ANEH, BINWIN UNTUK ATASI STUNTING    

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

ANEH, BINWIN UNTUK ATASI STUNTING

 

 Irawati Tri Kurnia

(Aktivis Muslimah)

 

Aneh. Bimbingan Perkawinan (Binwin) dianggap sebagai langkah untuk mengurangi angka stunting dan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, semua cantin (calon pengantin) wajib mengikutinya. Pihak KUA butuh enam bulan untuk menyosialisasikan aturan pada semua kepala KUA, penghulu, dan penyuluh dalam kegiatan SAPA KUA (www.kompas.com, Sabtu 30 Maret 2024) (1).

Khas kapitalisme. Solusi yang diberikan, selalu tidak nyambung dengan problem yang ada. Pada faktanya, stunting dan kemiskinan disebabkan oleh banyak faktor, baik langsung maupun tidak langsung, individual maupun sistemik. Maka Binwin saja tidak akan mungkin menyelesaikan persoalan tersebut.  Apalagi dalam kehidupan kapitalisme sekulerisme ini, banyak hal yang hanya formalitas, sekedar program namun tidak menyelesaikan akar persoalan.

Problem stunting (kurangnya tinggi badan anak) lebih dominan pada faktor minimnya gizi akibat rendahnya kesejahteraan masyarakat. Ini dampak diterapkannya sistem ekonomi sekuler kapitalisme yang memalak rakyat. Kebutuhan dasar rakyat dikomersilkan; sehingga rakyat kesusahan membeli beras, daging, ikan, telur, sayur, buah sebagai sumber gizi pencegah stunting. Kok malah diberi solusi binwin?

Melempar solusi pada Binwin sebagai pemecah problem stunting dan kesejahteraan, tampak sebagai upaya pemerintah untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab memakmurkan rakyat. Melempar solusinya pada rakyat dengan menetapkan aturan Binwin. Pemerintah sudah terbelenggu oleh kepentingan oligarki, sehingga enggan mengembalikan perannya sebagai pelayan rakyat.

Binwin memang aturan yang bagus, tapi sebagai solusi untuk problem keluarga; bukan untuk problem ekonomi. Walaupun untuk membangun ketahanan keluarga masih membutuhkan peran sentral negara untuk melepaskan diri dari belenggu sistem sekuler kapitalisme, yang membuat bangunan keluarga rapuh pada semua sisi. Berbeda dengan Islam yang mewajibkan negara sebagai pelayan rakyat. Ini hanya bisa diraih dengan penerapan Islam secara sempurna dalam naungan Khilafah.

Khilafah akan menerapkan sistem ekonomi Islam, yang salah satunya dengan menjadikan SDA (Sumber Daya Alam) milik rakyat dan negara hanya punya hak kelola,  yang akan mampu menyejahterakan rakyat. Dengan demikian rakyat akan mampu memenuhi  kebutuhan gizinya dan tingkat kemiskinan bisa ditekan. Bentuk pelayanan negara pada rakyat inilah yang akan dipertanggungjawabkan di hari akhir kelak.

SDA yang berlimpah ini oleh Khilafah akan dikelola dan hasilnya sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Apa saja itu? Baik kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Pengelolaan SDA sedemikian banyak oleh Khilafah, akan mampu membuka lowongan kerja seluas mungkin bagi rakyat. Sehingga tingkat pengangguran bisa ditekan, para kepala keluarga pun mampu menafkahi kebutuhan keluarganya, sehingga kemiskinan bisa ditekan, bahkan dihilangkan.

Khilafah akan menerapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam, baik di sektor formal mau pun non formal. Dengan demikian akan terbentuk individu-individu masyarakat yang tangguh mental dan fisiknya, karena pola pikir dan pola sikapnya Islami. Terbentuklah Syakhsiyah (kepribadian) Islam dalam diri mereka. Sehingga dari mereka, terbentuk masyarakat Islami yang saling peduli. Saling menasehati tentang Islam, menjadi kontrol sosial Islami, dan akan mudah memberikan bantuan pada sesamanya yang fakir dan miskin.

Dengan individu-individu masyarakat yang berkepribadian Islam, maka mereka akan menjadikan Islam sebagai standar dalam membangun mahligai pernikahan. Khilafah pun mewajibkan pasangan yang akan menikah, untuk paham fikih munakahat (syariat berkaitan dengan pernikahan).

Tanpa paham hal ini, ijin menikah oleh Khilafah tidak akan turun. Inilah bentuk binwin yang diwujudkan dalam Islam. Paham bahwa pria sebagai suami wajib mencukupi nafkah keluarganya, sehingga jika abai akan diberi sanksi yang tegas. Paham bahwa istri wajib menjadi ibu pendidik anak dan pengurus rumah, sehingga istri harus menguasai menejemen keuangan rumah tangga agar nafkah suami cukup untuk memenuhi gizi keluarga khususnya anak. Sehingga dari sisi individunya pun ikut bertanggungjawab mencegah stunting dan kemiskinan, walau peran sentral tetap di tangan Khilafah.

Inilah solusi Islam untuk mengatasi stunting dan kemiskinan, di mana binwin hanya sebagai salah satu solusi. Tetap Khilafah sebagai negara berperan penting dalam mewujudkannya.

Wallahu’alam bish-shawwab.

 

Catatan Kaki :

(1)       https://money.kompas.com/read/2024/03/30/200000726/kemenag-akan-wajibkan-calon-pengantin-ikut-bimbingan-perkawinan

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *