertujuan untuk memperkuat pengaruh ekonomi Beijing melalui pembangunan infrastruktur di seluruh negara yang dilewati jalur tersebut. Kebijakan ini dikeluarkan mengingat perang dagang antara Cina dengan Amerika Serikat yang saling memperebutkan pengaruh politik dan ekonomi.

BRI memiliki dua rincian yaitu jalur sutra ekonomi darat dan jalur sutra maritim berbasis laut. BRI menghubungkan Asia, Afrika, Oseania, dan Eropa dengan berbagai infrastruktur yang dibangun. Tiongkok telah mengusahakan dengan mengedepankan sifat kooperatif yang mana akan menguntungkan bersama. Satu Dekade BRI, Apa Pengaruhnya Bagi Negeri?

Dalam peringatan satu dekade Republik Rakyat Tiongkok, inilah program Belt and Road Initiative (BRI) yang kini menjadi perhatian dunia. Negeri dengan julukan Tirai Bambu ini berambisi untuk membangun jalur sutra yang menghubungkan perdagangan lintas benua.

Demi mewujudkan impian tersebut tak tanggung-tanggung Cina mengeluarkan biaya yang fantastis kepada beberapa negara yang dilewati jalur ini, salah satunya adalah Indonesia. Presiden Xi Jinping berjanji akan memberikan tambahan dana lebih dari US$100 miliar atau sekitar Rp1.576,99 triliun (asumsi kurs Rp15.769 per dolar AS). Dengan begitu beberapa negara yang terlibat BRI dapat mencairkan dana tersebut melalui pinjaman dari Cina Development Bank dan Bank Ekspor-Impor.

Adapun Indonesia sebagai salah satu pemakai pinjaman program BRI, telah bekerja sama dengan Cina melalui proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Bendungan Jatigede, dan Tol Medan-Kualanamu. Hingga saat ini jumlah investasi Cina ke Indonesia sebesar US$ 15,1 miliar. (CNBC Indonesia, 19-10-2023).

Presiden Jokowi datang ke Cina secara langsung untuk melakukan beberapa kerja sama dengan Cina, seperti pengembangan baterai EV dan otomotif, pabrik suku cadang, kilang petrokimia, produksi baja, pengembangan Halal Center. Selain itu, Jokowi juga meminta agar Cina menanamkan investasinya pada kerjasama dibagian pengembangan koridor ekonomi TWO Countries, Twin Parks dan pembangunan IKN, serta kerja sama pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). (CNBC Indonesia, 20-10-2023).

Sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa Cina sangat berambisi menguasai ekonomi dunia. Oleh karena itu, melalui BRI diharapkan bisa mewujudkan keinginan tersebut dengan mengucurkan pinjaman yang besar kepada beberapa negara. Kemudian diakuisisi sebagai dana bantuan yang dapat menolong negara-negara dunia ketiga untuk membangun infrastruktur dan sebagainya.

Jika dicermati lebih dalam, terlihat jelas bahwa negara yang mendapatkan dana pinjaman Cina adalah negara yang wilayahnya dilewati jalur BRI yang mereka buat sendiri. Itu berarti Cina sengaja memberi investasi ke negara tersebut untuk memperlancar jalur sutranya yang berujung pada peningkatan negara Cina.

Walau bersembunyi dibalik kata pemberian bantuan demi kelancaran pembangunan. Kenyataannya banyak negara terkait yang justru mengalami kesulitan dan terlilit utang hingga dianggap negara tersebut perlu dilumpuhkan. Beberapa negara tersebut diantaranya: Negara Zambia dan Sri Lanka. Negara lain seperti Argentina, Ethiopia, Kenya, Malaysia, Montenegro, Pakistan, Tanzania, dan Afrika Sub Sahara.

Tidak ada makan siang gratis, itulah kenyataannya. Cina tidak serta-merta memberikan bantuan begitu saja. Dia juga ingin laba. Oleh karenanya, utang yang diberikan selalu berbunga. Kita dapat membayangkan betapa kehidupan negara yang selalu membangun infrastruktur, tetapi dananya dari utang, suatu saat hidupnya pasti hancur.

Pada titik kehancuran itulah, Cina datang dengan dalih membantu. Padahal cara itu dilakukan agar bisa mendapatkan beberapa SDA atau infrastruktur, dan sebagainya. Bisa dibayangkan jika infrastruktur strategis seperti bandara, pelabuhan, jalan tol, gedung pemerintah, hingga pulau diminta untuk menutup utang? yang ada bukannya membuat negeri ini untung malah buntung.

Dalam sistem Islam pembangunan infrastruktur dan membiayai kebutuhan rakyat merupakan tanggung jawab penuh negara. Pemerintah wajib berusaha mandiri untuk mewujudkannya. Sebuah negara tidak layak disebut merdeka jika masih terus mengharap bantuan negara lain. Justru hal tersebut akan membahayakan suatu negara. Negara akan menjadi bulan-bulanan negara peminjam (Cina). Bahkan negara kreditur harus memenuhi persyaratan yang diajukan debitur yang secara pasti akan menguntungkan Cina.

Negara harus berani menolak tawaran investasi dari Cina. Walau terlihat menguntungkan Indonesia, faktanya dengan investasi tersebut justru lebih mendapatkan untung bagi Cina. Hal itu terlihat ketika Indonesia mengizinkan mendirikan pabrik nikel. Cina pun akhirnya berhasil mendekati SDA murah karena tidak perlu biaya transportasi. Parahnya lagi, mereka juga mewajibkan warga Cina sebagai pekerja.

Melalui izin usaha ini saja, Cina sudah untung banyak, mulai dari bahan baku murah, pabrik dekat SDA, pegawai Cina, pegawai Indonesia (gaji murah), dan lain-lain. Padahal nantinya hasil produksi baterai nikel itu akan dijual mahal. Negara juga perlu mencari sumber pembiayaan lain untuk membangun infrastruktur yang dapat diperoleh dari pengelolaan SDA dan pendapatan lain. Dengan begitu, negara akan lebih mandiri.

Ketika sebuah negara berlandaskan pada syariat Islam akan membuat negeri tersebut mandiri dan kokoh dari pengaruh asing. Sebab sistem Islam akan tegas dalam menentukan hubungan luar negeri antara negara berbasis Islam dan yang bukan. Sistem Islam pun akan memutuskan segala hubungan internasional dengan negara yang memusuhi Islam, termasuk didalamnya adalah Cina. Selain itu, negara juga tidak akan menerima investasi yang berasal dari jalan yang haram, salah satunya investasi tentang pemanfaatan SDA.

Sistem Islam akan memiliki dana yang cukup bahkan lebih untuk melakukan pembangunan infrastruktur yang bersumber dari baitulmal. Baitul Mal sendiri terdiri dari beberapa pos.

Pertama, dari pos zakat yang akan diberikan kepada orang yang berhak mendapatkan.

Kedua, dari pengelolaan SDA yang hasilnya akan disimpan di baitul mal.

Ketiga, dari kharaj, fai, ghanimah, dan sebagainya.

Dari beberapa pos tersebut negara akan mandiri dan bisa melakukan pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, negara yang kuat tidak akan mau menggantungkan hidup pada negara Cina. Sampai kapan pun, sebab Cina tidak akan membiarkan Indonesia melebihinya. Sehingga bisa dipastikan kerjasama BRI tersebut bukan untuk kepentingan NKRI melainkan untuk kepentingan asing atau negara Cina semata.

Wallahu A’lam bish-shawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *