Banjir Bandang Melanda Sumatra Barat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Banjir Bandang Melanda Sumatra Barat

Neneng Hermawati

Kontributor Suara Inqilabi

 

Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel), Sumatra Barat, telah menetapkan masa tanggap darurat bencana banjir bandang selama 14 hari. Masa tanggap darurat selama 14 hari ditetapkan karena banjir bandang yang melanda Pessel terdampak terhadap puluhan ribu warga di 11 kecamatan. Sebanyak 46 ribu jiwa warga dengan 10 ribu KK yang menjadi korban banjir bandang. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Pesisir Selatan Mawardi Roska. (08/03/2024). Dilansir Antara.com.

Penyebab banjir tidaklah bersifat tunggal, melainkan sistemik dan saling berkaitan. Demikian pula penanganannya, tidak bisa dilakukan hanya dengan tambal sulam semata, tetapi haruslah menyeluruh sampai ke akar permasalahan agar masalah banjir tidak kembali berulang.

Sering kali curah hujan akibat perubahan iklim dituding sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Padahal sejatinya hal itu hanya menjadi salah satu pemicunya saja. Hal tak kalah penting yang menjadi penyebab banjir adalah adanya pembangunan kapitalistik.

Alih fungsi lahan seiring dengan masifnya pembangunan yang tidak memperhatikan dampak lingkungan. Akibatnya, debit air tidak tertampung secara normal, sampah-sampah yang menumpuk turut memperburuk kondisi lingkungan. Keserakahan manusia dalam sistem kapitalis ini menggeser kestabilan alam. Hal ini diperparah oleh kebijakan kapitalistik yang berorientasi pada materi. Apa pun dilakukan demi meraih keuntungan sebesar-besarnya, sekalipun dengan merusak lingkungan.

Sebagaimana Allah Swt Berfirman :

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah Swt menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

(TQS. Ar-Rum ayat 41).

Dalam islam, hutan termasuk dalam kepemilikan umum bukan kepemilikan individu ataupun negara. Ketentuan ini berdasarkan pada hadis Nabi Saw

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, dalam air, padang rumput (gembalaan) dan api”.

(HR Abu Dawud Ahmad dan Ibnu Majah).

Hadis tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara saja. Bukan pihak swasta ataupun asing. Negara wajib melakukan pengawasan dan pengelolaan terhadap hutan melalui muhtasib (pengadilan hisbah) yang tugas pokoknya adalah menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat.

Negara islam akan mencegah segala bahaya atau kerusakan melalui konservasi hutan. Diantaranya menjaga keanekaragaman hayati, kehutanan dan melakukan penelitian kehutanan.

Kerusakan fungsi hutan tidak akan terjadi lagi jika pengelolaanya sesuai syariat islam. Dengan demikian jika sistem islam hadir ditengah-tengah umat maka kekayaan hayati seperti hutan akan menjadi berkah bukan menjadi musibah.

Wallahu’alam bishawwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *