Bebas Utang dengan Penerapan Syariah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Nadya Musmiatin

Catatan pahit dalam buku Utang Indonesia berhasil tertorehkan pada tahun 2020 yang baru saja berakhir ini, bagaimana tidak pemerintah menarik utang yang sangat besar guna meredam defisit ekonomi  akibat wabah covid-19 yang merebak dari wuhan, china akhir 2019 lalu.

Adanya defisit yang besar, pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan untuk APBN lainnya, termasuk melalui utang. Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berdalih, utang yang dibuat di tengah masa krisis untuk selamatkan rakyat.

Defisit kebutuhan pembiayaan APBN yang tercantum dalam Perpres 72 Tahun 2020 diberi target sebesar Rp1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari PDB Indonesia yang pada dasarnya bahkan melonjak drastis dari UU No 20 Tahun 2019 tentang APBN TA 2020. Sebelum COVID-19 terdeteksi di Wuhan, China, dan sebelum merebak ke Indonesia, kebutuhan pembiayaan APBN 2020 ditargetkan sebesar Rp307,2 triliun atau sebesar 1,76 persen. Artinya naik hingga 70 persen.

Utang luar negeri yang semula berada pada level di bawah seribuan triliun rupiah, kini bahkan hampir menyentuh angka Rp 6.000 triliun per bulan Oktober 2020. Data yang dipublikasikan Bank Dunia dalam laporan “Statistik Utang Internasional (IDS)” pada Senin (12/10) itu menunjukkan Indonesia berada pada peringkat keenam pengutang terbesar di Dunia. Terkecuali China, Negara yang memiliki utang luar negeri lebih banyak yaitu, India, Brasil, Meksiko, Turki dan Rusia.

Paparan Bank Dunia tampaknya sangat relevan dengan kondisi utang Indonesia. Data Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2020 tercatat mencapai 413,4 miliar dolar AS atau setara Rp 5.877 triliun.

Sungguh fakta yang sangat menyedihkan. Bagaimana kemudian Islam memandang hal ini, dan bagaimana cara Islam membiayai kebutuhan APBN tanpa terjerat utang?

Di dalam Negara Khilafah Islam, ada yang dinamakan Bayt al-Mal, ini merupakan merupakan institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum Muslim yang berhak menerimanya. Harta seperti tanah, bangunan, barang tambang, uang, juga harta benda lainnya, yang kaum Muslim berhak memilikinya sesuai hukum Islam, maka harta itu adalah hak Bayt al-Mal kaum Muslim.

Sistem keuangan negara di dalam pengaturan Islam telah terbukti berhasil mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi kaum muslim maupun non muslim selama 13 abad. Pos-pos pendapatan dalam sistem Islam, yaitu sistem keuangan Bayt al-Mal terdiri dari tiga pos pemasukan utama.

Pertama, bagian fayi dan kharaj. Fayi merupakan salah satu bentuk rampasan perang, dan kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukan tersebut membayar kharaj ke negara Islam.

Kedua, bagian pemilikan umum. Kepemilikan umum yaitu izin dari al-Shari‘ kepada jama‘ah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan umum didalamnya segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat, segala sesuatu yang secara alami tidak mampu untuk dimanfaatkan hanya oleh individu secara perorangan, seperti barang tambang yang jumlahnya banyak sekali.

Ketiga, bagian sadaqah. Bagian sadaqah termasuk didalamnya yaitu zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing.

Perbedannya, dalam kebijakan fiskal APBN Indonesia, pengelolaan sumber daya alam dilakukan bersama oleh Indonesia dan swasta dalam contract production sharing. Sedangkan, dalam kebijakan fiskal Bayt al-Mal sumber daya alam dalam bentuk hasil laut, hasil hutan, hasil tambang adalah milik rakyat, bukan milik negara. Karena itu harus diolah, dimanfaatkan, atau dijual hasil pengelolaannya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk swasta.

Melihat skema pembayaran utang yang diterapkan Indonesia saat ini, diperkirakan Indonesia tidak akan pernah terbebas dari jebakan utang sampai kapanpun, kecuali ada perubahan sistem. Hal Ini sangat berdampak pada semakin beratnya beban yang ditanggung masyarakat, karena penyelesaian utang dan bunganya semakin menyerap alokasi dana APBN. Kondisi produktivitas investasi masyarakat juga akan berkurang dengan diadakannya berbagai pungutan pajak yang baru sebagai akibat upaya pemerintah mencari alternatif tambahan pemasukan untuk negara.

Lompatan ekonomi sanat dibutuhkan bagi Indonesia agar bisa terbebas dari jerat utang ribawi, dengan pola kebijakan fiskal yang sangat berbeda dengan konsep yang sedang berjalan saat ini. Konsep yang ditawarkan Islam adalah mekanisme kebijakan fiskal Bayt al-Mal, sebuah sistem keuangan negara berbasis syariah yang hanya akan bisa diterapkan dalam Sistem Islam. Dengan perhitungan Bayt al-Mal berbasis syariah, surplus di jumlah penerimaan dapat digunakan untuk melunasi seluruh utang Indonesia secepatnya. Wallahu alam bish shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *